Opini
Joey Pelupessy
Joey bukan kubah, dinding berlapis granit, atau lantai marmer. Tapi hanya batu penjuru, makanya ia tak nampak.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Isvara Savitri
Tapi sesuatu yang sederhana itu terbukti kepingan yang hilang.
Selama ini kita tak pernah punya pemain nomor 6, pekerja keras dalam sunyi, yang sukses tanpa dipuja-puja.
Pemain nomor 10 sudah banyak, pun yang nomor 7 dan sayap.
Kita suka melihat mereka, riuh dalam gocekan, terbang dalam glamor dan sensasi.
Tapi Nyong Ambon ini mengajarkan kita mengenai kerendahan hati.
Baca juga: Info BMKG Cuaca di Sulawesi Utara Minggu 6 April 2025, Diperkirakan Berpotensi Hujan Ringan
Baca juga: Gempa Bumi Terkini Guncang Sulawesi Minggu 6 April 2025, Gempanya Baru Saja Terjadi Pagi Ini
Usai tampil gemilang lawan Bahrain, Joey pun dipuja-puja.
Bahkan dijuluki Rodri-nya Indonesia atau Xabi Alonso-nya PSSI.
Tapi Joey tetap merendah.
"Saya masih terlalu jauh, saya hanya ingin memberikan yang terbaik untuk Indonesia," kata dia.
Dari sepak bola, bangsa ini bisa berkaca kita terlalu riuh.
Glamor, sibuk pencitraan sana sini.
Para elite terjebak populisme.
Kebijakan seolah pro rakyat, tapi sesungguhnya hanya menara mercuruar, yang terlalu jauh dari hati bangsa yang menderita.
Kerja keras, jujur, efektif dan berorientasi pada rakyat, namun sunyi, jauh dari puja puji.
Itulah kepingan bangsa yang hilang.(*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.