Catatan Wartawan
Sang Guru dan Laskar Pelangi
Guru cabul. Inilah narasi di dunia pendidikan Sulut selang sepekan terakhir. Gentingnya keadaan hingga Wagub Sulut Steven Kandouw harus buka suara.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
Satu hal yang dapat membuatnya bermuram durja adalah kala anak didiknya absen.
Apalagi jika mendengar mereka berhenti sekolah.
"Saya langsung kunjungi orang tua mereka, ajak anak mereka ke sekolah, karena banyak orang tua yang tak melihat manfaat pendidikan bagi anak mereka," kata dia.
Kurikulum merdeka belajar belum keluar kala itu, namun ia sudah menerapkan inti sarinya.
Setiap siswa di bimbing ke gerbang pengetahuan masing masing. Yang jago matematika memang pintar.
Tapi yang jago seni dan olahraga bukan orang bodoh.
Masing masing siswa punya bakat dan Dian menuntun mereka untuk mengembangkannya dan menjadi ahli sebagai bekal hidup nanti.
Banyak hal hebat yang dilakukan Dian namun tidak tercatat dalam tulisan saya. Karena ia terlalu besar.
Tak diduga tulisan saya tentang Dian menjadi juara nasional.
Dan Dian diundang ikut zoom bersama Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
Dan namanya disebut langsung oleh Muhadjir.
Saya melihat Dian meneteskan air mata.
Di Sulut ini saya meyakini ada banyak guru dengan dedikasi seperti Dian.
Bahkan mungkin lebih dari Dian. Mereka yang melaksanakan tugas suci, dalam sunyi.
Tangan kanan memberi, tangan kiri tidak tahu.
Maka Bapa di sorga yang tersembunyi akan memberi upah.
Upah mereka besar di sorga. Sementara untuk guru cabul, seperti yang tertulis di Alkitab,
"lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut". (Arthur Rompis)
Baca berita lainnya di: Google News.
Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.