GMIM
Sejarah Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen di Tanah Minahasa hingga Berdirinya GMIM
Momen penting dalam sejarah ini ditandai dengan kedatangan dua misionaris asal Jerman, Johann Friedrich Riedel dan Johann Gottlieb Schwarz.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Pekabaran Injil dan pendidikan Kristen di Minahasa memiliki sejarah panjang dan saling berkaitan erat.
Momen penting dalam sejarah ini ditandai dengan kedatangan dua misionaris asal Jerman, Johann Friedrich Riedel dan Johann Gottlieb Schwarz, pada 12 Juni 1831.
Tanggal tersebut kini diperingati setiap tahun sebagai Hari Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen di Minahasa oleh Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM), sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi besar mereka dalam membawa perubahan spiritual dan intelektual di Tanah Minahasa.
Tahun ini, GMIM Memperingati hari Pekabaran Injil dan pendidikan Kristen di Minahasa ke-194.
Lantas bagaimana sejarah pekabaran injil dan pendidikan kristen di tanah Minahasa?
Kekristenan sebenarnya telah masuk ke Minahasa sejak abad ke-16 melalui misi Portugis.
Namun, penyebarannya belum berlangsung secara terstruktur.
Barulah pada abad ke-19, melalui dukungan organisasi misi Belanda Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), pekabaran Injil dilakukan secara sistematis.
Riedel dan Schwarz tidak hanya menyebarkan ajaran Kristen, tetapi juga menjadi pelopor dalam pendirian sekolah-sekolah rakyat, yang menjadi fondasi awal pendidikan formal di Minahasa.
Dari sanalah benih pemikiran modern dan nilai-nilai Kristen mulai tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat.
Peran mereka menjadi tonggak penting dalam sejarah gereja, pendidikan, dan pembentukan identitas budaya Kristen di Minahasa yang bertahan hingga kini.
Gereja Masehi Injili di Minahasa lahir dalam proses sejarah yang panjang.
Perjumpaan masyarakat Minahasa dengan dunia Barat berawal dari kedatangan dua bangsa yang ingin membangun hubungan perdagangan dengan orang Minahasa yaitu Portugis dan Spanyol.
Pada tahun 1563 Portugis ke Manado sebagai armada tandingan ekspedisi Sultan Hairun dari Ternate yang ingin menguasai daerah Manado.
Pendaratan dilakukan dengan menggunakan perahu kora-kora.
Dalam rombongan itu ikut serta Diego de Magelhaes, ia seorang Pastor.
Pada perjalanan ini Diego de Magelhaes membaptis raja Manado dan 1500 rakyatnya.
Selama dua puluh bulan ia tinggal dan mengajar di tengah masyarakat Minahasa.
Saat itulah Kekeristenan mulai dikenal di Minahasa. Keadaan ini berhenti akibat perlawanan orang Minahasa yang kuat, beberapa paderi menjadi korban dalam perlawanan tersebut
Tahun 1606 ketika Spanyol menguasai Maluku Utara.
Keadaan ini memberi kesempatan lagi bagi misi untuk memulai lagi pekabaran injil di Manado, tetapi kematian beberapa misionaris yang disebabkan karena kecelakaan dalam perjalanan laut, mati syahid, dan sakit, peperangan dengan orang Minahasa menghalangi pekerjaan misi.
Akhirnya Spanyol meninggalkan Minahasa 1645, kondisi ini mengakhiri misi Katolik di Minahasa.
Pekabaran Injil Masa VOC
Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) atau Serikat Dagang Hindia Timur (1602) menggantikan kekuasaan Spanyol dan Portugis di Minahasa.
Kehadiran para pendeta Protestan mendapat dukungan penuh dari VOC. Tahun 1663 seorang pendeta Protestan bernama Yohanes Burum datang ke Minahasa, ia melakukan pembaptisan pada anak-anak dan orang dewasa.
Ia adalah pendeta Protestan pertama yang datang berkunjung di Manado, Ia digantikan oleh Pdt. Sebelius yang memulai pekerjaannya di Ternate sejak tahun 1664.
Tahun 1675 Pdt. Jacobus Montanus yang sedang mengadakan perjalanan menuju ke daerah Taruna mampir ke Manado.
Ia prihatian terhadap orang Kristen yang masih dipengaruhi oleh kebiasaan lama penduduk. Umunya metode yang dipakai adalah belajar di rumah atau pondok sederhana, diajar membaca dan menghafal pokok iman Kristen, khotbah dalam bahasa Melayu, layanan baptisan dan perjamuan yang terbatas.
Selama VOC berada di Minahasa jumlah penganut agama Kristen bertambah sekalipun pemeliharaan terhadap jemaat kurang diperhatikan.
VOC mengijinkan para pendeta Protestan untuk melayani pegawai VOC dan penduduk pribumi yang dapat dijangkau dalam perkunjungan bersama dengan pemerintah masa itu.
Bangkrutnya VOC, menyebabkan VOC menyerahkan wilayah perdagangannya kepada pemerintah Belanda tanggal 27 Desember 1799.
Terjadi kekosongan kehadiran Pekabar injil di Minahasa antara tahun 1800-1817.
Dipihak lain, ini mendorong guru-guru pribumi giat mengabarkan Injil dan mengajar penduduk yang telah menjadi Kristen.
Mereka berkeliling ke desa-desa dengan menggunakan alat transportasi sederhana roda (gerobak), sepeda bahkan jalan kaki.
Pekabaran Injil Masa Nederlands Zendeling Genosotschap (NZG) Abad 19
Semangat Pietisme yang menggelora di Eropa termasuk Belanda mendorong lahirnya lembaga Pekabaran Injil NZG (Nederlands Zendeling Genoostschap) atau perkumpulan pekabar injil Belanda tahun 1798.
NZG mempunyai jasa yang besar dalam pekabaran Injil di tanah Minahasa.
Berawal dari kunjungan sang rasul Maluku Yosef Kam tahun 1817 dan Ds Lenting 1818 Keduanya berpikiran sama bahwa Minahasa adalah ladang yang perlu mendapat perhatian.
Pdt. Jungmichel diutus untuk memberi perhatian pada jemaat di Minahasa.
Sesudah Pdt. Jungmichel kemudian dua pekabar injil yaitu Pdt. L. Lammers dan Pdt. D. Muller.
Mereka tiba di Minahasa pada tanggal 3 Juni 1822.
Gerrit Jan Hellendorn menggantikan Pdt. D. Lamers dan Pdt. D. Mullers.
Ia tiba di Manado pada tanggal 7 Januari 1827 dan diangkat sebagai pendeta pemerintah atau predikant.
Ia mendirikan beberapa sekolah bagi penduduk pribumi di pedalaman Minahasa, diantaranya daerah Tondano.
Pada masanya terdapat 5000 orang penduduk yang telah menganut agama Kristen dan 70.000 penduduk yang belum menganut agama Kristen.
Perhatiannya yang sungguh-sungguh terhadap pekabaran Injil dan pendidikan membuat Hellendoorn dikenal sebagai peletak dasar kekristenan di Minahasa.
Hellendoorn meminta bantuan tenaga kepada NZG.
NZG mengirim dua tenaga untuk memperkuat perkerjaan pekabaran Injil di Minahasa.
Dua tenaga yang dikirim adalah Johann Friedrich Riedel dan Johann Gottlieb Schwarz.
Mereka tiba di Minahasa pada tanggal 12 Juni 1831.
Keduanya bekerja di daerah Tondano dan Langowan serta daerah sekitarnya.
Kehadiran kedua zendeling ini menandai babak baru dalam pekabaran injil di Minahasa.
Pdt. Dr. A.F Parengkuan membagi kedatangan para zendeling sesudah Riedel dan Schwarz dalam 4 Gelombang.
Gelombang pertama adalah pada tahun 1831 ketika Riedel dan Schwarz datang ke Minahasa.
Mereka bekerja di Tondano dan Langowan. Gelombang kedua datang pada tahun 1836-1838.
Mereka yang datang pada masa ini, Herman yang bekerja di Amurang dan Mattern di Tomohon.
Gelombang ketiga kira-kira tahun 1848-1849 ketika Hartig, Bossert, dan Ulfers datang dan bekerja di Kema, Tanawangko dan Kumelembuai.
Gelombang keempat, dapat disebut sebagai generasi kedua, terjadi pada tahun-tahun 1861-1864 ketika J.A.T.Schwarz anak dari J.G.Schwarz bekerja di Sonder dan sekitarnya.
Pada masa ini Minahasa mengalami perkembangan yang luar biasa dalam pekabaran injil.
Banyak pertobatan dari agama suku menjadi Kristen, sekolah-sekolah berbasis gereja didirikan, dan rumah sakit, literasi, penerjemahan ke bahasa lokal, dan metode Pekabaran Injil semakin meningkat sehingga berita Injil semakin meluas di tanah Minahasa.
Indische Kerk
Sejarah GMIM tidak dapat dipisahkan dari pembentukan de Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie atau Indische Kerk (sekarang dikenal sebagai Gereja Protestan di Indonesia) yang pada 27 Februari 1605 melaksanakan ibadah untuk pertama kalinya di Benteng Victoria Ambon.
Tahun 1619 pusat Indische Kerk dipindahkan ke Batavia sehubungan dengan berpindahnya pusat pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda dari Ambon ke Batavia.
Indische Kerk mewarisi jemaat-jemaat yang ditinggalkan oleh Portugis, Spanyol serta karya Belanda dengan wilayah pelayanan meliputi Maluku, Minahasa, Kepulauan Sunda Kecil, serta Sulawesi, Jawa, Sumatera dan lainnya.
Karena wilayah pelayanan semakin meluas, maka wilayah-wilayah Indische Kerk mengalami berbagai persoalan.
Pada tahun 1927 disepakati bahwa keesaan gereja harus tetap dipertahankan, namun wilayah yang memiliki kekhususan diberi status mandiri yang lebih luas untuk mengatur pelayanannya secara sendiri-sendiri.
Pembentukan GMIM
Dalam Sidang Sinode de Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie tahun 1933, jemaat di Minahasa, Maluku dan Timor diberikan wewenang untuk menjadi Gereja Bagian Mandiri (GBM) dalam persekutuan Indische Kerk.
Berdasarkan keputusan itu maka pada Minggu, 30 September 1934 dalam Ibadah Jemaat di Sion Kerk te Tomohon (sekarang GMIM Sion Tomohon), dilembagakanlah gereja mandiri pertama de Minahassische Protestantsche Kerk (Geredja Masehi Indjili di Minahasa) dan pada malam hari dilangsungkan perayaan Perjamuan Kudus yang pertama oleh Sinode yang mandiri di Groote Kerk te Manado (sekarang GMIM Sentrum Manado).
Tata Gereja dan Peraturan Gereja dipersembahkan oleh Proto Sinode kepada Algemene Moderamen de Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie (Badan Pekerja Am Gereja Protestan di Indonesia).
September 1934
Peresmian GMIM pada tanggal 30 September 1934 turut dihadiri oleh B.C. de Jonge yang merupakan Gubernur Jendral Hindia Belanda.
Dalam sambutannya, ia menutupnya dengan suatu harapan.
"Ik eindig met den wensch, dat de stichting van de Minahassa-kerk onder Gods zegen moge strekken tot heil van U en Uw volk."
Yang artinya "Saya kuncikan ini dengan suatu pengharapan, kiranya berkat Tuhan dilimpahkan atas pendirian Gereja Minahasa, untuk menjadi keselamatan bagimu dan bangsamu."
Adapun nyanyian pertama yang dikumandangkan dalam kebaktian pertama GMIM diambil dari Gezang 164 vers 1 Een Veste Burg (Tahlil 264 ayat 1 Seboeah Kota Allah Hoe) karya Martin Luther.
Nyanyian ini pada tahun 1984 kembali dimuat dalam Kidung Jemaat 280 dengan judul Allahmu Benteng yang Teguh.
Sumber Dodokugmim
-
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Baca berita lainnya di: Google News
WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini
GMIM
Gereja Masehi Injili di Minahasa
Sejarah GMIM
Sejarah Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen di
Johann Friedrich Riedel
Johann Gottlieb Schwarz
Riedel dan Schwarz
GMIM Bait-lahim Talete Satu Rayakan HUT ke-79, Wakil Wali Kota Tomohon Ajak Jemaat Dukung TIFF 2025 |
![]() |
---|
Rekening Sinode GMIM Diblokir, Pengacara: Fakta Hein Arina Tak Gunakan Dana Hibah secara Pribadi |
![]() |
---|
Perkemahan Ceria Sekolah Minggu GMIM Pinaesaan GPI Berlangsung Meriah di Lapangan Dahlia |
![]() |
---|
Syukur HUT ke-55 GMIM Wilayah Manado Barat Daya, Imanuel Bahu Juara Umum, Cek Daftar Hasil Lomba |
![]() |
---|
Royke Anter Berbagi Motivasi Pelayanan ke Pemuda GMIM Betlehem Tataaran Dua Tondano |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.