Opini
Membaca Ulang Kasus Prof Ellen Joan Kumaat, Rektor Bukan Kambing Hitam Proyek
Banyak yang tergesa menilai, sedikit yang meneliti. Padahal, di balik gemuruh pemberitaan, tersembunyi satu persoalan serius dalam sistem hukum kita
Oleh: Vebry Tri Haryadi (Praktisi Hukum)
Penahanan mantan Rektor Universitas Sam Ratulangi, Prof. Dr. Ellen Joan Kumaat, oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara dalam dugaan kasus korupsi proyek pembangunan gedung kampus, menimbulkan gelombang opini publik yang keras.
Banyak yang tergesa menilai, sedikit yang meneliti. Padahal, di balik gemuruh pemberitaan, tersembunyi satu persoalan serius dalam sistem hukum kita, yaitu mudahnya jabatan dijadikan kambing hitam dari kesalahan kolektif birokrasi.
Rektor dan Peran Administratifnya
Dalam sistem pengelolaan keuangan negara, kedudukan Rektor bukanlah pelaksana proyek, melainkan pejabat administratif yang bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan tegas menyebut bahwa KPA hanya melaksanakan sebagian kewenangan dari Pengguna Anggaran, sementara tanggung jawab pelaksanaan berada pada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Dengan kata lain, Rektor tidak terlibat langsung dalam proses lelang, kontrak, hingga pengawasan teknis proyek.
Ia hanya menandatangani dokumen administratif berdasarkan laporan dari tim teknis dan pejabat terkait. Tanggung jawab operasional dan hukum atas pelaksanaan pekerjaan berada di tangan PPK, konsultan pengawas, dan kontraktor pelaksana.
Sayangnya, dalam praktik penegakan hukum, perbedaan mendasar ini sering diabaikan. Ketika ditemukan kerugian negara, aparat hukum cenderung menarik garis lurus ke atas — ke nama tertinggi di struktur birokrasi. Padahal, tidak semua tanda tangan berarti niat jahat.
Dari Kerugian Negara ke Kriminalisasi Jabatan
Salah satu kekeliruan konseptual dalam banyak kasus korupsi di Indonesia adalah penyamaan antara kerugian negara dan perbuatan korupsi.
Padahal Mahkamah Konstitusi telah menegaskan dalam Putusan No. 25/PUU-XIV/2016 bahwa tidak setiap kesalahan dalam pengelolaan keuangan negara adalah tindak pidana korupsi. Banyak di antaranya hanyalah pelanggaran administratif yang harus diselesaikan secara administratif pula.
Dalam kasus Unsrat, proyek gedung yang dibiayai dari dana pinjaman luar negeri (Islamic Development Bank) dan APBN tentu melibatkan banyak pihak. Ada tim pengadaan, panitia lelang, konsultan perencana, pengawas, dan pelaksana proyek.
Menarik kesimpulan bahwa Rektor otomatis bersalah karena berada di posisi tertinggi adalah bentuk penyederhanaan hukum yang keliru dan berpotensi melanggar asas keadilan.
Yurisprudensi Mahkamah Agung bahkan sudah berulang kali menegaskan hal serupa. Dalam Putusan MA No. 1087 K/Pid.Sus/2014, hakim menyatakan bahwa pejabat KPA tidak dapat dipidana semata karena jabatannya, kecuali terbukti secara nyata ikut melakukan atau memerintahkan perbuatan melawan hukum.
Ketika Akademisi Diperlakukan Seperti Politisi
| William Shakespeare dan Chen Shou: Perspektif Sejarah Leluhur Minahasa Versi Weliam H Boseke |
|
|---|
| Kontroversi Dana Pemda Kabupaten Talaud Rp2,6 Triliun yang Mengendap di Bank |
|
|---|
| Menguatkan Daerah Reseptif dan Risiko: Kunci Eliminasi Malaria Sulut Menuju SDGs 2030 |
|
|---|
| Menyelami Subkultur Islam dalam Tradisi Pesantren |
|
|---|
| TNI di Persimpangan: Antara Rakyat dan Siber |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.