Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Boltim Sulawesi Utara

Curah Hujan Sebabkan Harga Cabai Naik di Boltim Sulawesi Utara, Diprediksi hingga Ramadan

Harga cabai naik disebabkan karena curah hujan tinggi. Kenaikan harga ini diprediksi terjadi hingga bulan ramadan.

Editor: Isvara Savitri
Tribunmanado.co.id/HO
Petani cabai di Boltim, Sulawesi Utara. 

"Bumbu dapur seperti, tomat, bawang, dan cabai rawit juga beras itu naik, karena memang kita bukan daerah penghasil dan terus bergantung ke daerah lain," terang John Palandung.

"Jadi memang kita butuh biaya lebih untuk mendatangkan barang dari daerah asal agar bisa sampai ke sini (Sitaro). Makanya berdampak ke harga jual," lanjutnya.

Karena itu, John Palandung bilang, pemerintah daerhg terus mengkampanyekan Gerakan Sitaro Menanam atau Gesit Nanam yang menjadi salah satu program unggulan pemerintah.

Melalui program ini, masyarakat diajak untuk memanfaatkan lahan di pekarangan rumah atau lahan tidur lainnya.

"Tujuannya agar masyarakat akan mandiri secara pangan, mulai dari keluarga masing-masing. Meskipun jumlahnya tidak banyak tapi bisa mengurangi biaya kebutuhan sehari-hari," ujarnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Sitaro, Richard Sasombo, menyatakan hingga saat ini kebutuhan akan bumbu dapur masih tinggi.

cabai di bolmut sulut
Cabai rawit di Boltim, Sulawesi Utara.

Dimana, data luas panen dan produksi cabai rawit, tomat, dan bawang merah, sangat kurang.

Untuk luas panen empat tahun terakhir khusus cabai rawait pada tahun 2019 hanya 19 ha, dengan jumlah produksi 306 kuintal.

Untuk tahun 2020 luas panen naik 20 ha, dengan jumlah produksi turun 251 kuintal dan di 2021 naik signifikan untuk luas panen 83,1 ha dan namun jumlah produksi justru turun lagi 118,1 kuintal.

"Sementara tahun 2022 turun lagi 44,4 ha saja dan jumlah produksi hanya 81,1 kuintal," katanya.

Sedangkan, untuk tanaman tomat luas panen pada tahun 2019 ditemukan 4 ha dengan nilai produksi 17 kuintal, di tahun 2020 naik 6 ha dengan jumlah produksi 58 kuintal.

Dan di tahun 2021 turun lagi 5,5 ha dengan jumlah produksi 20,8 kuintal, kemudian di tahun 2022 turun lagi 0,1 ha, dengan jumlah produksi 10 kuintal saja.

Data yang mengkhawatirkan untuk tanaman bawang merah luas panen hanya pernah ada pada tahun 2020 selama empat tahun terakhir, dengan sejumlah 1 ha saja, dan jumlah produksi 4 kuintal saja.

Baca juga: Perda Baru, Pemprov Sulawesi Utara Yakin 100 Persen Pekerja Terlindungi BPJS Ketenagakerjaan

Baca juga: Arti Mimpi Tentang Alis, Pertanda Baik atau Buruk? Berikut Tafsir Lengkapnya

"Ini yang menyebabkan harga jual kita tinggi di pasaran," jelas Richard Sasombo.(*)

(Tribunamanado.co.id/Teguh Mamonto/Octavian Hermanses)

Baca berita lainnya di: Google News.

Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved