Opini
Kebebasan Akademis dan Merawat Demokrasi
Kebebasan akademik adalah jantung dari kehidupan universitas dan kebebasan berpikir dari semua insan intelektual
Yang saya khawatirkan, jangan-jangan mereka tidak cukup cerdas untuk melihat masa depan negeri ini, hanya karena ingin memuaskan nafsu dan kepentingan pribadinya, sehingga menghalalkan semua cara dengan melabrak secara terbuka konstitusi yang melarang mereka melakukan tindakan brutal seperti ini.
Kritik para akademisi tidak berada dalam ruang hampa, tapi sarat makna dan intelektualitas yang memberi ruang kepada kehidupan berbangsa dan bernegara. Kritik dari para intelektual ini adalah konstruksi berbangsa dan bernegara karena dilandasi dengan filosofi menyatakan kebenaran dan berbasis pada kebenaran ilmiah dan itu tidak bisa dikatakan sebagai partisan.
Mereka yang gagal paham selalu mengkritik balik para intelektual sebagai orang yang hanya mencari sensasi yang selama ini hanya berdiri di menara gading, padahal justru para ilmuwan memiliki peran besar dalam tridarma perguruan tingginya, yang selalu menuntun masyarakat untuk memberikan pencerahan, bukan hidup tanpa panduan dan melakukan semua aktivitas tanpa pertimbangan.
Pemerintah yang selama ini telah jelas melakukan penyalahgunaan jabatan, berarti telah melanggar sumpah jabatan dan amanah yang diberikan rakyat kepada mereka.
Korupsi kolusi dan nepotisme selalu erat dalam jabatan birokrasi dan mereka menciptakan otoriter baru dalam pemerintahan, sehingga menciderai sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini harus dikritik tentu saja secara terbuka, karena akan menghancurkan peradaban demokrasi yang selama ini dibangun agar negara menjadi sejahtera menuju welfare-state.
Hari ini kita melihat ada begitu banyak pelanggaran yang dilakukan oleh para pejabat negara termasuk Presiden dengan melanggar dan menabrak konstitusi, dan inilah yang menjadi inti dari substansi kritik kepada mereka oleh para akademisi. Menghalangi akademisi dengan melakukan intimidasi kepada mereka untuk menekan mereka agar tidak bersuara keras adalah upaya membungkam suara kebenaran dan menciptakan peradaban mulia.
Ini kesalahan dari negara jika tindakan supresif terus dilakukan di banyak perguruan tinggi dengan berbagai cara, kadang menjadi pertaruhan dari para ilmuwan adalah jabatan mereka di kampus dan ini membuat beberapa akademisi menjadi takut menyuarakan kritik karena terancam dari posisinya.
Tapi jika kritik itu adalah untuk kemaslahatan rakyat, seharusnya tidak ada keraguan dan ketakutan dari para akademisi untuk mengkritik tajam pemerintah yang sudah menjadi otoriter, demi menyelematkan masa depan demokrasi bangsa dan negara ini. Semakin banyak orang diam dan pembungkaman terus terjadi akan menjadi preseden buruk bagi matinya demokrasi kita. Kita akan menuju masa kegelapan jika ini tidak disuarakan dengan keras.
Kaum intelektual dan rakyat harus Bersatu untuk melawan semua kezaliman dan arogansi kekuasaan. Tidak ada kesejahteraan dan kemakmuran di negara yang otoriter. Mereka mengatakan bahwa kita adalah negara demokrasi tapi praktiknya sesungguhnya adalah otoritarian. Kita harus membantahnya dengan tegas bahwa demokrasi sedang terancam dan perlu dikembalikan pada posisi semula.
Demokrasi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja hari ini, jika menggunakan begitu banyak kasus dari kacamata para intelektual, dan tentu saja ini bukan kabar baik untuk bangsa kita. Karena majunya pembangunan di suatu negara tergantung dari partisipasi rakyat yang lebih besar untuk membangun dan tidak dihalangi untuk melakukan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tugas negara seharusnya melindungi para akademisi agar mereka bersuara keras untuk mengkritik pemerintah. Seperti yang terjadi di Jepang, ada sebuah forum intelektual yang dibentuk dan tugasnyan adalah mengkritisi semua kebijakan pemerintah dan mereka dibiayai untuk itu.
Artinya, negara bukannya alergi terhadap kritik dari para akademisi, tapi harus menampung semua kritik itu demi kemajuan sebuah bangsa. Menganggap kritik para akademisi sebagai ancaman terhadap kredibilitas pemerintah adalah sebuah perilaku konyol bahkan kalau boleh dibilang ini seperti badut yang memakau jubah birokrat.
Di negara-negara yang lebih maju dan beradab pemerintahannya, mereka sangat terbuka terhadap kritik itu dan para intelektual aman di sana untuk mengkritik keras kebijakan pemerintahnya, karena nilai etika dan moral sangat dijunjung tinggi.
Kita berharap bahwa Indonesia tidak terjerembab lebih jauh masuk ke jurang kehancuran demokrasi karena minimnya pengetahuan dasar tentang berdemokrasi dari pimpinan negara termasuk Presiden dan lembaga-lembaga tinggi negara.
Mereka bukan penguasa di negeri ini, tapi rakyatlah dengan bantuan para intelektual yang berkuasa untuk menopang negeri ini menuju kepada kesejahteraan dan kemakmuran yang diidamkan. Kita semua perlu merawat demokrasi karena itu adalah pilihan kita semua, jangan pernah kembali ke era sebelumnya yang membuat kita terus ketinggalan dari negara lain dalam banyak hal. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.