Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sejarah

Sejarah Tragedi Tanjung Priok, Massa Pendemo Dikepung Lalu Ditembak dengan Senjata Api dan Bazoka

Peristiwa berawal dari aksi demonstrasi yang dilakukan untuk mengkritik pemerintahan Orde Baru dan menuntut aparat agar membebaskan empat orang takmir

Editor: Rizali Posumah
KOMPAS/BAMBANG SUKARTIONO via Intisari Online
Suasana sekitar Tanjung Priok sesaat setelah aksi kerusuhan (13/9/1984). 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - 12 September 1984 sebuah tragedi kemanusian terjadi di Tanjung Priok, Jakarta Utara

Peristiwa berawal dari aksi demonstrasi yang dilakukan untuk mengkritik pemerintahan Orde Baru dan menuntut aparat agar membebaskan empat orang takmir masjid yang ditahan.

Dalam aksi tersebut para pendakwah mengurai kecacatan kondisi sosial dan politik pemerintahan Orde Baru. Mereka juga mengkritik penerapan Asas Tunggal Pancasila. 

Suasana kemudian berubah ricuh, beberapa massa aksi dilaporkan melakukan pengrusakan sejumlah bangunan. Aparat menggunakan kekerasan dalam menangani massa aksi. 

Ada laporan bahwa sekolompok militer mengepung massa aksi dan menembaki mereka secara membabi buta. Aparat bahkan menembakkan bazoka ke arah kerumunan.

Tragedi tanjung priok menjadi salah satu kerusuhan besar dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden Soeharto (Orde Baru).

Sampai hari ini jumlah pasti korban jiwa belum diketahui pasti. Pihak pemerintah menaksir ada sekitar 33 korban meninggal dalam insiden itu. 

Sementara lembaga-lembaga kemanusian menaksir ada ratusan orang yang terbunuh. 

Penerapan Asas Tunggal Pancasila

Dilansir dari Kompas.com, pada 16 April 1980 dalam peringatan ulang tahun Kopasandha (Komando Pasukan Sandi Yudha) sekarang Kopassus Presiden Soeharto menyebut adanya upaya segelintir orang untuk mengganti ideologi Pancasila.

Menurutnya, upaya tersebut tidak hanya memakai kekuatan senjata namun juga  kekuatan subversif.

Soeharto menyebut, orang-orang ini melontarkan berbagai isu yang mendiskreditkan pemerintahan Orde Baru dan para pejabat. Apalagi, praktik-praktik ini terus berlangsung mendekati pelaksaan pemilu.

Pernyataan Presiden Soeharto tersebut mendapatkan kecaman dari beberapa tokoh nasional seperti AH Nasution, AY Mokoginta, Hoegeng Imam Santosa, Ali Sadikin, Mohammad Natsir, Burhanudin Harahap, dan Sjafruddin Prawiranegara.

Mereka menganggap pemerintahan Orde Baru  mengintepretasikan Pancasila untuk kepentingan pemerintahannya sendiri. 

Para tokoh ini lantas membuat Petisi 50 sebagai bentuk kritik terhadap pemerintahan Orde Baru yang kemudian disampaikan kepada DPR pada 13 Mei 1980.

Latar belakang tragedi Tanjung Priok

Wilayah Tanjung Priok adalah salah satu sektor perekonomian paling penting di Indonesia.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved