Opini
Paskokat: Spirit Militansi Iman dalam Gerak Kemanusiaan
Paskokat bukan sekadar “pasukan,” tetapi simbol zaman baru kaum muda Katolik: kuat dalam iman, teguh dalam moral, dan lembut dalam pelayanan.
Pemuda Katolik, melalui Paskokat, hendak menunjukkan bahwa komando tertinggi dalam hidup publik adalah hati nurani. Militansi mereka bukan pada senjata, tetapi pada komitmen terhadap kebenaran dan keadilan sosial (John Paul II, 1991). Paskokat dapat menjadi laboratorium bagi kader muda Katolik untuk belajar tata nilai politik yang beradab – di mana loyalitas pada negara sejalan dengan kesetiaan pada Injil.
Dalam konteks politik Indonesia yang sering dirusak oleh patronase dan transaksionalisme, kehadiran kader beretika seperti ini adalah oase moral yang langka. Paskokat memberi inspirasi: politik harus dijalani dengan disiplin spiritual dan tanggung jawab etis.
Dari Disiplin ke Transformasi
Relevansi Paskokat di masa kini terletak pada kemampuannya membentuk karakter muda Katolik yang tangguh di tengah dunia digital yang serba cair. Ia menjadi penanda kebangkitan kesadaran baru bahwa iman tidak cukup diwartakan, tetapi harus diperjuangkan secara konkret dalam ruang sosial dan politik.
Implikasinya, Paskokat dapat berperan sebagai model formasi kepemimpinan lintas ranah—dari Gereja, masyarakat, hingga kebangsaan. Militansi mereka memberi inspirasi bagi pembaruan Gereja yang lebih terlibat dan bagi negara yang lebih beradab.
Di masa depan, keberhasilan Paskokat tidak akan diukur dari jumlah pasukannya, melainkan dari seberapa jauh mereka menjadi garam dan terang di tengah masyarakat – mereka yang “berpikir keras, berdoa dalam, dan bekerja nyata”.
Bara yang Menyalakan Harapan
Di tengah krisis nilai dan banalitas zaman, Paskokat adalah tanda harapan. Ia menghadirkan kembali gagasan klasik bahwa iman sejati selalu berani, dan keberanian sejati selalu berakar pada kasih. Dalam disiplin tubuh, mereka belajar kerendahan hati. Dalam latihan komando, mereka belajar ketaatan kepada nilai. Dalam kebersamaan lintas daerah, mereka menemukan makna Gereja yang universal.
Paskokat bukan sekadar “pasukan,” tetapi simbol zaman baru kaum muda Katolik: kuat dalam iman, teguh dalam moral, dan lembut dalam pelayanan. Di antara riuh dunia yang kian bising, mereka hadir diam-diam – sebagai bara kecil yang menyalakan terang besar bagi kemanusiaan. (*)
Pasukan Komando Pemuda Katolik (Paskokat)
Pemuda Katolik
Gereja Katolik
Stefanus Gusma
relativisme moral
| Politik Hukum dari Dasar Kolam: Revitalisasi Sario dan Etika Kepemimpinan |
|
|---|
| William Shakespeare dan Chen Shou: Perspektif Sejarah Leluhur Minahasa Versi Weliam H Boseke |
|
|---|
| Kontroversi Dana Pemda Kabupaten Talaud Rp2,6 Triliun yang Mengendap di Bank |
|
|---|
| Membaca Ulang Kasus Prof Ellen Joan Kumaat, Rektor Bukan Kambing Hitam Proyek |
|
|---|
| Menguatkan Daerah Reseptif dan Risiko: Kunci Eliminasi Malaria Sulut Menuju SDGs 2030 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/Latsar-Paskokat-Sulawesi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.