Opini
Kekuasaan dan Pemimpin, Sebuah Catatan Kritis
Seorang pejabat harus berani menggebrak, untuk kemudian berpikir kritis-etis atas tindakannya di hadapan orang-orang yang dipimpinnya
Pertanyaan refleksi yang penting adalah, bagaimana mungkin seorang pejabat publik-politikus itu, mampu menjalankan hal yang dimaksud oleh Konfusius? Hemat penulis, seorang pejabat harus berani menggebrak, untuk kemudian berpikir kritis-etis atas tindakannya di hadapan orang-orang yang dipimpinnya. Atas cara tertentu, hal ini tidak akan sia-sia karena sasaran yang akan dicapai adalah justru keadilan – persatuan – kebersaman dalam kehidupan bersama. Pejabat publik-politikus pun diajak untuk berani mengambil risiko dalam arti meninggalkan egonya untuk bertindak berdasarkan prinsip-prinsip etis yang benar. Mereka juga harus menjadi panutan, menjadi pemimpin yang mampu mengayomi, dlsb.
Sebagai bagian dari penerapan sikap seorang pemimpin yang memerintah dengan dasar etis sebagaimana diuraikan di atas, pada saat yang sama, dia harus pula menumbuhkan sikap manusiawinya. Dengan sikap manusiawi berarti memiliki pembawaan diri yang dilandasi oleh cinta dan empati pada sesama. Jadi sang pemimpin harus mampu pula berempati pada penderitaan orang lain. (Bdk., ibid. 302-303).
Akhirnya dengan pelbagai landasan ini, kepercayaan dari rakyat akan ikut tumbuh bersamaan, maka dengan itu pula, sebuah negara akan ‘ada’. Sebuah negara akan kokoh terbangun dan langgeng, karena atas dasar fondasi yang dimaksud di atas, apa yang dicita-citakan akan terwujud. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.