Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Mahkamah Konstitusi

Eks Napi Korupsi di Sumatera Barat Menang Gugatan di MK, KPU RI Harus PSU Khusus DPD RI Sumbar

Imran diketahui melayangkan gugatan ke MK, lantaran namanya tak terdata di daftar calon tetap (DCT).

Editor: Alpen Martinus
Kolase Tribun Manado
Suasana sidang sengketa Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi pada Selasa 28 Mei 2024. 

Irman menegaskan, berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) MA ia dijerat Pasal 11 UU Tipikor yang ancamannya 1-5 tahun penjara, bukan 5 tahun atau lebih.

Ketiga soal bunyi putusan PK yang memberinya hukuman tambahan pencabutan hak politik 3 tahun.

Irman menganggap, putusan pidana yang secara khusus menghukum dirinya ini lebih utama ketimbang aturan yang lebih umum berupa masa tunggu 5 tahun.

"Dalam hal seseorang dicabut hak politiknya seumur hidup, apakah setelah jeda 5 tahun berdasarkan norma dalam kedua Putusan Uji Materiil tersebut, yang bersangkutan lantas diperbolehkan ikut berkontestasi? Tentu saja tidak! Sebab, yang berlaku adalah putusan hakim pidana secara lex specialis," kata Irman dalam gugatannya ke PTUN Jakarta.

"Bahwa dengan demikian, seharusnya terhadap diri Penggugat, putusan hakim pidana yang mencabut hak politik selama 3 tahun itulah sebagai lex specialis," tambah dia.

Semua dalil itu dikabulkan PTUN Jakarta pada 19 Desember 2023. KPU punya waktu 3 hari untuk mengeksekusi putusan itu dengan memasukkan naka Irman ke dalam DCT, namun KPU tak kunjung melakukannya.

KPU tetap bersikeras, saat penetapan DCT pada 2023 itu, Irman belum melewati masa tunggu minimum 5 tahun usai bebas murni pada 2019, dan baru dianggap selesai menjalani masa tunggu per 26 September 2024.

Dikuatkan MK Ada banyak pertimbangan Mahkamah memerintahkan digelarnya pemilu ulang demi mengakomodasi eks koruptor ini, namun pada intinya MK menyoroti putusan PTUN Jakarta yang menguntungkan Irman.

MK beralasan, dalam pertimbangan putusan itu, PTUN Jakarta berkeyakinan bahwa Irman bukan terpidana yang diancam pidana 5 tahun atau lebih.

Sehingga, menurut MK mengutip putusan PTUN Jakarta, Irman dianggap tak terikat dengan keharusan menunggu masa jeda 5 tahun setelah bebas murni untuk bisa mencalonkan diri.

Mahkamah berpandangan, KPU seharusnya segera mengeksekusi putusan berkekuatan hukum tetap tersebut, terlebih perkara itu memang menjadi wewenang PTUN Jakarta untuk memutus.

MK pun menyoroti KPU yang tak menggubris sama sekali putusan PTUN Jakarta, melewati batas waktu 3 hari setelah putusan dibacakan, termasuk mengabaikan teguran dan perintah kedua setelah Irman meminta permohonan eksekusi dari PTUN Jakarta.

"Setelah dipanggil secara patut, Termohon (KPU RI) pada panggilan pertama pada tanggal 28 Desember 2023 tidak hadir, dan pada panggilan kedua pada tanggal 4 Januari 2024 yang dihadiri oleh perwakilannya menyatakan tidak akan melaksanakan Putusan PTUN Jakarta 600/2023," ujar Suhartoyo membacakan pertimbangan putusan.

Majelis hakim juga menyinggung surat Bawaslu Nomor 1049/PS.00.00/K1/12/2023 bertanggal 21 Desember 2023 yang pada pokoknya menegaskan agar KPU RI menindaklanjuti putusan PTUN itu.

Mahkamah juga mengungkit bagaimana DKPP, berdasarkan aduan Irman, menjatuhkan saksi peringatan keras kepada para komisioner KPU RI karena tak kunjung memasukkan nama Irman ke dalam DCT Pileg DPD 2024 dapil Sumatera Barat.

Halaman
1234
Sumber: TribunMedan.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved