Ulasan Buku
Review Buku: Kisah Jean Calas dan Pengadilan yang Culas
Peradilan Prancis abad ke-19 tak punya asas "praduga tak bersalah" atau cara lain untuk melindungi seorang tersangka dari prasangka dan fitnah.
Dia dieksekusi mati melalui hukuman roda atau dikenal sebagai roda eksekusi yaitu metode penyiksaan yang digunakan untuk eksekusi di di depan publik berlaku di Eropa sejak zaman kuno, abad pertengahan hingga abad ke-19.
Caranya algojo mematahkan tulang-tulangmu atau memukuli sampai mati lalu tubuh kakumu akan diputer di atasi roda padati lalu diarak massa. Praktik ini dihapuskan di Bavaria 1813.
Kisah ini menarik perhatian dan simpatik Voltaire, seorang filsuf Prancis, penulis esais, terkemuka di Eropa. Karya-karyanya selalu hidup, penuh semangat dan diselingi candaan.
Baca juga: Meningkatkan Kecerdasan Sosial Melalui Momentum Ramadhan
Tapi semenjak tragedi keluarga Calas pada1760, Voltaire kehilangan selera humornya. Dia menjadi pribadi dingin. Bahkan mungkin jarang senyum.
Di tengannya kisah ini ditulis secara dramatis-emosional dengan tajuk Trait’e Sur La Tolerance (Traktat Toleransi).
Sebagai sebuah traktat ini menunjukkan betapa kasus ini ditulis secara serius, panjang dan mendalam, yang secara sistematis merekonstruksi sebuah fakta.
Nalurinya diuji tergerak oleh rasa keadilan publik yang runtuh selayaknya dialami keluarga Calas.
Ia mulai menyusun upaya penyidikan dan advokasi tentang kasus ini. Di benaknya ia meyakini bahwa Jean Calas tidak bersalah dan bahwa keputusan pengadilan tersebut dipengaruhi prasangka agama.
.
Voltaire memulai -mempromosikan-memperjuangkan kasus Calas untuk mempengaruhi opini publik dan pemerintah.
Akhirnya pada tahun 1765, kasus Calas baru diakui sebagai tindakan culas mal-praktik system peradilan kala itu.
Calas korban ketidakadilan dan diampuni secara anumerta artinya terdakwanya sudah dieksekusi mati bertahun-taun baru ada novum (petujuk baru).
Kasus ini menjadi salah satu contoh paling tragis dari ketidakadilan yang terjadi dikarenakan intoleransi agama pada abad ke-18 di Prancis. Demikian ucap Voltaire.
Ken Amnstrom sempat menulis esai panjang terkait kisah Calas ini. Esainya diterbitkan pada The Paris Review dengan judul Broken on the Wheel.
Tulisannya itu diawali dengan kalimat heroik “sebuah kasus hukum yang mengerikan mengubah Voltaire menjadi seorang pejuang bagi mereka yang tidak bersalah”.
Sistem peradilan Prancis di abad ke-19 tak punya asas "praduga tak bersalah" atau cara lain untuk melindungi seorang tersangka dari prasangka dan fitnah.
"Satu bisikan dapat mematikan api kebenaran. (*)
Demo di DPRD, Mahasiswa Ditangkap dan Diduga Dipukul Polisi, LBH Manado: Pengacara Juga Dianiaya |
![]() |
---|
Ketika Protes Menyentuh Ranah Privat |
![]() |
---|
Renungan Harian Kristen Hakim-hakim 8: 4-17, Dicemooh Saat Berjuang |
![]() |
---|
Ini Rekomendasi RDP DPRD, Pemkab Minut, dan Kontraktor, Terkait Pembayaran Proyek Tahun 2020 |
![]() |
---|
Renungan Harian Kristen Hakim-hakim 8:1-3, Arogansi Plus Iri |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.