Sidang Kasus Pemecah Ombak di Likupang
Sidang Kasus Pemecah Ombak, Bupati Minut Kembali Tak Hadir, Mantan Kapolres Manado Bantah Terlibat
Vonnie Anneke Panambunan (VAP), Bupati Minahasa Utara kembali tak hadiri persidangan kasus dugaan korupsi proyek pemecah ombak
Penulis: Nielton Durado | Editor: Aldi Ponge
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Vonnie Anneke Panambunan (VAP), Bupati Minahasa Utara kembali tak hadiri persidangan kasus dugaan korupsi proyek pemecah ombak Likupang Timur, Minahasa Utara yang diduga merugikan negara sebesar Rp 8,8 miliar.
VAP punya alasan sedang menjalankan tugas negara sehingga belum sempat memenuhi panggilan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di PN Manado sebagai saksi.
Kepala Bagian (Kabag) Humas Pemerintah Kabupaten Minut, Kresto Palandi, Senin (3/9/2018) mengatakan, Bupati Vonnie memiliki banyak kegiatan.
VAP melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.
“Ada kegiatan di mana-mana. Banyak undangan di sana-sini,” katanya kepada tribunmanado.co.id, Senin (3/9/2018) kemarin.
Baca: Inilah 3 Negara yang Berada dalam Wilayah Negara Lain
Baca: 5 Fakta di Balik Penembakan di Simpang Pasteur Bandung
Kata Palandi, tugas itu merupakan tugas negara. Belum ditambah tugas luar daerah.
Kasus di Desa Likupang itu kembali disidangkan di PN Manado, dengan terdakwa mantan Direktur Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Junjungan Tambunan, Senin (3/9/2018)
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bobby Ruswin dan timnya menghadirkan tiga saksi, yakni Robby Moukar, Rosa Tindajoh dan Steven Solang.
Steven Solang, terterpidana dalam kasus ini mengatakan, proyek itu dikerjakan oleh Rio Permana, mantan Kapolresta Manado.
“Proyek itu memang dikerjakan oleh Rio Permana. Saya pikir awalnya dia sudah bekerja sama dengan PT MMM selaku kontraktor,” ujar dia.
Solang mengaku beberapa kali melihat Rio di lokasi dan memberikan instruksi dalam pekerjaan.
“Memang berapa kali saya lihat dia di lokasi dan seakan memberi instruksi,” ujar dia.
Baca: Deretan Pujian Media Internasional untuk Indonesia yang Sukses Gelar Asian Games 2018
Baca: Kronologi Penipuan Terhadap Pelatih Tinju Uni Emirat Arab Oleh Warga Palestina di Jakarta
Rio Permana ketika dihubungi tribunmanado.co.id, membantah hal itu.
“Saya tidak kenal dengan Steven Solang. Proyek itu dikerjakan oleh Robby Moukar. Ini tidak ada hubungan dengan saya,” ujar Mantan Kapolres Manado itu.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Vincentius Banar berjalan sekitar dua jam.
Diketahui dugaan korupsi pemecah ombak ini bergulir di Kejati Sulut sejak tahun 2016.
Kasus ini dilaporkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menemukan keganjalan proyek berbanderol Rp 15 miliar tersebut.
Proyek tidak melaui proses tender melainkan penunjukkan langsung.
Baca: Menteri Pertahanan Israel Sebut Negosiasi dengan Palestina Tak Ada Gunanya
Baca: Inilah 5 Manfaat Tidur Telanjang, Diantaranya Membantu Kehidupan Seksual
Kejati Sulut kemudian menyeret tiga terdakwa ke meja hijau. Rosa Tindajoh, mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Minut, Robby Moukar selaku kontraktor, dan Steven Solang selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Pengadilan lalu memutuskan terdakwa Rosa dan Steven empat tahun penjara. Sedangkan Robby dipidana selama 2 tahun.
Tak lama kemudian, Kejati Sulut juga menetapkan satu tersangka baru, yakni Direktur BNPB bernama Junjungan Tambunan dan sedang menjalani pesidangannya di PN Manado.
Dari dakwan JPU, dalam kasus ini terdapat kerugian negara sebesar Rp 8,8 miliar.
Terdakwa Rosa Tindajoh mengakui membawa kardus yang diketahui berisi uang dari Kota Manado ke Jakarta.
Baca: Simak 5 Fakta Indonesia di Asian Games 2018
Baca: Amankah Kafein bagi Wanita Hamil?
Pengakuan mantan Kadis BPBD Minut ini disampaikan saat bersaksi dalam kasus pemecah ombak Desa Likupang dengan terdakwa Junjungan Tambunan di PN Manado, Senin (3/9/2018).
“Saya memang ke Jakarta membawa dus, tapi itu dititip melalui kargo,” aku dia. Ia mengaku tidak melihat langsung isi dari dus tersebut. “Tapi kata orang bank yang mengantar ke bandara isinya adalah uang,” bebernya.
Sesampainya di Jakarta, Rosa bersama Steven Solang, dan Steven Koloay langsung menggunakan angkutan online dan menuju Kantor BNPB untuk bertemu terdakwa Junjungan.
“Kami kemudian diperintahkan memindahkan kardus tersebut ke mobil Alphard putih yang sudah terlebih dahulu ada di Kantor BNPB,” ujar dia.
Baca: 3 Warga Tewas saat Bersihkan Sumur di Merauke
Baca: Sikapi Gerakan Tagar Politik, Tim Kampanye Jokowi-Maruf Minta Polisi Adil
Mobil itu ternyata milik Bupati Minut Vonnie Anneke Panambunan.
“Setelah itu, kami masuk untuk presentasi di ruangan Pak Junjungan, tapi Pak Steven Solang tetap di mobil. Usai presentasi saya langsung keluar dan masih ada Ibu Bupati di dalam ruangan itu,” ujar dia.
Usai memberikan keterangan, kuasa hukum Junjungan menanyakan apakah Rosa melihat langsung Bupati VAP menyerahkan uang itu pada kliennya.
“Saya tidak lihat, karena sudah pulang duluan,” jawabnya.
Sementara itu, JPU Bobby Ruswin mengatakan ada 10 saksi yang dipanggil dalam sidang hari ini.
“Di antaranya Kombes Pol Rio Permana, VAP, Alexander Panambunan, Dicky Lengkey,” ujarnya.
Ia menambahkan untuk VAP sudah memasukkan surat pada pihaknya. “Yang lainnya tidak ada keterangan,” pungkasnya.

Pengadilan Tinggi Tambah Hukuman Rosa
Upaya banding terdakwa Rosa Tindajoh atas putusan majelis hakim Tipikor PN Manado, malahan berakhir dengan ketambahan hukuman.
Juru Bicara Hakim PN Manado, Vincentius Banar pun telah membenarkan turunnya salinan putusan banding berkas Rosa dengan sanksi pidana 5 tahun penjara.
Keputusan itu telah dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Manado yang diketuai Sadjidi dengan Hakim Anggota, Imanuel Sembiring dan Andreas Lummie.
“Benar putusan banding Rosa telah turun sejak tanggal 20 Agustus 2018. Putusanya naik,” terang Banar.
Baca: Rupiah di Bawah Tekanan Eksternal
Baca: Olly Sambut Peraih Emas Asian Games: Atlet Sulut Sumbang 17 Medali
Seperti diketahui, dalam perkara korupsi proyek pemecah ombak di Desa Likupang II, Kabupaten Minut, terdakwa Rosa telah dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim PN Manado bersama dua terdakwa lainnya, Senin (2/7/2018) lalu.
Dimana, terdakwa Rossa dan Stevenson telag diganjar pidana selama 3 tahun 6 bulan penjara dengan denda sebesar Rp 50 juta, subsidair 3 bulan penjara.
Sementara itu, pada sidang lalu, pihak JPU telah menuntut pidana terdakwa Rosa dan Stevenson dengan pidana 6 tahun penjara.
Namun, Majelis Hakim PN Manado dan PT Manado ternyata memiliki pertimbangan lain, sehingga vonis yang diberikan terhadap Rosa tidak mengacu pada tuntutan JPU. (nie)