Opini
Hari Toleransi Internasional dan Dasar Struktural Intoleransi di Indonesia
Perayaan ini ditetapkan agar terciptanya kesadaran bersama untuk menghargai perbedaan budaya, ras, etnis maupun agama yang sangat beragam di dunia ini
SKB menetepkan bawa untuk mendirikan rumah ibadah harus memiliki izin tertulis dari 60 warga di sekitar pembangunan, memiliki rekomendasi dari kementerian agama, FKUB dan kelurahan serta mengumpulkan KTP sebanyak 90 orang yang mendukung pembangunan rumah ibadah tersebut.
Sebelumnya juga sejak orde baru telah ada kebijakan dalam bentuk yang sama yakni peraturan bersama antara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama tahun 1969.
SKB 2006 dan 1969 ini menjadi faktor pendukung atas sulitnya pendirian rumah ibadah di Indonesia, apalagi pendirian gereja, karena agenda utamanya adalah untuk menghalau kristenisasi yang telah menjadi isu hangat di era 1960-an.
SKB ini turut memperumit pendirian Gereja HKBP Maranatha Cilegon karena menjadi alasan struktural kelompok yang menolak atas pendirian Gereja HKBP di Cilegon.
Selain dua kebijakan di atas, ada juga SKB 3 Menteri Nomor 3 Tahun 2008 tentang peringatan dan perintah terhadap Jemaat Ahmadiyah di Indonesia.
SKB menjadi legitimasi bagi gerakan garis keras untuk berbuat sesukanya kepada warga Ahmadiyah, akibat kebijakan ini banyak warga Ahmadiyah diserang, dipersekusi bahkan diusir dari kampungnya.
Sebenarnya masih banyak peraturan yang menciptakan dan mendukung tindakan intoleransi baik secara nasional maupun secara lokal.
Faktor struktural yang lain adalah sikap negara yang sering abai saat persekusi, kriminalisasi dan intoleransi sedang berlangsung.
Realitasnya pada September tahun 2021 saat terjadi penyerangan masjid Miftahul Huda milik warga Ahmadiyah di Desa Balai harapan, Sintang, Kalimantan Barat.
Tampak dalam video yang beredar terdapat aparat kepolisian di lokasi kejadian, namun mereka tidak menghadang massa yang banal.
Sikap ini semacam memberikan karpet merah terhadap massa untuk menghancurkan masjid Miftahul Huda.
Baca juga: Warga di Manado Sulawesi Utara Jadikan TKB Sebagai Tempat Nongkrong, Foto-foto hingga Bikin PR
Sikap pembiaran negara yang lain adalah memberikan impunitas terhadap perilaku intoleran padahal sangat jelas penyerangan rumah ibadah, pembakaran serta penganiayaan terhadap penganut agama yang berbeda merupakan pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Meski pemerintah melalui Kementerian Agama negara mendeklarasikan tahun 2022 sebagai tahun toleran, akan tetapi kehidupan di Indonesia masih dihantui oleh intoleransi.
Menurut catatan Imparsial tahun 2022 telah terjadi 25 peristiwa intoleransi di Indonesia.
Toleransi bisa diwujudkan bersama, asal secara struktural negara serius membuat kebijakan yang mendukung terselenggaranya kehidupan yang damai dan harmonis.
Memang telah ada kebijakan di Negara ini dalam mendukung terlaksanakannya kehidupan yang rukun dan toleran.
Namun akan menjadi sia-sia jika tidak dipikirkan kembali peraturan yang mendukung bahkan mewujudkan intoleransi di Indonesia. (*)