Opini
Penerapan Hukum Merek Sebagai Objek Jaminan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022
PP Nomor 24 Tahun 2022 menjadi dasar HAKI yang dapat dijadikan jaminan fidusia lewat mekanisme pembiayaan berbasis kekayaan intelektual.
3. Budaya Hukum
Lawrence Friedman menempatkan budaya hukum sebagai sebagai sumber hukum. Nilai yang terkandung dalam ide, opini, dan perilaku masyarakat sejatinya akan membentuk norma hukum, dan norma itulah yang akan menentukan perubahan dalam masyarakat, termasuk kepatuhan sekaligus pembentukan hukum. Subjek hukum, yaitu manusia, dikaruniai akal pikiran, dapat menentukan nilai mana yang baik dan buruk. Maka terkait dengan eksisnya norma hukum dalam komunitasnya, manusia akan bereaksi terhadap pola kepatuhan terhadap kewajiban, perintah dan institusi hukum tersebut. (Jo Carrillo, “Links and Choices : Popular Legal Culture In The Work Of Lawrence M. Friedman”, Southern California Interdisciplinary Law Journal 17 2007).
Terdapat dua kemungkinan terkait pembentukan budaya hukum. Pertama, budaya hukum dapat dihasilkan dari saling bersinggungnya unsur struktur hukum dengan substansi hukum. Kedua, budaya hukum lahir dalam masyarakatnya sendiri yang kemudian membentuk pola kebiasaan tertentu sehingga mampu menciptakan pola struktur hukum, sekaligus membentuk susunan substansi hukum.
Dalam penerapan kekayaan intelektual sebagai obek jaminan utang di Indonesia, budaya hukum belum terbentuk. Pemerintah, lembaga keuangan, dan pemangku kepentingan lainnya dalam konteks penerapan kekayaan intelektual sebagai objek jaminan belum mengetahui dan memahami dengan baik mengenai sistem kekayaan intelektual dan cara melakukan penilaian. Hal ini karena dalam hal dukungan secara yuridis juga belum diatur secara jelas dan tegas mekanisme dan hal-hal yang lain yang perlu diatur lebih lanjut sehingga pembentukan budaya hukum yang dimaksud terhambat. Masyarakat juga perlu dibiasakan dan memahami bahwa kekayaan intelektual bisa digunakan sebagai jaminan utang dan harus didorong penggunaannya agar terbentuk budaya hukum yang baru di kalangan masyarakat.
Menurut penulis, evaluasi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 perlu dilakukan khususnya untuk beberapa pasal seperti yang dijelaskan di atas untuk memaksimalkan dan menjamin kepastian hukum dan efektivitas hukum seperti yang dimaksudkan oleh Friedman. Salah satu cara yang bisa digunakan dalam melakukan penilaian dimensi ini adalah dengan melihat apakah tujuan yang menjadi dasar dari pembentukan suatu produk hukum telah dapat diwujudkan dalam kenyataan atau tidak. Jika tujuan yang menjadi dasar dari pembentukan suatu produk hukum tersebut telah dapat diwujudkan dalam kenyataan (di lapangan) maka dapat dikatakan implementasi dari ketentuan hukum tersebut telah efektif. Sebaliknya apabila tujuan yang menjadi dasar dari pembentukan produk hukum tersebut belum/tidak dapat direalisasikan, maka dapat dikatakan implementasi dari hukum tersebut belum cukup efektif, yang dapat disebabkan masih ada kesenjangan antara tujuan yang dicita-citakan (law in book) dengan kenyataan di masyarakat (law in action). (*)
Nama: Setiawan Maliogha, S.H
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Prodi S-2 Ilmu Hukum
Alamat: Papusungan, Kecamatan Lembeh Selatan, Kota Bitung
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.