Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

OPINI

Peserta Didik dan Demam Ranking Satu

Setiap Senin hingga Sabtu, ia harus berangkat dari rumah di lereng gunung menuju sekolah pada jam 05.00 pagi agar tidak terlambat.

Dokumen IAIN Manado
Dosen FTIK IAIN Manado Abdul Muis Daeng Parewo 

Melihat hasil capaian sang anak yang tidak memuaskan, tidak jarang orang tua sering melancarkan protes keras hingga pukulan fisik kepada sang anak.

Hal tersebut pernah dialami sahabat sekelas saya waktu Sekolah Dasar. Namanya berinisial ‘AP’.

Orang tuanya petani desa dan tinggal di lereng gunung yang berjarak sekitar 3 KM dari sekolah.

Setiap Senin hingga Sabtu, ia harus berangkat dari rumah di lereng gunung menuju sekolah pada jam 05.00 pagi agar tidak terlambat.

Ia juga harus melewati sungai kecil setinggi lutut orang dewasa. Proses menyeberangi sungai ini biasa dijalani dengan membuka baju seragam, memasukkannya ke dalam tas sekolah dan diangkat setinggi mungkin agar tidak basah.

Beberapa kali seragamnya basah karena terjatuh, atau volume air sungai yang naik. Ia juga sering menerima pukulan fisik dari guru karena terlambat dan baju seragamnya yang basah dan kotor.

Setiap penerimaan raport ia selalu berada di peringkat terakhir atau kedua sebelum paling terakhir. Pernah juga dia ketinggalan kelas sebanyak dua kali.

Di saat acara penerimaan raport, seluruh wali murid (orang tua) akan diundang. Peraih peringkat satu hingga peringkat tiga akan diumumkan dan dipanggil di atas panggung untuk menerima hadiah.

Kepala sekolah dan guru memberikan apresiasi kepada siswa yang meraih ranking, seraya mendoakan semoga cita-cita tercapai.

AP dan juga teman-temannya yang dapat peringkat akhir, akan mendapatkan bagiannya di rumah. Ketika saya ke rumah AP, saya mendapatinya menangis.

Adik AP mengatakan kalau kakaknya baru saja mendapatkan marah dan pukulan fisik dari ayah dan ibunya karena memperoleh ranking dua puluh.

Teman-teman saya yang dapat peringkat akhir juga mendapat perlakuan yang sama. Sesampainya di rumah, orang tua mereka dengan serta merta melancarkan kritikan tajam bahkan tak jarang makian dan pukulan fisik.

Waktu itu, saya tidak terlalu peduli dengan peristiwa tersebut meskipun ada rasa kasihan kepada sahabat saya yang mendapat perlakuan demikian.

Namun makin kesini, saya menyadari bahwa apa yang dialami AP dan sahabat-sahabat senasibnya, merupakan kesalahan pendidikan yang sangat fatal.

Sebagaimana yang dikemukakan Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk bahwa peserta didik tidak boleh dilihat dari aspek kecerdasan kognitif semata, melainkan juga dari aspek delapan kecerdasan lainnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved