Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini

Apa Arti Kemerdekaan bagi Seorang Dosen

Kemerdekaan bukan hanya soal berkibarnya bendera merah putih, melainkan tentang hidupnya akal sehat dalam pikiran rakyat.

Istimewa.
IAIN - Arhanuddin Salim. Saat ini mengabdi sebagai dosen IAIN Manado. 

Oleh: Arhanuddin Salim
Dosen IAIN Manado

 

APA arti kemerdekaan bagi seorang dosen? Pertanyaan ini selalu menggema setiap kali bangsa ini merayakan Hari Kemerdekaan.

Kemerdekaan, dalam idealismenya, adalah ruang kebebasan bagi setiap insan untuk berpikir, berkarya, dan mengembangkan potensi tanpa belenggu.

Namun kenyataannya, dosen di Indonesia justru hidup dalam situasi yang jauh dari makna kemerdekaan itu sendiri.

Belenggu Administrasi 

Di atas kertas, dosen adalah 'insan merdeka' yang ditugaskan menjalankan Tridarma Perguruan Tinggi: mengajar, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat.

Namun dalam praktik, kebebasan itu tereduksi oleh sistem administrasi yang kaku.

Untuk sekadar naik pangkat, seorang dosen harus melewati jalan terjal: menulis artikel ilmiah, melakukan penelitian yang rumit, hingga mengejar publikasi di jurnal internasional bereputasi.

Semua ini membutuhkan energi, waktu, bahkan biaya pribadi yang tidak sedikit. Tidak jarang, dosen harus mengeluarkan uang dari kantongnya sendiri untuk membayar biaya publikasi (Article Processing Charge).

Seorang dosen idealnya adalah the guardian of knowledge-penjaga, pengajar, sekaligus pengembang ilmu pengetahuan.

Namun realitas di lapangan sering kali berbeda. Alih-alih fokus pada riset, inovasi, dan pengabdian, dosen justru lebih banyak berkutat pada tumpukan administrasi: laporan BKD (Beban Kerja Dosen), borang akreditasi, hingga proposal penelitian yang lebih sibuk dengan format daripada substansi.

Ironinya, ketika dosen berhasil menembus itu semua dan meraih jabatan akademik tinggi seperti lektor kepala atau guru besar, negara justru menghadiahi mereka dengan beban pajak hingga 15 persen.

Sementara di sisi lain, seorang pengusaha yang perusahaannya merugi justru bisa mendapatkan keringanan pajak, bahkan terbebas sama sekali dari kewajiban membayar.

Apakah ini adil? Pengusaha yang gagal bisa 'dimerdekakan' dari beban pajak, sementara dosen yang berhasil justru 'dihukum' karena ilmunya dianggap menghasilkan penghasilan besar.

Padahal, dosen tidak sedang membangun kerajaan bisnis, melainkan sedang membangun peradaban bangsa.

Halaman
123
Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved