Opini
Jelang Pilpres, Panas dan Saling Mengkhianati
Langkah Ketua Umum PKB Muhaiminan Iskandar alias Cak Imin, bergabung untuk calon wakil presiden Anies Baswedan menuai pro kontra.
Oleh: Baso Affandi SH
Peneliti Barometer Suara Indonesia (BSI)
SORE ini saya mampir disebuah warung kopi pinggiran Kota Manado, Sulawesi Utara. Kupikir kopi hitam gelap ini panas.
Kucoba seruput sedikit demi sedikit selayaknya penikmat kopi sebenarnya, namun ternyata panasnya tak sebanding dengan cuaca terik siang tadi.
Meski demikian panasnya atmosfir politik bangsa kita, jauh lebih panas.
Pasca-Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) menetapkan Muhaimin Iskandar yang sering disapa 'Cak Imin' sebagai calon Wakil Presiden mendampingi Anies Baswedan, bagai disambar gledek Partai Demokrat pun langsung bereaksi.
Bahkan Demokrat sampai mempertontonkan surat yang katanya dibuat sendiri oleh Anies Baswedan dengan tulisan tangan yang di dalamnya ada tanda tangan Anies Baswedan.
Seiring sejalan, Partai Keadilan Sejahtra (PKS) juga ikutan tak mau ketinggalan momentum.
Baca juga: Nasdem Sulawesi Utara Siap Amankan Pasangan Anies - Cak Imin
PKS langsung mempublish surat yang intinya tetap mematuhi aturan dan mekanisme partai yang sudah berjalan dan menegaskan bahwasanya PKS tetap konsisten mendukung Anies Rasyid Baswedan sebagai Calon Presiden serta menyerahkan penentuan wakilnya kepada calon presiden yang sudah ditetapkan.
Tiba-tiba atmosfir politik memanas karena manuver yang tak terduga sebelumnya terjadi, kemesraan Prabowo dan Muhaimin Iskandar selalu dipertontonkan di berbagai media, baik formal maupun informal. Tak ada kabar retak, namun bisa langsung cerai.
Penetapan Muhaimin Iskandar tidak dideklarasikan secara terbuka atau resmi untuk umum, namun hal itu terungkap dari pernyataan Partai Demokrat melalui sekjendnya Teuku Riefky Harsya dalam keterangannya, Kamis (31/8/2023).
Sesuatu yang tidak terduga dan sulit dipercaya terjadi. Di tengah proses finalisasi kerja parpol koalisi bersama Capres Anies dan persiapan deklarasi, tiba-tiba terjadi perubahan fundamental dan mengejutkan.
Pada Selasa malam 29 Agustus 2023 di Nasdem Tower, secara sepihak Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh tiba-tiba menetapkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai Cawapres Anies, tanpa sepengetahuan Partai Demokrat dan PKS.
Meskipun Surya Paloh belum menyatakan secara resmi penetapan Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden Anies Baswedan, namun bisa dipastikan langkah ini akan berjalan mulus.
Baca juga: Partai Demokrat Sulawesi Utara Imbau Kader Stop Endorse Anies Baswedan
Bergabungnya PKB ke koalisi perubahan cukup memenuhi syarat ambang batas 20 persen kursi di DPR yaitu 115 kursi.
Gabungan kursi PKB dan Nasdem di DPR yaitu 58 kursi PKB dan 59 kursi Nasdem berjumlah 117 kursi sangat memenuhi syarat dan bahkan melebihi ambang batas,
Kita bisa menyimpulkan bahwa sekalipun PKS dan Partai Demokrat keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KKP) hal ini tak akan mempengaruhi pengajuan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai pasangan capres cawapres 2024.
Manuver politik para aktor politik bersama sang sutradaranya pun putar otak atas gerakan yang dilakoni Anies dan Cak Imin.
Tentunya ini awal teka teki soal siapa saja yang akan diusung dalam pilpres nanti, saya meyakini masih banyak kejutan yang akan hadir dalam suguhan perpolitikan bangsa jelang kontestasi demokrasi tahun depan.
Inilah mengapa politik itu sering dikatakan dinamis oleh banyak teori dan pengamat.
Berbagai model manuver dilakukan para tokoh demi mencari ruang dan peluang guna meraih kekuasaan dan kemenangan dalam kontestasi, dipastikan akan terjadi saling bersinggungan antara satu dengan yang lain tak jauh dari persoalan kepentingan.
Jika sudah dalam ranah kepentingan, maka bisa dipastikan barisan atau person kecewa bakal membuat retaknya koalisi lalu bubar dan membentuk koalisi baru yang diyakini bisa mengakomodir kepentingan para elite ini.
Hal tersebut ada kaitan dengan 'merajuknya' Cak Imin terhadap kawan sekoalisinya sebelum menyerahkan diri ke Anies Baswedan.
Dugaan awal bahwa Cak Imin akan meninggalkan koalisi terbaca saat kekompakan koalisi sudah hilang, dimana saat terjadi perubahan nama Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yaitu gabungan Gerindra dan PKB, tiba-tiba diubah menjadi Koalisi Indonesia Maju.
Koalisi ini mengambil nama koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019–setelah PAN,Golkar, PBB ikut bergabung mendukung Prabowo Subianto sebagai capres.
Tanpa melibatkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan dengan santainya Gerindra bersama kawan barunya mengubah nama koalisi tersebut tanpa mengajak PKB bermusyawarah.
Tentu sesuatu yang wajar jika Muhaimin Iskandar merasa diasingkan dari rekan koalisi yang memiliki kawan koalisi baru dan bisa menganggap ini adalah ancaman bagi dirinya dan partai yang ia nakkodai.
Jadi lagi-lagi wajar jika ia kecewa dan meninggalkan daripada ia akan kecewa berulang karena tak dilibatkan dalam memutuskan langkah-langkah strategis koalisi.
Jelang pilpres 2024 sudah beberapa koalisi yang bubar otomatis, di antaranya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).
Bukan berarti episode manuver, koalisi baru serta calon baru tak akan muncul. Bisa jadi akan masih banyak penghianatan terjadi jelang Pileg dan Pilpres 2024. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.