Tajuk Tamu
Makna dan Sejarah Qing Ming
Saat ini umat Khonghucu sedang melaksanakan kewajiban ibadah kepada para leluhur, orangtua dan keluarga yang telah meninggal dunia.
Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Chintya Rantung
Adapun penggunaan simbol-simbol persembahyangan dengan tradisi Ming Qi menurut ajaran agama Khonghucu harus dilakukan secara Kesusilaan.
Kini, dengan adanya perkembangan jaman di era media sosial, kita bisa melihat penggunaan simbol Ming Qi, banyak yang tidak lagi berlandaskan Kesusilaan.
Kalau dulunya hanya membakar kertas emas Jin Zi (Kim Coa) maupun kertas perak Yin Zhi (Gin Coa) serta simbol lainnya, semakin aneh saja simbol yang digunakan misalnya dibakar replika mobil dan motor dari kertas bahkan ada yang membakar replika pesawat tempur dan tank peralatan untuk peperangan.
Jelas hal ini telah lari dari makna luhur persembahyangan Qing Ming / Cheng Beng.
Hakekat persembahyangan Qǐng Ming atau Cheng Beng adalah melakukan ziarah ke pekuburan atau makam orangtua dan Leluhur serta saudara kemudian melaksanakan persembahyangan disajikan makanan dan minuman sebagai perwujudan rasa hormat dan laku bakti Xiào.
Selayaknya persembahyangan tidak dilaksanakan di rumah terkecuali berada diluar daerah jauh dari makam atau tidak dimakamkan tapi dikremasi.
Tidak susila jika ada makam keluarga atau orangtua serta leluhur tapi melaksanakan persembahyangan di rumah dan tidak membersihkan sekaligus merawat makam tersebut.
Jika ditilik latar belakang sejarahnya maka asal muasal berziarah ke makam sudah ada sejak kisah pejabat yang bernama Jie Zhi Tui orang kepercayaan Chong Er Bangsawan dari negara Jìn pada masa Periode Musim Semi dan Musim Gugur (Chun Qiu) yakni sejaman dengan kehidupan Nabi Kong Zi.
Saat peristiwa kisah patriotik tokoh yang bernama Jie Zie Tuo terbunuh dalam hutan yang dibakar oleh Chong Er hingga diperingati sebagai hari Han Shi Jie artinya orang tidak diijinkan menggunakan api untuk memanaskan makanan, yang kemudian dijuluki Festival Makanan Dingin.
Jaman selanjutnya, saat Kaisar Tang Xuan Zong pada tahun 732 jaman Dinasti Tang (618 - 907) memerintahkan takyatnya untuk melaksanakan persembahyangan sekaligus berziarah ke makam leluhur yang disebut Festival Qing Ming / Qing Ming Jie.
Sejarah berikutnya, saat Kaisar Zhu Yuan Zhangatau Kaisar Hong Wu atau Hong Wu Di (21 Oktober 1328 – 24 Juni 1398) pendiri Dinasti Ming (1368-1644), yang berkuasa sejak tahun 1368–1398 kemudian dikisahkan mencari makam orangtuanya setelah peperangan kemudian melahirkan tradisi meletakkan kertas perak yin zhi (gin coa) di atas makam yang maknanya untuk menandai telah diadakan ziarah dan persembahyangan.
Satu tahun setelah Indonesia Merdeka, tepatnya pada tahun 1946, Pemerintah Indonesia melalui Presiden Soekarno menerbitkan Penetapan Pemerintah tentang hari raya Nomor 02/OEM-1946.
Khusus bagi kalangan Tionghoa yang mayoritas pemeluk agama Khonghucu ditetapkan empat hari raya yakni Perayaan tahun baru Imlek, Hari Lahir Nabi Kǒngzǐ Khongcu, Qing Ming atau Cheng Beng dan Hari Wafat Nabi Kong Zi atau Khongcu.
Saat ini pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan perayaan tahun baru Imlek sebagai hari libur Nasional.
Dan untuk pertama kalinya di tahun 2023 ini, pemerintah RI melalui Kementrian Agama memberikan ucapan selamat hari raya Qing Ming / Cheng Beng bagi umat Khonghucu.
Konsekuensi Pembatalan Presidential Threshold |
![]() |
---|
Patronase Birokrasi: Antara Netralitas dan Keterpaksaan ASN Bumi Nyiur Melambai |
![]() |
---|
Gerakan Alumni Peduli FK Unsrat: Seratus Ribu Berjuta Makna |
![]() |
---|
Manfaat Penggunaan QRIS untuk Pelaku UMKM di Manado Sulawesi Utara |
![]() |
---|
Peran Generasi Millenial, Smart Agriculture dalam Kedaulatan Pangan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.