Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini

Bayang-Bayang Seragam di Panggung Sipil

Gus Dur pernah berkata dengan nada jenaka namun tajam: “Militer itu seringkali seperti anak kecil. Kalau tidak dikasih mainan, dia bisa marah.”

Dokumentasi Pribadi
Herkulaus Mety 

Oleh: 
Herkulaus Mety, S.Fils, M.Pd
Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng dan IAIN Manado

Pengantar: Demokrasi yang Membeku

Agustus 2025 menjadi bulan penuh gejolak. Jalan-jalan di Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Makassar hingga Manado dan kota-kota lain dipenuhi demonstran yang menuntut keterbukaan, akuntabilitas, dan perlindungan hak-hak sipil. Namun, di balik hiruk-pikuk aspirasi rakyat, muncul kembali bayangan lama: keterlibatan militer di ranah sipil.

Laporan berbagai media dan organisasi masyarakat sipil mengungkap bahwa militer diduga ikut melakukan patroli siber untuk membungkam suara kritis. Tindakan ini menimbulkan trauma kolektif, mengingat sejarah panjang Orde Baru di mana militer menjadi alat kekuasaan untuk mengendalikan masyarakat.

Bung Karno pernah berpesan: “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri” (Soekarno, Pidato HUT RI ke-20, 17 Agustus 1965). Pesan ini terasa nyata ketika rakyat harus berhadapan dengan institusi negara yang seharusnya melindungi mereka, bukan mengintimidasi.

Dalam perspektif filsafat politik kontemporer, Giorgio Agamben dalam State of Exception (2005) menegaskan bahwa keadaan darurat kerap digunakan negara untuk menunda hukum dan mengekang hak-hak sipil. “Keadaan darurat yang terus-menerus,” tulis Agamben, “adalah bentuk pemerintahan otoritarian baru yang menyamar dalam wajah demokrasi.” Fenomena di Indonesia kini, dengan UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI yang memberi ruang lebih besar pada peran militer di ranah sipil, tampak seperti pengulangan pola ini.

Negara, Rakyat, dan Bayang-Bayang Leviathan

Bung Hatta pernah menegaskan: “Demokrasi tidak turun dari langit, melainkan diperjuangkan setiap hari” (Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, 1960). Demokrasi adalah kerja keras yang membutuhkan konsistensi antara konstitusi, institusi, dan masyarakat sipil.

Filsuf Jürgen Habermas dalam Between Facts and Norms (1996) menekankan bahwa demokrasi hanya sahih bila ruang publik terbuka bagi komunikasi tanpa paksaan. Namun, dengan hadirnya militer di panggung sipil dan ruang digital, komunikasi bebas itu terancam. Rakyat berbicara dalam ketakutan, sementara negara menggunakan “alasan keamanan” untuk menutup ruang kritik.

Filsuf Jacques Rancière dalam Hatred of Democracy (2006) menambahkan bahwa demokrasi sejati lahir dari dissensus, yaitu kemampuan rakyat untuk berbeda, menentang, dan melawan arus dominasi. Jika UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI mempersempit ruang perbedaan, maka demokrasi kehilangan ruhnya.

Dilema Kekuasaan dan Moral Publik

Kembalinya militer ke ranah sipil bukan hanya soal politik, tetapi juga krisis moral. Gus Dur pernah berkata dengan nada jenaka namun tajam: “Militer itu seringkali seperti anak kecil. Kalau tidak dikasih mainan, dia bisa marah” (Abdurrahman Wahid, Gus Dur Menjawab Kegelisahan Rakyat, 1999). Ucapan ini mengandung kritik bahwa militer kerap ingin tetap relevan, meski peran itu berseberangan dengan prinsip demokrasi sipil.

Zygmunt Bauman dalam Liquid Fear (2000) mengingatkan tentang rasa takut cair yang menempel dalam keseharian masyarakat modern. Bila institusi negara justru menjadi produsen ketakutan, maka etika publik terkikis. “Kekuasaan tanpa moral hanya melahirkan ketakutan, bukan keteraturan,” tulis Bauman. Militerisasi sipil membuat masyarakat hidup dalam rasa takut permanen, sehingga solidaritas dan keberanian moral melemah.

Luka Lama Reformasi yang Terbuka

Buya Syafi’i Ma’arif menegaskan: “Demokrasi tanpa penghormatan terhadap martabat manusia adalah demokrasi kosong” (Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan, 1985). Kehadiran militer dalam ranah sipil seringkali meminggirkan martabat manusia, karena relasi yang dibangun adalah relasi kuasa, bukan relasi kemanusiaan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Membaca Pidato Presiden Prabowo

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved