Catatan Wartawan
Abang - Ijo Milenial
Kala Capres PDIP Ganjar Pranowo bersanding dengan Imam Besar Masjid Istiqlal Nazarudin Umar dalam acara Halal Bi Halal di Lapangan Tikala, Manado.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Duet Abang Ijo bergema dari Manado.
Kala Capres PDIP Ganjar Pranowo bersanding dengan Imam Besar Masjid Istiqlal Nazarudin Umar dalam acara Halal Bi Halal di Lapangan Tikala, Manado, Kamis (18/5/2023) lalu.
Saat itu Ganjar berkunjung ke Manado dan "kebetulan" Nazarudin juga ada keperluan di Manado. F
oto Ganjar dan Nazarudin jadi foto A sejumlah media cetak dan online nasional.
Abang Ijo adalah istilah untuk perkawinan politik antara kaum nasionalis dan islam tradisional.
Koalisi abang ijo ini kerap dijuluki politik buah semangka, merujuk pada warga hijau dan merah buah itu serta rasanya yang manis.
Abang Ijo terbukti ampuh mengantarkan Jokowi jadi Presiden RI periode kedua.
Untuk melawan politik identitas yang gencar pada 2019 lalu, Jokowi membuat langkah kuda dengan mengambil Ma'ruf Amin sebagai wakil. Strategi ini berhasil.
Politik identitas tak kuasa melawan kolaborasi Nasionalis dan Islam.
Nah untuk 2024, mengacu pada liputan berbagai media ibukota, Ketua Umum PDIP Megawati Sukarno Putri hendak menghadirkan lagi Abang Ijo.
Kabarnya PDIP telah membuat list tokoh Ijo yang hendak disandingkan dengan si abang Ganjar.
Ada nama Menag Yaqut Cholil Qoumas, Ketua Umum PB NU Yahya Cholil Staquf, Said Aqil Siraj dan Nazarudin Umar.
Untuk Nazarudin, penilaian plusnya adalah ia berdarah Bone, pas mengimbangi Ganjar yang elektabilitasnya lemah di luar Jawa.
Nazarudin juga selama ini kerap dimintai saran PDIP tentang isu keagamaan.
Dalam kunjungan ke daerah, Ganjar kerap dititipi pesan oleh Megawati agar jangan lupa berkunjung ke markas Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Namun rupanya Jokowi punya pandangan berbeda. Jokowi agaknya lebih suka politik milenial. Ia kabarnya punya dua calon pendamping Ganjar.
Erick Tohir dan Sandiaga Uno. Dua duanya milenial. Ketika usulnya dicuekin, Jokowi mulai balik gagang. Ia mulai memberi sinyal mendukung Prabowo.
Itu kentara ketika anaknya Gibran ketemu Prabowo dan relawan Gibran menyatakan mendukung Prabowo sebagai Capres.
Isu keretakan pun mencuat antara Jokowi dan Megawati.
Namun itu seolah terbantahkan dengan kemesraan Mega dan Jokowi di acara Rakernas PDIP III.
Usai rakernas itu, Puan mengumumkan para calon yang masuk bursa Cawapres.
Daftarnya gado gado.
Nasionalis dan Islam. Lantas siapa Cawapres Ganjar?
Apakah kembali abang Ijo atau milenial?
Semuanya bergantung situasi. Jika politik identitas kembali mengeras, mau tak mau harus abang Ijo lagi.
Tapi dalam situasi tiga paslon, di mana isu agama tak sekeras 2019, mungkin lebih tepat politik milenial.
Abang Ijo sesungguhnya merupakan cermin sosiologis dari realita indonesia.
Negara ini dibangun atas kesepakatan antar berbagai unsur berbeda yang diwakili tiga kutub, nasionalis, sosialis dan Islam.
Tapi memakai strategi abang Ijo dalam kondisi tidak emergency, justru dapat memperpanjang lingkaran setan politik identitas. Atau malah memicu politik identitas.
Alangkah bijaknya memakai politik milenial. Politik milenial mengandalkan cara bekerja yang out of the box, gercep dan metaverse.
Ini yang kini dibutuhkan Indonesia. Kita mustinya segera lepas landas dari masalah identitas dan melaju pesat menuju visi macan asia.
Itu yang dikehendaki pak Jokowi. Tapi semuanya bergantung kontemplasi ibu Megawati. (Tribun Manado/Arthur Rompis)
Baca berita lainnya di: Google News.
Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.