Opini
Menakar SDGs Level Lokal: Antara Komitmen Global dan Birokrasi Lokal di Minahasa Tenggara
Namun, yang kerap luput dari sorotan adalah bagaimana cita-cita global ini diterjemahkan dalam praktik oleh pemerintah daerah di pelosok tanah air.
Penulis: Nielton Durado | Editor: Isvara Savitri
Oleh: Ardiansyah
ASN Minahasa Tenggara dan Mahasiswa Magister Politik Pemerintahan Universitas Gadjah Mada
Pada tahun 2015, dunia menyepakati sebuah peta jalan ambisius bernama Sustainable Development Goals (SDGs) yang memuat 17 tujuan global untuk mengakhiri kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan melestarikan lingkungan hingga tahun 2030.
Agenda ini bukan hanya milik negara-negara besar atau pemerintah pusat, tetapi juga memanggil peran daerah-daerah terpencil untuk turut serta dalam gerakan perubahan.
Namun, yang kerap luput dari sorotan adalah bagaimana cita-cita global ini diterjemahkan dalam praktik oleh pemerintah daerah di pelosok tanah air.
Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara di Provinsi Sulawesi Utara misalnya, dalam dokumen Rencana Pembangunan Daerah (RPD) 2024–2026 menunjukkan komitmen normatif terhadap SDGs.
Visi pembangunan yang dirumuskan menyebut perlunya peningkatan kualitas pendidikan, pengurangan kemiskinan, dan pelestarian lingkungan hidup.
Namun, ketika komitmen itu dihadapkan dengan realisasi anggaran dan data sosial ekonomi riil, tampak jelas bahwa SDGs di Minahasa Tenggara lebih banyak hidup dalam dokumen daripada menjadi kenyataan di lapangan.
RPD 2024–2026 memuat beberapa arah kebijakan dan program prioritas yang selaras dengan SDGs.
Misalnya pada bidang pendidikan, disebutkan rencana peningkatan akses dan kualitas pendidikan dasar serta penguatan infrastruktur PAUD.
Dalam sektor lingkungan, dicantumkan program pengendalian pencemaran dan pengelolaan sampah.
Sementara itu dalam penanggulangan kemiskinan, pemerintah menyebut penguatan UMKM dan bantuan sosial sebagai strategi utama.
Meski terlihat menjanjikan di atas kertas, banyak program tersebut berhenti pada tahap administratif, tanpa elaborasi mendalam mengenai target, indikator capaian, maupun metode monitoring yang selaras dengan standar SDGs (RPD Kabupaten Minahasa Tenggara, 2024).
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemkab Minahasa Tenggara (2024) memperkuat kesan bahwa implementasi SDGs belum menjadi orientasi kebijakan substantif.
Pada fungsi pendidikan, misalnya, realisasi anggaran mencapai Rp211,52 miliar atau sekitar 26,68 persen dari total belanja daerah.
Angka ini memang mencerminkan perhatian yang cukup terhadap sektor pendidikan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.