Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini

Spirit Muharam: Saatnya Berdamai dengan Alam

Mengambil manfaat atasnya bukanlah kesalahan, tapi bagaimana untuk tetap merawatnya hingga alam pun mencintai kita.

Kolase/HO
Prof. Dr. Ahmad Rajafi, M.HI 

Oleh: Buya Prof. Dr. Ahmad Rajafi, M.H.I
Rektor IAIN Manado 

BULAN MUHARAM merupakan penanda masuknya tahun baru dalam kalender Islam (Hijriyah) dan kali ini sudah memasuki tahun 1447 Hijriyah.

Bulan Muharam juga menjadi simbol transformasi (hijrah) umat Islam sebagaimana yang diawali oleh Nabi Muhammad shallallah 'alaihi wa sallam dengan membangun komunitas beradab (tamaddun) di satu tempat bernama Yatsrib, selanjutnya bertransformasi menjadi Madinah (pusat peradaban).

Pada dimensi modern, Muharam seharusnya menjadi simbol gerakan baru untuk mentransformasi peradaban yang awalnya didominasi oleh kepentingan manusia dengan trilogi kerukunannya yakni:

  1. Kerukunan internal umat beragama
  2. Kerukunan antarumat beragama
  3. Kerukunan ntara umat beragama dengan pemerintah

Menuju trilogi jilid dua yang memiliki kepentingan kemaslahatan bersama, khususnya kepentingan menjaga bumi yang menjadi rumah manusia, sebagaimana yang digagas oleh Menteri Agama RI Prof. KH. Nasaruddin Umar yakni

  1. Kerukunan manusia dengan Tuhan
  2. Kerukunan Antar sesama manusia
  3. Kerukunan manusia dengan alam.

Konsepsi trilogi kerukunan jilid dua di atas merupakan cabang dari tubuh besar berupa ekotiologi dengan akar yang terhujam kuat di dalam tanah berupa Kulikulum Cinta.

Harapannya muncul buah-buah manis nan segar yang menghadirkan semangat damai antara manusia dengan alam, sehingga bumi dengan sukarela akan turut mewujudkannya yakni antar manusia dan alam senantiasa saling menjaga. 

Perlu Direnungkan

Menjadi maklum bahwa alam selama ini dinikmati bahkan dikuras hingga tak tersisa saripatinya lagi.

Semua demi kepentingan bisnis personal maupun kolektif, namun berbalut alasan 'demi kepentingan dan kemaslahatan manusia'.

Bahkan tak takut menggunakan dalil-dalil agama supaya semua orang percaya. Serakus dan seserakah itukah manusia saat ini? 

Selayaknya perlu direnungkan kembali jati diri manusia yang dideklarasikan oleh Tuhan sebagai khalifah fi al-ardh (wakil Tuhan di muka bumi).

Perenungan atas problem manusia saat ini terhadap alam mesti terwujudkan, hingga lahir aksi-aksinya nyata untuk berdamai antara manusia dengan alam.

Untuk hal ini, ada upaya - meskipun kurang sempurna - dari sivitas akademika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado yang mencoba mengambil peran dengan membersihkan sampah-sampah dipinggir pantai.

Aksi itu dilakukan di Kima Bajo, Kabupaten Minahasa Utara, bersama masyarakat sekitar yang dilaksanakan pada Sabtu 5 Juli 2025.

Ketidak sempurnaan upaya di atas karena belum menyentuh semua orang untuk bergerak bersama. Setidaknya giat-giat IAIN Manado mampu meng-influence semua pihak untuk bergerak bersama.

Karena pada Desember 2024, IAIN Manado bersama Gusdurian Manado telah mengajak para tokoh-tokoh agama dan kepercayaan lokal untuk merumuskan kesepahaman bersama berdasar Deklarasi Istiqlal tentang pentingnya menjaga bumi

Lalu pada awal Juli 2025, bertepatan bulan Muharam 1447 H, IAIN Manado bergerak untuk mengimplementasikannya.

Laut Beserta Ekosistemnya

Perlu diingat bahwa Sulawesi Utara terkenal dengan keindahan laut beserta ekosistemnya, dari pantainya hingga biota lautnya. 

Bahkan ikan-ikannya yang bermacam-macam tidak hanya nikmat untuk disaksikan dalam rekreasi bahari, tapi juga nikmat untuk dikonsumsi. 

Setidaknya data menunjukkan bahwa luas pantai di Sulawesi Utara mencapai 2.395,99 km dengan zona ekonomi eksklusif seluas 190.000 km⊃2; (Wikipedia).

Namun kini sampah mulai meraja lela. Terumbu karang terus rusak karena tangan-tangan nakal manusia, bahkan ikan-ikan sudah tak seindah dulu lagi.

Lautan dengan pantainya yang indah adalah warisan besar dari Tuhan bagi manusia. 

Kalau kita amat serius dengan urgensi mengelus kepala anak yatim di bulan Maharam karena ada keutamaannya, maka 'mengelus' pantai-pantai kita agar sampah-sampah sirna seyogyanya juga menjadi urgensi umat dan wajib dinilai utama.

Bila berinvestasi akhirat dengan bersedekah di bulan Muharam memiliki keutamaan pula, maka berinvestasi menjaga pantai dan lautan dengan tidak merusaknya, sepertinya juga bernilai utama.

Sudah saatnya cara beragama kita dalam menjalani hidup ini tidak bersandar pada egoisme keuntungan pribadi atau kolektif hingga lupa 'rumah besarnya' di dunia berupa bumi yang patut dijaga.

Mengambil manfaat atasnya bukanlah kesalahan, tapi bagaimana untuk tetap merawatnya hingga alam pun mencintai kita.

Saatnya kita manusia berdamai dengan alam, karena murkanya alam sudah amat sering kita rasakan dan menghancurkan segalanya.

Berkenankah kita semua sadar..??? Wallahua'lam. (*)

Manado, 5 Juli 2025 / 9 Muharam 1447 H

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved