Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sejarah

Kisah Amir Syarifuddin, Pejuang Tiga Zaman: Kolonial, Jepang, dan Revolusi RI

ejarah kerap mengingat Amir Syarifudin lewat kontroversinya, seperti penandatanganan Perjanjian Renville hingga Peristiwa Madiun.

Editor: Rizali Posumah
Dok. Pemprov Sulut
GUBERNUR SULUT - Poster Pemprov Sulut. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Sejarah kerap mengingat Amir Syarifudin lewat kontroversinya, seperti penandatanganan Perjanjian Renville hingga Peristiwa Madiun.

Sementara kiprahnya sebagai tokoh Sumpah Pemuda, pejuang anti-Jepang, dan hampir menjadi proklamator, jarang diangkat.

Ia adalah figur yang melintasi batas ideologi, bergerak dari nasionalis, sosialis, hingga menjadi simbol tragedi politik republik muda.

Amir Syarifuddin Harahap adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia.

Perjuangannya melintasi tiga masa: pemerintahan kolonial Hindia Belanda, pendudukan Jepang, dan tahun-tahun awal Revolusi Kemerdekaan.

Lahir di Medan pada 27 Mei 1907 dari keluarga terpandang, ayahnya, Djamin Baginda Soripada, adalah seorang jaksa, sementara ibunya, Basuni Siregar, berasal dari keluarga Batak terhormat.

Amir tumbuh dengan akses pendidikan kelas elite.

Sejak kecil ia menempuh pendidikan di sekolah Belanda, mulai dari ELS di Medan (1914–1921), hingga melanjutkan studi hukum di Haarlem dan Leiden, Belanda.

Di negeri kincir angin, Amir tak hanya mempelajari hukum, tetapi juga filsafat Timur dan Barat di bawah naungan Theosophical Society.

Pergaulannya membawanya bergabung dengan Perhimpunan Indonesia (PI), tempat ia belajar Marxisme-Leninisme langsung dari tokoh PKI yang diasingkan, Semaun.

Pemberontakan PKI 1926–1927 yang gagal memaksa Amir pulang ke tanah air pada 1927.

Ia kemudian melanjutkan studi di Recht Hooge School (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia.

Meski punya kerabat anggota Volksraad yang siap menampungnya, Amir memilih tinggal di pemondokan mahasiswa di Jalan Kramat Raya 106, pusat berkumpulnya para aktivis muda, dan lokasi lahirnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.

Amir dikenal aktif bergaul dengan berbagai kelompok, termasuk Christelijke Studenten op Java Vereeniging (CSV), cikal bakal Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia.

Pada 1931, ia memeluk agama Kristen, bahkan pernah berkhotbah di gereja Protestan terbesar di Batak Batavia.

Halaman
123
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved