Opini
Eskalasi Intoleransi Terhadap Ahmadiyah dan Kegusaran Presiden
Oleh Rohit Mahatir Manese. Tulisan tentang: Eskalasi Intoleransi terhadap Ahmadiyah dan Kegusaran Presiden.
Oleh: Rohit Mahatir Manese
MEMASUKI tahun 2023, Jemaat Ahmadiyah Indonesia dihantam berbagai tindakan diskriminasi dan intoleransi.
Masih terngiang di kepala, pembubaran paksa Jalsah Salanah (silaturahmi tahunan) warga Ahmadiyah di Ngabel, Ponorogo, Jawa Timur-- yang dilakukan oleh MUI Ponorogo, Polres Ponorogo dan Camat Ngabel.
Muncul lagi intoleransi, diskriminasi dan ujaran kebencian diberbagai daerah.
Bahkan tindakan keji tersebut terjadi diwaktu yang sama.
Menurut Setara Institut ada tiga daerah terjadinya eskalasi konflik terhadap warga Ahmadiyah, yakni: Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat melalui Forum komunikasi daearah (Forkopimda) menerbitkan rekomendasi yang meminta kepada Pemerintah Kabupaten Sintang agar mengeluarkan Surat Edaran Bupati untuk melarang aktifitas Ahmadiyah.
Sementara, pada tanggal 2 Februari 2023 Forkopimda Sukabumi menyatakan sikap bahwa akan menyegel tempat ibadah Ahmadiyah di Parakansalak.
Pada saat yang sama, di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, tersebar di beberapa titik spanduk dan poster ujaran kebencian terhadap warga Ahmadiyah (Setara, 2023).
Fakta-fakta di atas semakin menambah beban warga Ahmadiyah, ibarat sudah jatuh malah tertimpa tangga.
Kegusaran Presiden
Padahal pada 17 Januari 2023 Presiden telah memperingatkan kepada kepala-kepala daerah seluruh Indonesia, saat acara Rapat koordinasi kepala daerah dan Forkpimda di SICC Bogor.
Presiden Jokowi menyampaikan tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan, dalam potongan pidatonya ia menyatakan:
‘’Mengenai kebebasan beribadah dan kebebasan beragama. Ini hati-hati.
Ini yang beragama Kristen, Katolik, Hindu Konghuchu.
Hati-hati. Ini memiliki hak yang sama dalam beribadah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.