Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Catatan Wartawan

Di Balik Kungfu Tidur di Atas Tali Biksu Shaolin

Cara melepaskan diri dari penderitaan adalah melawan ego dan keinginan. Penulis banyak belajar dari biksu.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Isvara Savitri
tribun manado
Shaolin cilik memperagakan jurus kungfu saat berkunjung ke Sekolah Tridharma Manado di kawasan Pecinan, Manado, Rabu (7/3/2018). 

Opini oleh: Arthur Rompis

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Hidup adalah penderitaan.

Cara untuk melepaskan diri dari penderitaan adalah melawan ego dan keinginan. 

Bisakah ajaran Shidarta Gautama ini dipraktikkan dalam dunia modern yang berciri individulistis?

Mungkin saja bisa kalau terbiasa, dengan latihan terus-menerus dan keras, serta disiplin penuh. 

Sebelumnya saya pikir itu muskil.

Sebelum saya meliput pelatihan Pabbajja Samanera dan Atthasilani angkatan di Panti Samadhi Kebun Kesadaran Desa Kolongan, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minut, Sulawesi Utara, beberapa waktu lalu. 

Pesertanya anak SD, SMP, dan SMA.

Sebulan penuh mereka jalani pelatihan ala Biksu. 

Rambut digunduli untuk pria, tidur beralaskan tripleks.

Tiap hari isi waktu dengan meditasi, berpuasa, dan mengerjakan pekerjaan rumahan seperti mencuci, menyapu, dan lainnya.

Ada seabrek larangan, misalnya tidak bisa membunuh binatang, tidak bisa dengan lawan jenis, dan tidak bisa makan selain sayuran. 

Tapi yang paling berat adalah tidak bisa main ponsel, nonton TV pun tidak bisa.

Padahal waktu itu musim piala dunia. 

Bisa dibayangkan, bagaimana rasanya sebulan penuh menjalankan ritus demikian.

Saya saja mendengarnya sudah menjadi gila.

Bagaimana saya bisa bertahan hidup tanpa internet?

Apalagi bagi para anak muda ini yang ternyata sebagian besar adalah penyuka game online. 

Tapi ternyata mereka bisa. 

Saya datang saat penamatan mereka.

Pikir saya, saat itu mereka akan bersorak karena hari pembebasan sudah tiba.

Nyatanya mereka berduka karena kehilangan momen biksu tersebut.

"Awalnya berat memang, tapi lama-lama jadi terbiasa," kata Rizki Tongian, salah satu peserta. 

Rizki adalah lulusan SMA pada tahun itu.

Dirinya memutuskan ikut pelatihan tersebut karena pilihan pribadi, tanpa paksaan orang tua.

Ia pun mandah saja saat rambut indahnya digunduli oleh bante.

"Ini pintu menuju sesuatu kesadaran baru dari belenggu menuju tanpa belenggu," katanya.

Mengikuti pelatihan ala biksu, ia sendiri tak bercita-cita jadi biksu.

Dirinya ingin mendaftar perguruan tinggi.

"Saya ingin belajar tentang cinta kasih, kedisiplinan, fokus serta meredam keinginan. Saya percaya hal itu akan memudahkan saya dalam proses perkuliahan," kata dia.

Baca juga: Golkar Bidik Capres atau Cawapres di Pilpres 2024, Bukan Sekadar Masuk Koalisi

Baca juga: Polres Minsel Ikuti Kegiatan Zoom Meeting Bahas Kemerdekaan Pers dan Perlindungan Jurnalis

Namun jika takdirnya adalah biksu, ia mengaku tak akan menghindar.

Gea, peserta lainnya, mengaku beroleh banyak hal yang mendewasakan dirinya dalam pelatihan itu.

"Saya diajarkan mandiri, cuci piring sendiri, menyapu. Kalau di rumah kan dikerjakan orang tua atau pembantu," beber dia.

Handi, orang tua salah seorang peserta bernama Emily, mengatakan sang anak ikut atas keinginannya sendiri.

Beberapa hari ikut, hasilnya sudah terlihat.

"Ia jadi lebih sabar, juga lebih mandiri, tidak manja. Saya bangga," ujar dia.

Handi sama sekali tak bercita-cita anaknya jadi bhikuni.

Ia hanya ingin sang anak jadi pembawa damai di manapun ia berada.

"Saya ingin ia membawa semangat Buddha diaplikasikan dalam hidup sehari hari," kata dia.

Saya pernah meliput kedatangan Biksu Shaolin beberapa tahun silam.

Mereka punya banyak keahlian yang di luar nalar manusia.

Badan tak bisa tembus senjata tajam, dapat memecahkan batu dengan dua jari, dan yang luar biasa adalah tidur di atas tali.

Keahlian ini tak ditampilkan kepada umum, tapi hanya ditunjukkan pada saya di sebuah kamar hotel.

Saya sangat beruntung menjadi satu-satunya orang Manado yang menyaksikan atraksi seorang biksu Shaolin tidur di atas tali.

Sang biksu sempat berkata, entah guyon atau benar, akan mengajarkan kepada saya ilmu belalang sembah yang tersohor itu.

Wali Kota Manado Vicky Lumentut bersama biksu Shaolin memasang jurus kungfu di rumah pribadi Vicky di Malalayang, Manado, Rabu (7/3/2018).
Wali Kota Manado Vicky Lumentut bersama biksu Shaolin memasang jurus kungfu di rumah pribadi Vicky di Malalayang, Manado, Rabu (7/3/2018). (tribun manado)

Lewat penerjemah, Biksu itu mengaku berlatih keras seumur hidupnya. 

Ia berlatih kuda-kuda 7 jam sehari, berlatih mengangkat air, berlatih keseimbangan dengan berlari di atas patok kayu, dan sederet latihan lainnya.

Tapi yang saya tertarik adalah latihan mentalnya.

Sebuah kesalahan ia tebus dengan meditasi menghadap dinding selama belasan jam. 

Saya pikir, kita semua mengganggap hidup itu perang, itu benar.

Hanya fokusnya saja yang salah. 

Kita berjuang melawan sesama atau lainnya di luar kita.

Padahal musuh sejati adalah diri kita sendiri. 

Ego, keinginan, dan hasrat, itulah yang harus kita kalahkan.

Beresi tiga musuh di dalam ini, maka tak ada hal di luar diri yang tak bisa ditaklukkan. 

Baca juga: Gempa Terkini Guncang Bengkulu Rabu Malam, BMKG: Magnitudo 3,7

Baca juga: Baru Hari Pertama, Masyarakat Serbu Java Culture Festival Volume II di Boltim Sulawesi Utara

Mengalahkan diri sendiri adalah kemenangan tertinggi.(*)

Baca berita lainnya di: Google News.

Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Relawan Palsu dan Politik Rente

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved