Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Catatan Willy Kumurur

Pesan Kuno dari Gunung Olympus

Selama dua minggu Olimpiade Paris 2024 berlangsung. Waktu berlalu dengan cepat…

handover
dr Willy Kumurur 

Oleh: Willy Kumurur
Penikmat Olahraga

FILSAFAT dan Olimpiade memiliki asal usul yang sama: Yunani kuno. Dari reruntuhan apodyterion atau 'ruang ganti pakaian' para atlet Stadion kuno Nemea, Yunani, terkuak tradisi para atlet yang bersiap-siap untuk tampil di gelanggang Olimpiade kuno.

Apodyterion adalah tempat untuk melepaskan keterikatan atlet dari masalah duniawi sehari-hari, mempersiapkan diri mengungkapkan dan merayakan dimensi kemanusiaan yang lebih tinggi.

Selanjutnya, para atlet menyusuri terowongan batu yang panjang, tempat para atlet kuno berdiri dalam kegelapan yang dingin dan senyap, menunggu nama mereka dipanggil untuk tampil di palaestra, gelanggang olahraga.

Mereka memandang cahaya terang dan panas yang berkilauan dari lintasan di luar, mendengar gemuruh kerumunan yang teredam. Mereka ada dalam saat ketidak-pastian yang mendalam, di titik kesendirian yang mencekam.

Demikianlah Heather L. Reid dan Michael W. Austin dalam bukunya bertajuk The Olympics and Philosophy mengenang olimpiade kuno dan filsafat.

Menurut kontributor Forbes, Theodore McDarrah, dalam tulisannya Philosophy for Main Street, not the Ivory Tower, Olimpiade kuno, yang dimulai pada tahun 776 SM dan berakhir sekitar tahun 393, hampir dapat digolongkan sebagai upacara keagamaan.

Konon, para juara Olimpiade kuno menerima mahkota daun zaitun, yang melambangkan berkah ilahi dari Nike, dewi kemenangan bersayap.

Jika pada mulanya Olimpiade adalah ritual empat tahunan bangsa Yunani kuno di palaestra, gelanggang olahraga di Olympus untuk menghormati Dewa Zeus (ayahanda Hercules) yang bersemayam di Puncak Gunung Olympus; maka Olimpiade modern –yang diprakarsai oleh Baron Pierre de Coubertin- 15 abad setelah itu, telah menjelma menjadi arena beyond the sport.

Filosofi hidup tersurat dan tersirat di sana yang dipresentasikan oleh atlet-atlet dunia bukan sekadar kemenangan untuk dirinya.

Emas yang mereka raih tak hanya dinikmati oleh mereka dan negara yang diwakilinya, namun juga oleh semua penonton dan pemirsa televisi.

Kemenangan atau keberhasilan atas apa saja, dalam bidang apa saja, akan terasa indah jika nuansanya yang indah dan intens itu dapat dinikmati oleh semua orang.

Di pentas bergengsi selevel Olimpiade inilah Ronaldinho menemukan kembali 'dirinya yang hilang' setelah selama 5 bulan terakhir masa kontraknya dia hanya menjadi 'pelengkap penderita' di Barcelona. 

Baca juga: Jadwal Liga Inggris, Pertandingan Pertama Ada Manchester United vs Fulham di Old Trafford

Di kancah Olimpiade inilah Lionel Messi dapat menunjukkan kelasnya sebagai Maradona baru, meraih medali emas bersama tim Argentina menuju pencapaian tertinggi dari bidang yang ditekuninya.

Selama dua minggu Olimpiade Paris 2024 berlangsung. Waktu berlalu dengan cepat…

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved