Opini
Jelang Pilpres, Panas dan Saling Mengkhianati
Langkah Ketua Umum PKB Muhaiminan Iskandar alias Cak Imin, bergabung untuk calon wakil presiden Anies Baswedan menuai pro kontra.
Kita bisa menyimpulkan bahwa sekalipun PKS dan Partai Demokrat keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KKP) hal ini tak akan mempengaruhi pengajuan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai pasangan capres cawapres 2024.
Manuver politik para aktor politik bersama sang sutradaranya pun putar otak atas gerakan yang dilakoni Anies dan Cak Imin.
Tentunya ini awal teka teki soal siapa saja yang akan diusung dalam pilpres nanti, saya meyakini masih banyak kejutan yang akan hadir dalam suguhan perpolitikan bangsa jelang kontestasi demokrasi tahun depan.
Inilah mengapa politik itu sering dikatakan dinamis oleh banyak teori dan pengamat.
Berbagai model manuver dilakukan para tokoh demi mencari ruang dan peluang guna meraih kekuasaan dan kemenangan dalam kontestasi, dipastikan akan terjadi saling bersinggungan antara satu dengan yang lain tak jauh dari persoalan kepentingan.
Jika sudah dalam ranah kepentingan, maka bisa dipastikan barisan atau person kecewa bakal membuat retaknya koalisi lalu bubar dan membentuk koalisi baru yang diyakini bisa mengakomodir kepentingan para elite ini.
Hal tersebut ada kaitan dengan 'merajuknya' Cak Imin terhadap kawan sekoalisinya sebelum menyerahkan diri ke Anies Baswedan.
Dugaan awal bahwa Cak Imin akan meninggalkan koalisi terbaca saat kekompakan koalisi sudah hilang, dimana saat terjadi perubahan nama Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yaitu gabungan Gerindra dan PKB, tiba-tiba diubah menjadi Koalisi Indonesia Maju.
Koalisi ini mengambil nama koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019–setelah PAN,Golkar, PBB ikut bergabung mendukung Prabowo Subianto sebagai capres.
Tanpa melibatkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan dengan santainya Gerindra bersama kawan barunya mengubah nama koalisi tersebut tanpa mengajak PKB bermusyawarah.
Tentu sesuatu yang wajar jika Muhaimin Iskandar merasa diasingkan dari rekan koalisi yang memiliki kawan koalisi baru dan bisa menganggap ini adalah ancaman bagi dirinya dan partai yang ia nakkodai.
Jadi lagi-lagi wajar jika ia kecewa dan meninggalkan daripada ia akan kecewa berulang karena tak dilibatkan dalam memutuskan langkah-langkah strategis koalisi.
Jelang pilpres 2024 sudah beberapa koalisi yang bubar otomatis, di antaranya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).
Bukan berarti episode manuver, koalisi baru serta calon baru tak akan muncul. Bisa jadi akan masih banyak penghianatan terjadi jelang Pileg dan Pilpres 2024. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.