Ancaman Zoonosis di Sulut
Masyarakat Sulut Konsumsi 12 Ribu Ekor Kelelawar per Hari, Pengucapan dan Natal Capai 100 Ribu Ekor
Satu pedagang di Pasar Ektrim Kawangkoan bisa menjual 70 hingga 100 kilogram kelelawar hanya dalam waktu 3 jam saja.
Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
Juga adanya siaran di televisi berjejaring nasional yang kerap kali menayangkan kuliner ekstrem dari Minahasa.

Menurut Jusuf, belum adanya aturan dan larangan mengenai perburuan kelelawar menjadi kendala dalam upaya pencegahannya. Sementara dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, diketahui hanya kelelawar kalong talaud atau Pteropus pumilus yang dilindungi. Meski begitu, di tengah belum berpihaknya hukum karena tak ada aturan perundang-undangan, tetap perlu adanya upaya lebih untuk meredam kebiasaan masyarakat Minahasa mengonsumsi daging satwa liar.
“Cara yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan kelelawar hitam dan juga masyarakat Minahasa dari ancaman zoonosis yaitu dengan mengedukasi masyarakat, agar tidak memburu dan konsumsi berlebihan,” ujar Jusuf.
Jusuf juga membeberkan jumlah pemburu kelelawar asli Sulawesi Utara. Kata Yusuf, jumlah pemburu kelelawar yang ada di Sulawesi Utara di tahun 2015 itu sekitar 168 pemburu.
Namun di tahun 2018 terjadi penurunan. Itu karena tak ditemukannya lagi kelelawar di Sulawesi Utara.
Meski begitu, para pemburu kelelawar itu berpindah tempat dan mengajarkan cara berburu di kota lain. Salah satu lokasi yang jadi tempat buruan adalah Kendari, Sulawesi Tenggara.
“Mereka yang pergi ke Kendari dan daerah Sulawesi lainnya itu untuk jadi pelatih dan mengajarkan cara berburu kelelawar di sana,” ungkap Jusuf.
KKS, BKSDA Sulut dan FAO Ectad Indonesia sependapat, seandainya kelelawar tak diburu secara besar-besaran, tentu hal ini bisa menguntungkan banyak pihak. Bukan hanya petani durian saja. Namun juga masyarakat Minahasa dan warga Sulawesi Utara pada umumnya.
Di tambah lagi belum direvisinya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem juga dinilai menjadi pemicu tingginya angka pemburuan dan konsumtif satwa liar termasuk kelelawar di Sulawesi Utara.
UU No. 5 Tahun 1990 ini pun dinilai perlu direvisi segera.
Diketahui dalam UU No 5 1990 itu dinilai hukumannya terlalu ringan menjerat para pelaku, belum lagi aturan yang ada saat ini masih belum mampu melindungi kawasan konservasi dan satwa dilindungi. UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem ini dinilai memiliki sejumlah kelemahan, seperti pemberian sanksi rendah atas pelanggaran pidana, denda yang rendah atas kejahatan terhadap sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya, peran kelembagaan dalam menjaga wilayah konservasi dan ekosistemnya juga masih lemah. (Ind)
Baca Berita Lainnya di: Google News
Sulut
kelelawar
pengucapan
Natal
Pasar Langowan
Pasar Kawangkoan
Pasar Tomohon
Konservasi Kelelawar Sulawesi
Jusuf Kalengkongan
paniki
Penerapan Konsep One Health di Tengah Kebiasaan Masyarakat Sulut Menjual dan Mengonsumsi Satwa Liar |
![]() |
---|
Ternyata Hanya 3 Hewan ini yang Dimakan Leluhurnya Orang Minahasa, Ular dan Kelelawar Tak Termasuk |
![]() |
---|
Minahasa Berpotensi Jadi Daerah Penyebar Penyakit, Minum Saguer, Jual dan Makan Paniki Jadi Pemicu |
![]() |
---|
Kisah Tini Kondoj, Penjual Hewan Ekstrim Pasar Kawangkoan Minahasa, Jarinya Sering Digigit Kelelawar |
![]() |
---|
Ancaman Zoonosis di Balik Perdagangan dan Konsumsi Satwa Liar di Minahasa Sulawesi Utara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.