Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

GMIM

Sejarah Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen di Tanah Minahasa hingga Berdirinya GMIM

Momen penting dalam sejarah ini ditandai dengan kedatangan dua misionaris asal Jerman, Johann Friedrich Riedel dan Johann Gottlieb Schwarz.

Kolase Tribun Manado/Istimewa
SEJARAH GMIM - Momen penting dalam sejarah ini ditandai dengan kedatangan dua misionaris asal Jerman, Johann Friedrich Riedel dan Johann Gottlieb Schwarz, pada 12 Juni 1831. Sejarah Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen di Tanah Minahasa hingga Berdirinya GMIM. 

NZG mengirim dua tenaga untuk memperkuat perkerjaan pekabaran Injil di Minahasa.

Dua tenaga yang dikirim adalah Johann Friedrich Riedel dan Johann Gottlieb Schwarz

Mereka tiba di Minahasa pada tanggal 12 Juni 1831.

Keduanya bekerja di daerah Tondano dan Langowan serta daerah sekitarnya.

Kehadiran kedua zendeling ini menandai babak baru dalam pekabaran injil di Minahasa.

Pdt. Dr. A.F Parengkuan membagi kedatangan para zendeling sesudah Riedel dan Schwarz dalam 4 Gelombang.

Gelombang pertama adalah pada tahun 1831 ketika Riedel dan Schwarz datang ke Minahasa. 

Mereka bekerja di Tondano dan Langowan. Gelombang kedua datang pada tahun 1836-1838. 

Mereka yang datang pada masa ini, Herman yang bekerja di Amurang  dan Mattern di Tomohon.

Gelombang ketiga kira-kira tahun 1848-1849 ketika Hartig, Bossert, dan Ulfers datang dan bekerja di Kema, Tanawangko dan Kumelembuai. 

Gelombang keempat, dapat disebut sebagai generasi kedua, terjadi pada tahun-tahun 1861-1864 ketika J.A.T.Schwarz anak dari J.G.Schwarz bekerja di Sonder dan sekitarnya.

Pada masa ini Minahasa mengalami perkembangan yang luar biasa dalam pekabaran injil.

Banyak pertobatan dari agama suku menjadi Kristen, sekolah-sekolah berbasis gereja didirikan, dan rumah sakit, literasi, penerjemahan ke bahasa lokal, dan metode Pekabaran Injil semakin meningkat sehingga berita Injil semakin meluas di tanah Minahasa.

Indische Kerk

Sejarah GMIM tidak dapat dipisahkan dari pembentukan de Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie atau Indische Kerk (sekarang dikenal sebagai Gereja Protestan di Indonesia) yang pada 27 Februari 1605 melaksanakan ibadah untuk pertama kalinya di Benteng Victoria Ambon.

Tahun 1619 pusat Indische Kerk dipindahkan ke Batavia sehubungan dengan berpindahnya pusat pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda dari Ambon ke Batavia.

Indische Kerk mewarisi jemaat-jemaat yang ditinggalkan oleh Portugis, Spanyol serta karya Belanda dengan wilayah pelayanan meliputi Maluku, Minahasa, Kepulauan Sunda Kecil, serta Sulawesi, Jawa, Sumatera dan lainnya.

Karena wilayah pelayanan semakin meluas, maka wilayah-wilayah Indische Kerk mengalami berbagai persoalan.

Pada tahun 1927 disepakati bahwa keesaan gereja harus tetap dipertahankan, namun wilayah yang memiliki kekhususan diberi status mandiri yang lebih luas untuk mengatur pelayanannya secara sendiri-sendiri.

Pembentukan GMIM

Dalam Sidang Sinode de Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie tahun 1933, jemaat di Minahasa, Maluku dan Timor diberikan wewenang untuk menjadi Gereja Bagian Mandiri (GBM) dalam persekutuan Indische Kerk.

Berdasarkan keputusan itu maka pada Minggu, 30 September 1934 dalam Ibadah Jemaat di Sion Kerk te Tomohon (sekarang GMIM Sion Tomohon), dilembagakanlah gereja mandiri pertama de Minahassische Protestantsche Kerk (Geredja Masehi Indjili di Minahasa) dan pada malam hari dilangsungkan perayaan Perjamuan Kudus yang pertama oleh Sinode yang mandiri di Groote Kerk te Manado (sekarang GMIM Sentrum Manado).

Tata Gereja dan Peraturan Gereja dipersembahkan oleh Proto Sinode kepada Algemene Moderamen de Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie (Badan Pekerja Am Gereja Protestan di Indonesia).

September 1934

Peresmian GMIM pada tanggal 30 September 1934 turut dihadiri oleh B.C. de Jonge yang merupakan Gubernur Jendral Hindia Belanda.

Dalam sambutannya, ia menutupnya dengan suatu harapan.

"Ik eindig met den wensch, dat de stichting van de Minahassa-kerk onder Gods zegen moge strekken tot heil van U en Uw volk."

Yang artinya "Saya kuncikan ini dengan suatu pengharapan, kiranya berkat Tuhan dilimpahkan atas pendirian Gereja Minahasa, untuk menjadi keselamatan bagimu dan bangsamu."

Adapun nyanyian pertama yang dikumandangkan dalam kebaktian pertama GMIM diambil dari Gezang 164 vers 1 Een Veste Burg (Tahlil 264 ayat 1 Seboeah Kota Allah Hoe) karya Martin Luther.

Nyanyian ini pada tahun 1984 kembali dimuat dalam Kidung Jemaat 280 dengan judul Allahmu Benteng yang Teguh.

Sumber Dodokugmim

-

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Baca berita lainnya di: Google News

WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved