Catatan Ahmad M Sewang
Prof Dr KH Sahbuddin, Guru yang Penuh Perhatian
Sekarang kedua guruku sudah dipanggil Allah swt. ke sisi-Nya dan saya yakin mereka sedang menikmati amal kebaikan yang telah dilegacykan.
Kami pun menemui Rektor UIN Alauddin yang saat itu dijabat oleh Drs. H. Moerad Oesman dan beliau mengizinkannya
Saya masih ingat Panel Diskusi dilaksanakan di Masjid Kampus IAIN dan inilah diskusi yang paling ramai dan meriah sepanjang sejarah Pengajian Aqsha.
Saat itu masjid penuh berdesakan sejak sesudah salat subuh sekitar jam 05.15 dan berakhir sampai jam 09.00 pagi.
Bahkan banyak dari daerah yang sengaja datang untuk mengikutinya seperti KH Jalaluddin dari Tana Mandar, Dr. Arif Djamaluddin dari Jakarta, serta Habib Abubakar al-Attas dari Kota Baru (Kalimantan Selatan) dan beliau termasuk pembicara aktif.
Panel Diskusi itu dimoderatori oleh Husni Djamaluddin, seorang yang dijuluki "Pausnya Puisi."
Pembicara lengkap dengan gelar mereka masing-masing pada waktu itu yakni: Drs. Syuhudi Ismai, Dr (H) K.H. Mustafa Zuhri, Drs. K.H. Muchtar Husein, Drs. K.H. Sahbuddin, Drs. Muhammad Ahmad, dan Drs. K.H. Rahim Amin.
Sedang peserta aktif yang ikut berbicara adalah H.M. Quraish Shihab, M.A., Drs. H. Moerad Oesman, Habib Abubakar al- Atas, K.H. Muhammad Nur, K.H. Bakri Wahid, dan K.H. Khalid Husein.
Seperti yang dikatakan H.M. Quraish Shihab, M.A. bahwa diskusi ini membicarakan masalah tasawuf tetapi berujung pada masalah Nur Muhammad.
Di sinilah letak munculnya perbedaan dan masing-masing memiliki argumen , terutama antara Drs.K.H. Muchtar Husein dan Drs. K.H. Sahbuddin.
Sampai Asnawi M. Parampasi, B.A. menyampaikan pada saya, "Anda membuat pertengkaran orang-orang Mandar, sebab pelaksana kajian terdiri dari orang Mandar; yaitu Anda dan Husni Djamaluddin sedang pembicaranya juga orang Mandar, yaitu Drs. Muchtar Husein, Drs. K.H. Sahbuddin, dan Dr (H) Mustafa Zahri."
Waktu itu saya jawab spontan bahwa perlu dibedakan antara bertengkar dan berbeda pendapat. Bertengkar memang dilarang, tetapi berbeda pendapat justru disyariatkan seperti dikatakan al-Qardawi, الاختلاف المشروع والتفرق المذمومة،
Perbedaan adalah sebuah kekayaan (al-zarwah) dan rahmat.
Bahkan saya menyampaikan pada senior saya, Asnawi M. Parampasi, "Memang jika gajah dengan gajah berkelahi, pelanduk mati di tengah-tengah. Tetapi jika ulama berbeda pendapat justru umat bisa menikmati manfaatnya."
Setelah itu, saya datangi masing-masing Drs. K.H. Sahabuddin atau beliau sering ke rumah kos saya di Jalan Kumala untuk sekedar mendengar rekaman hasil diskusi.
Justru beliau bergembira sebab bisa hadir dalam diskusi dan men-sharing pengetahuannya ke masyarakat.