Catatan Wartawan
Pancasila, Anugerah Umum Tuhan bagi Indonesia
Data Pemkot Bitung, ada kurang lebih 2.000-an warga stateless yang berada di Bitung. Mereka tersebar di sejumlah kelurahan.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
Leonela yang berasal dari General Santos mengatakan, kehidupannya di sana begitu miskin.
Paling banyak ia makan sekali sehari.
"Sedang di sini kita bisa makan dengan enak, bahkan bisa pula berusaha," kata dia.
Randi Elisan, warga Filipina lainnya, menyatakan, sulit mencari ikan di daerah asalnya Davao.
Di perairan Sulut, ia berhasil menangkap banyak ikan dan bisa menabung uang.
"Di sini lebih baik," kata dia dengan bahasa melayu Manado.
Hasrat Elisan makin bertambah kala ia bertemu dengan seorang gadis Bitung. Dia ingin memacari gadis itu.
"Jika ditanya pilih mana tentu saya pilih tinggal di sini," kata dia.
Banyak WNI yang menggugat Tuhan, mengapa saya tak dilahirkan di Amerika Serikat, atau Eropa.
Mereka tak sadar, Indonesia punya sesuatu yang besar. Yakni Pancasila.
Tanpa pancasila, kita mungkin mirip Uni Sovyet dan Yugoslavia yang pecah berkeping keping.
Atau seperti Afganistan, Pakistan dan Irak, yang dilanda perang saudara berlarut larut.
Bahkan AS yang adalah negara paling demokratis di dunia, masih berkutat dengan masalah rasis.
Segregasi kulit hitam adalah masalah laten di sana. Sesuatu yang sudah lama selesai di Indonesia, saat AA Maramis, tokoh Minahasa turut menyusun dasar negara.
Bahkan di dalam gereja. Ada gereja kulit putih. Ada gereja negro.
Di Indonesia, saya rasa, tak demikian.
Ada gereja Tionghoa, tapi penatuanya Jawa dan jemaatnya Manado atau Batak.
Pancasila adalah pemberian Tuhan paling indah, atau bahasa saya sebagai seorang Reformed, suatu anugerah umum bagi Indonesia.
Kita harus bersyukur lahir di Indonesia. (Art)
Baca berita lainnya di: Google News.
Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.