Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini

Perlindungan Hukum Desain Fashion Produk Asing di Indonesia dalam Menghadapi Fenomena Fast Fashion

Perilaku price oriented costumer yang mengincar barang yang sedang tren dengan harga murah menjadi salah satu faktor lajunya penjualan barang tiruan.

Dokumentasi Pribadi
Santa Pricilia Gabriel Tulenan 

Oleh:
Santa Pricilia Gabriel Tulenan, S.H.
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Prodi S-2 Ilmu Hukum

SAAT ini masalah hak kekayaan intelektual (HKI) menjadi bahan perbincangan dalam konteks hubungan antarnegara terlebih dengan adanya perdagangan pasar bebas (free trade) yang telah menciptakan perdagangan barang dan jasa yang melampaui batas-batas wilayah negara dengan cara yang lebih mudah, cepat dan murah. Globalisasi ekonomi yang semakin dikembangkan dengan prinsip liberalisasi perdagangan (trade liberalization) membawa pengaruh terhadap hukum yang ada di setiap negara yang terlibat dalam perdagangan bebas tersebut. Salah satu bisnis yang sangat cepat perkembangannya saat ini serta banyak diminati oleh generasi muda adalah bisnis kreatif. Hal ini diakibatkan oleh proses digitalisasi dan penyebaran informasi yang cepat melalui sarana teknologi informasi yang canggih. Ditambah dengan penjualan yang serbacepat dan dapat diakses oleh semua orang melalui e-commerce, mengakibatkan semakin lajunya perkembangan bisnis ini. Pada industri berbasis pengetahuan dan ekonomi kreatif, salah satu bidang yang menjadi aset penting dan mempunyai nilai ekonomi adalah industri fashion yang dalam produksinya terdapat desain yang merupakan sebuah karya intelektual. 

Faktor dari globalisasi dan majunya teknologi serta ilmu pengetahuan yang melenyapkan batas-batas negara pada akhirnya menimbulkan peluang hadirnya banyak kesamaan produk, merek, desain dan lain sebagainya di setiap negara, yang dilakukan oleh beberapa perusahaan terlebih perusahaan fast fashion baik secara sengaja maupun tidak sengaja yang mengakibatkan permasalahan hukum, sehingga kesamaan barang yang diperdagangkan lintas negara memerlukan standar hukum perlindungan yang sama di negara di mana produk tersebut diciptakan dan pada negara-negara di mana produk tersebut akan diperjualbelikan.

Contoh produk tiruan
Contoh penjualan produk tiruan merek luar negeri di e-commerce.

Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri menyatakan bahwa pemegang Hak Desain Industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri. Fast fashion merupakan produk industri fashion yang mengambil inspirasi dari catwalk dan fashion show yang cepat dikomersialkan oleh pengecer untuk menarik perhatian konsumen. Pakaian yang diproduksi oleh pengecer ini dengan cepat mengikuti tren populer yang berubah dalam waktu yang singkat dengan cara meniru desain karya milik orang lain. (Vertica Bhardwaj dan Ann Fairhurst, “Fast Fashion: Response to Change in the Fashion Industry” : The International Review of Retail, Distribution, and Consumer Research Volume 20 Nomor 1, 2010).

Perusahaan besar di industri fast fashion senantiasa mengejar tren di setiap peragaan busana. Oleh karena itu, mereka memproduksi secara massal dengan menggunakan desain dari para desainer yang tampil pada peragaan busana, memasang harga yang relatif lebih murah dan menggunakan bahan dengan kualitas rendah, namun tetap menawarkan desain yang mirip dengan tren fashion terkini. Pendapat penulis mengenai peritel fast fashion tidak hanya dikategorikan pada perusahaan-perusahaan besar yang mendunia saja (H&M, ZARA, Forever 21, Mango, Shein dan lain sebagainya) tetapi juga peritel dalam negeri yang menjual produk yang sedang tren dengan motif dan desain yang mirip dengan produk perusahaan lain dan dijual dengan harga lebih murah dapat dikategorikan juga sebagai bagian dari perusahaan fast fashion. Peritel atau pengusaha seperti ini telah ada di Indonesia sehingga dapat disimpulkan perusahaan fast fashion tidak hanya terbatas pada perusahaan besar yang dikenal secara global saja.

Hak kekayaan intelektual yang pada hakikatnya adalah hukum yang mengatur perlindungan terhadap hasil intelektualitas manusia yang diwujudkan dalam suatu karya yang nyata dan memberikan hak eksklusif, hak moral dan hak ekonomi kepada pemilik, pemegang dan pencipta karya yang seharusnya menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan dijalankan oleh seluruh lapisan masyarakat. Namun yang menjadi tantangan saat ini masih banyak produk hasil karya desainer Indonesia maupun desainer luar negeri yang tidak mendaftarkan desain fashion mereka pada kategori pendaftaran desain industri tetapi hanya didaftarkan pada kategori hak cipta dan hak merek saja. Inilah yang menjadi salah satu faktor lemahnya pelaksanaan perlindungan hukum karena Indonesia merupakan negara yang menerapkan prinsip konstitutif (fisrt to file) yang hak pendaftaran hanya diberikan kepada pihak yang pertama kali mengajukan permohonan (Pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri).

Sifat pembeli di Indonesia juga memengaruhi laju pasar yang menjadi salah satu pertimbangan oleh para pengusaha untuk menjual produknya saat ini. Perilaku masyarakat yang berprinsip pada price oriented costumer yang mengincar barang yang sedang tren dengan harga murah menjadi salah satu faktor lajunya penjualan barang-barang tiruan atau bajakan terutama pada produk fashion (Nailul Huda Peneliti Ekonomi Digital Institut for Development of Economics and Finance (Indef) dalam wawancaranya bersama Bisnis Tekno 22 Februari 2022).  Potensi besar yang dimiliki industri fashion dengan penjualan yang besar, merupakan suatu perkembangan dalam dunia ekonomi, namun disisi lain merupakan tantangan di bidang hukum karena diketahui belum diperolehnya proteksi hukum yang maksimal dari tindakan piracy atau penggunaan desain oleh pihak lain tanpa izin yang dilakukan oleh pelaku usaha fast fashion. Bentuk pelanggaran desain yang sering terjadi ini tentu merugikan pihak yang memiliki hak atas kekayaan intelektual tersebut.

produk tiruan
Contoh produk yang meniru desain produk luar negeri kemudian dijual murah di e-commerce.

Perlindungan hak atas kekayaan intelektual seharusnya menjadi jawaban dan solusi dalam melindungi hak-hak individu yang telah menghasilkan suatu karya berbasis kemampuan intelektual yang ditujukan demi mengakomodasi hak setiap orang untuk memperoleh kehidupan yang layak, meningkatkan perekonomian serta harkat dan martabat sebagai manusia dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengaturan hukum hak kekayaan intelektual terhadap karya fashion di Indonesia mengikuti pengaturan hukum hak kekayaan intelektual secara internasional berdasarkan perjanjian Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs Agreement), Protokol Madrid dan beberapa konvensi (Konvensi Paris, Konvensi Bern dan sebagainya) yang telah Indonesia ratifikasi sebagai konsekuensi keikutsertaan sebagai negara anggota organisasi perdagangan dunia (WTO), menjadikan konvensi dan perjanjian internasional tersebut sebagai aturan hukum yang berlaku saat ini melalui beberapa peraturan perundang-undangan. Namun secara khusus Indonesia tidak memiliki arah pengaturan tersendiri terhadap karya fashion, sehingga dalam ruang lingkup hak kekayaan intelektual produk desain fashion mendapatkan perlindungan hukum melalui aspek hak cipta dan hak kekayaan industri (merek, paten dan desain industri). Perlindungan yang diberikan memiliki konsep yang berbeda-beda dan para pencipta dapat memilih untuk karya yang mereka ciptakan tergolong ke dalam kategori kekayaan intelektual yang mana.
 
Perlindungan hukum desain fashion produk asing di Indonesia dilakukan melalui 2 (dua) upaya. Pertama, upaya preventif dengan melakukan pengawasan pemakaian merek dan desain, perlindungan terhadap hak eksklusif pemilik desain dan atau pemegang hak atas merek atau desain terkenal asing haruslah melakukan prosedural pendaftaran terlebih dahulu pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Tujuannya adalah meminimalisir peluang terjadinya pelanggaran terhadap karya intelektual dan mencapai kepastian hukum. Selain itu, dengan adanya hak prioritas juga mempermudah perusahaan asing untuk mendaftarkan kekayaan intelektualnya di Indonesia. Upaya selanjutnya yaitu upaya represif yang pemerintah lakukan dalam menyelesaikan atau menanggulangi suatu peristiwa atau kejadian. Jika terjadi pelanggaran hak kekayaan intelektual maka pihak yang dirugikan dapat menggugat melalui mekanisme keperdataan ataupun pemidanaan dan dapat melalui upaya hukum alternatif lainnya.

Pengaturan hukum penting guna mengetahui arah serta bagaimana pemberlakuan dan pelaksanaan hukum yang ada saat ini. Pengaturan hukum HKI terhadap karya fashion di Indonesia haruslah adaptif dan responsif menghadapi dinamika industri mode yang cepat berubah. Penguatan perlindungan hukum, peningkatan kesadaran, dan penegakan hukum yang tegas merupakan kunci untuk melindungi kreativitas dan inovasi dari dampak negatif praktik fast fashion. Dengan demikian, industri mode di Indonesia dapat berkembang secara berkelanjutan dan kompetitif di kancah global. Perlindungan hukum yang harus ditempuh adalah dengan membuat suatu kebijakan baru dalam bentuk peraturan perundang-undangan seperti undang-undang tentang perlindungan hukum khusus bagi karya-karya desain inovatif termasuk di dalamnya adalah karya fashion

Penyesuaian perlu dilakukan Indonesia agar mampu eksis bersaing dalam berkembangnnya perdagangan bebas, salah satunya dengan cara meratifikasi Hague Agreeement dan mempercepat revisi UU Desain Industri yang sejak 2018 telah masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) agar perlindungan terhadap desain suatu produk semakin optimal. Dengan demikian Indonesia dapat menjadi pasar yang adil dan kompetitif bagi dalam perdagangan internasional. (Secha Wulida Adz-hiya, etc. Urgensi Pengaturan Hukum Indonesia Menggunakan Hague System Guna Melindungi Hak Kekayaan Intelektual Bidang Desain Industri: Diponegoro Private Law Review. Volume 9 Nomor 2, 2022).

produk tiruan lagi
Produk-produk yang meniru desain dan merek ternama dan dijual murah di e-commerce.

Sosialisasi mengenai pentingnya pendaftaran suatu karya intelektual harus mampu pemerintah lakukan agar kepastian dan perlindungan hukum yang sebagaimana mestinya dapat terlaksana. Kemudian perusahaan asing juga harus mampu menghargai aturan hukum nasional yang berlaku dengan salah satu cara yaitu mendaftarkan kekayaan intelektual produknya jika ingin secara masif memperdagangkan produknya di Indonesia ditambah dengan hak prioritas yang pemerintah fasilitasi seharusnya menjadi suatu kemudahan bagi produk asing dalam mendaftarkan karyanya. Selain itu, kesadaran masyarakat dan aparatur penegak hukum dalam pelindungan dan pengawasan karya intelektual haruslah ditingkatkan karena masih banyak didapati penjiplakan secara sengaja dan beritikad tidak baik terhadap suatu karya fashion

Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dalam menilai dan memuat tafsiran yang jelas terkait unsur kebaruan sebagai salah satu syarat pendaftaran suatu desain industri haruslah dilakukan dengan cermat agar perlindungan hukum yang nantinya diberikan jelas dan optimal kepada mereka yang berhak. Pemerintah Indonesia dapat belajar dari praktik-praktik di negara lain dengan memperkuat penegakan hukum kekayaan intelektual dengan cara mempercepat proses litigasi, dan meningkatkan kerja sama lintas lembaga dalam mengawasi peredaran produk palsu dengan beberapa langkah yaitu dari segi penegakan hukum, pengawasan oleh bea cukai, melakukan kerja sama internasional dengan berbagai negara dalam memperkuat penegakan hukum yang melintasi batas-batas negara dan pengawasan penjualan barang-barang palsu melalui e-commerce yang saat ini banyak terjadi. 

Perlindungan hukum sangat erat kaitannya dengan penegakan hukum. Keduanya saling melengkapi dalam menciptakan keadilan dan ketertiban di masyarakat. Meskipun ada hukum yang melindungi hak-hak individu atau kelompok tetapi jika tidak ada penegakan hukum yang kuat, perlindungan tersebut hanya akan ada di atas kertas. Misalnya, jika ada undang-undang yang melindungi desain fashion, tetapi tidak ada mekanisme atau tindakan nyata untuk menghukum pelanggaran, maka hukum tersebut tidak akan berfungsi dengan baik sebab penegakan hukum memastikan bahwa perlindungan yang dijamin oleh hukum dapat implementasikan. (*)


Nama: Santa Pricilia Gabriel Tulenan, S.H.
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Prodi S-2 Ilmu Hukum
Alamat: Singkil 1, Lingkungan 5, Kecamatan Singkil, Kota Manado

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved