Opini
Aib untuk Like
Ekspose aib tidak pernah menjadi jalan menuju kebaikan bersama. Ia hanyalah bentuk kekerasan simbolik yang merusak martabat manusia.
Suara Profetik Paus Fransiskus
Mendiang Paus Fransiskus berulang kali memperingatkan bahaya gosip dan ekspose aib. Dalam Pesan Hari Komunikasi Sedunia (2018), ia berkata: “Gosip adalah bentuk terorisme, karena kata-kata yang disebar bisa menghancurkan reputasi orang lain seperti bom.”
Dalam ensiklik Fratelli Tutti (2020), ia menulis: “Media digital bisa menjadi tempat komunikasi yang manusiawi, tetapi hanya jika kita menghindari agresi verbal, eksklusi, dan penyebaran berita negatif.” Paus Fransiskus menekankan bahwa komunikasi digital seharusnya memanusiakan, bukan merendahkan.
Pesan ini sangat relevan. Ekspose aib tidak pernah menjadi jalan menuju kebaikan bersama. Ia hanyalah bentuk kekerasan simbolik yang merusak martabat manusia.
Refleksi Teologis Lintas Agama
Fenomena ini juga dapat kita refleksikan dari perspektif berbagai agama, yang ternyata sepakat menolak budaya mempermalukan.
• Islam: Al-Qur’an melarang mencari-cari kesalahan orang lain (QS. Al-Hujurat: 12). Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barang siapa menutupi aib saudaranya, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat” (HR. Muslim). Prinsip kasih sayang ditegaskan, bukan pengumbaran.
• Katolik: Katekismus Gereja Katolik (KGK 2477) menegaskan bahwa setiap orang wajib menjaga nama baik sesamanya. Martabat manusia sebagai citra Allah hancur jika dijadikan tontonan.
• Protestan: Martin Luther menafsirkan larangan “jangan bersaksi palsu” sebagai kewajiban menjaga reputasi orang lain. Ekspose aib di era digital adalah bentuk pengkhianatan terhadap kasih Allah.
• Hindu: Manava Dharmasastra mengajarkan ahimsa (tidak menyakiti) dan satya (kebenaran). Membuka aib melanggar keduanya karena menyakiti batin orang lain dan merusak harmoni sosial.
• Buddha: Jalan Mulia Berunsur Delapan mengajarkan Ucapan Benar. Ekspose aib adalah ucapan yang menimbulkan penderitaan, menghasilkan karma buruk.
• Konghucu: Konfusianisme menekankan ren (peri kemanusiaan) dan li (tata krama). Membuka aib orang lain melanggar harmoni dan kebajikan moral (de).
Konsensus ini jelas: tidak ada agama yang membenarkan ekspose aib. Sebaliknya, semua menekankan penghormatan terhadap martabat manusia.
Implikasi
Fenomena “aib untuk like” membawa implikasi yang luas dan serius:
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.