Tajuk Tamu Tribun Manado
"Wayward Pines": Kebebasan vs Kediktatoran, Cermin Ganda Hadapi Covid-19
Mari syukuri bahwa pemerintah kita tidak sampai menjadi diktator, dan masyarakat kita sebagian besar masih bekerja sama dan patuh pada otoritas.
Oleh:
Stefi Rengkuan
Penulis, Domisili di Jakarta
ENTAH kebetulan saja, malam ini pas menonton film serial yang sudah pernah tayang dua tiga tahun lalu di tv kabel channel Fox. Bagus menjadi bahan ‘bakaca’ atau berefleksi tentang realitas dan norma serta strategi terkait dengan kenyataan yang sedang melanda seluruh dunia sejak merebaknya pandemi Covid-19 dengan segala problematikanya.
Ada ketegangan antara pemerintah yang hendak mengendalikan segala hal yang perlu demi pencegahan sampai penanggulangan dampak dan penyebaran virus yang tak kelihatan ini. Dan ada saja elemen masyarakat tertentu yang tak mau mengikuti arahan pemerintah, dengan pelbagai alasan, dan mungkin salah satu alasan bahwa mereka meyakini bahwa kebijakan jaga jarak fisik dan sosial sampai pengaturan berskala besar bahkan sampai karantina dianggap terlalu berlebihan dan mengekang kebebasan warga untuk melakukan segala sesuatu semampu dan seturut kehendak bebasnya.
Film misteri berjenis sains fiksi ini diadaptasi dari novel karya Black Crouch, Wayward Pines Trilogy (2012 - 2014), kiranya bisa menjadi cermin bagi pengambil kebijakan dan masyarakat dan semuanya saja yang mau tidak mau mesti melaksanakan dan menaati kebijakan tersebut bila mau selamat dan menyelamatkan orang lain.
David Pilcher adalah ilmuwan yang meramalkan bahwa mulai pada tahun 2023 (recek) dunia akan menuju kehancuran, karena pencemaran dan kesalahan penanganan lingkungan, dan perlu ribuan tahun untuk bisa pulih kembali tapi ternyata tak semua sesuai perkiraan. Terutama tentang bagaimana model kepemimpinan dan partisipasi warga yang tepat dan disepakati semua pihak tanpa terkecuali. Karena hampir semua warga pilihan sang ilmuwan itu melalui tahap yang tidak melibatkan partisipasi sadar dan aktif dari pihak rekrutan tersebut. Mereka tiba-tiba saja menemukan dirinya sudah ada di tempat dan waktu yang sama sekali asing dan jauh. Belum lagi soal teknologi pertahanan yang ternyata tetap tak aman, pemenuhan kebutuhan pokok hidup, dan segala fasilitas lahir dan batin manusia.
Dalam rentang 2000 tahun kemudian, yakni pada tahun 4023 kisah Wayward Pines menjadi satu-satunya kisah tentang dunia manusia. Tak ada kota lain yang berpenduduk manusia, hanya tinggal nama dalam reruntuhan dan kenangan, juga tidak ada lagi manusia di semua negara manapun. Hanya ada wilayah tapi tanpa warga dan tanpa pemerintahan tentu saja.
Bumi manusia sudah tercemar dan dikuasai makhluk mutan yang bernama Abbies, penyimpangan genetika dari manusia yang menjadi liar dan kanibal, kasar dan telanjang seperti binatang, atau mungkin telanjang seperti manusia pertama di taman Eden tapi dalam citra yang buruk dan jahat, bahkan mungkin ular iblis tak tertarik untuk menggodanya.
Kehancuran itu sudah diketahui oleh ilmuwan yang bernama David Pilcher alias Dr Jenkins, yang kemudian membuat kapsul untuk manusia bisa hidup dan diaktifkan lagi di suatu masa di lokasi khusus yang sudah disiapkan oleh Pilcher. Nama tempat itu Wayward Pines.
• Pengamat Kesehatan Sulut: Sudah Saatnya Lakukan PSBB
"Saya tidak akan menuruti perintahmu bila kau tak mulai menceritakan semuanya apa yang terjadi," dengan marah Dr Theo Yeldin membangkang perintah dari Otoritas tertinggi yang dipegang oleh generasi pertama binaan Pilcher
"Tugasmu adalah sebagai dokter memeriksa dan mengobati orang sakit," tegas Jason Higgins sebagai Otoritas pengendali cluster bangsa manusia satu-satunya yang tersisa di permukaan bumi ini.
"Mungkin saja bahwa kebijakanmu benar sesuai dengan salah satu versinya, tetapi saya tidak bisa menerima bekerja di bawah perintah yang lebih sebagai sebuah kediktatoran." Tambah sengit dokter yang tak tahu menahu apa yang sedang terjadi dengan diri dan lingkungannya. Tersadar seperti baru dari bangun tidur dan langsung diminta untuk siap ke rumah sakit, karena ada pasien yang sedang sekarat. Yang perlu pertolongan adalah beberapa prajurit yang tertembak dalam aksi tembak menembak dengan para pemberontak, yakni segolongan anggota warga yang menginginkan info lebih dan kebebasan yang sama untuk mengontrol cara Otoritas menjalankan cluster.
Dokter pun menurut walau masih penuh penasaran. Bahkan sampai dia bertemu dengan isterinya, Rebecca, dalam suatu upacara kampanye dan eksekusi mati bagi pemberontak yang tak mau memberikan info tentang keberadaan pemimpin dan pengikutnya.
• BERIKUT Syarat yang Harus Dipenuhi Penumpang Supaya Bisa Naik Lion Air di Tengah Pandemi Corona
Walau diyakinkan bahwa Otoritas hanya menjalankan tugasnya demi keselamatan seluruh warga, si dokter tetap tidak puas. Dia tidak percaya pada mereka. Bagaimana mungkin mereka masih muda itu sudah menjadi pemimpin kita?
"Percayalah, saya sudah tiga tahun di sini, dan mereka adalah generasi pertama yang hidup di tempat ini, lebih tahu apa yang perlu dan tidak disampaikan. Saya sudah bisa menerima kenyataan," kata isterinya, yang sekarang ditugaskan sebagai ahli kecantikan, padahal di kehidupan lamanya sebagai seorang arsitek.
"Terkadang untuk bertahan hidup, kau harus melakukan apa yang diperintahkan." kata sang isteri berusaha meredam kemarahan suami yang baru didapatkannya kembali.
Bagi si dokter, info sebanyak mungkin itu lebih penting. Dia mau tahu apa saja yang sedang terjadi, bukan saja tentang terkait dengan dunia medis, tapi juga situasi aneh yang dialaminya di tempat yang terasa asing ini. Padahal bagi Otoritas, tak peduli banyak atau sedikit info yang disampaikan memuaskan warga asalkan tujuan utama adalah bagaimana menyelamatkan manusia dan wilayah dari para Abbies yang siap menerobos pagar pembatas.
• Sejak Kecil Djoko Santoso Hidup Prihatin: Kadang Makan Kadang Tidak
Para makhluk ganas ini sudah beberapa kali masuk dalam kompleks, dan menyebabkan banyak kerugian bagi warga.
Kebijakan protokolernya sudah digariskan, makin besar resiko dan ancaman nyata dari luar, maka makin keras tindakan yang diambil pemerintah, pertama dan terutama secara internal membersihkan mereka yang dianggap menjadi duri dan antipasti terhadap otoritas, lebih khusus lagi terhadap para pemberontak yang berusaha mengadu domba internal Otoritas dan dengan warga yang disinyalir punya agenda menciptakan ketidakpercayaan dan pembangkangan lebih besar, dan pada akhirnya bertujuan mengambil alih kepemimpinan otoritas.
Pada akhirnya, memang beberapa pemberontak dihukum tembak di tempat, yang lain kemudian dibuang ke luar pagar untuk menjadi mangsa para Abbies. Dokter yang dianggap membangkang karena terlalu ingin tahu lebih banyak itu turut dihukum bersama dengan para pemberontak, dan dibuang ke luar. Mungkin maksudnya supaya dokter itu mengalami langsung secara obyektif apa sesungguhnya bahaya yang sedang dihadapi Otoritas bersama warga Wayward Pines. Tapi bagaimana kalau dia tak mampu bertahan di luar. Itu hampir sama dengan hukuman mati.
Bahkan Ben Burke sebagai generasi pertama di Wayward Pines ikut dibuang dan dibiarkan di luar pagar karena mendukung arus perlawanan bahkan menjadi pemimpin menggantikan Kate yang tertangkap. Ben tidak puas dengan rekan seangkatan yang melaksanakan pemerintahan dengan keras. Memang ibu dari Ben, Theresa Burke, termasuk yang serba mau ingin tahu banyak apa yang terjadi dengan dunia aneh itu, sejak "terlempar" begitu saja di tempat yang menjadi proyek masa depan sang genius Pilcher. Rupanya kengeyelan si mama ini menurun kepada anaknya. Sementara papanya sendiri, Ethan Burke, justru tewas sebagai sherif penegak aturan dan disiplin keras seperti yang dijalankan sejak Pilcher mendirikan cluster ini.
• Imbauan Tidak Mudik Lewat Seni Lebih Menyentuh
Dalam suatu upaya pertahanan di gerbang pagar, isteri Jason terluka parah oleh gigitan dari Abby yang berhasil melompat masuk kompleks. Dan dalam perjalanan ke rumah sakit, Jason sadar bahwa tidak ada para medis dan dokter yang mampu menangani operasi bedah seperti ini. Dokter Yeldin satu-satunya dokter bedah yang bisa, dan justru karena itu dia diaktifkan dari kapsul mesin yang sudah ditempatinya selama ribuan tahun. Namun dia termasuk yang diaktifkan kemudian.
Mau tidak mau Jason memerintahkan untuk mencari kembali di luar pagar dan menyelamatkan sang dokter untuk dibawa ke rumah sakit. Beruntunglah si dokter sudah melihat dengan kepala sendiri ancaman nyata di luar pagar yang sangat mengerikan, yang membuat dia hampir terbunuh sia-sia.
Namun sesampai di rumah sakit, dokter itu masih terus membangkang. Dia hanya mau melakukan pekerjaannya bila ada jaminan bahwa isterinya masih hidup dan dihadirkan juga di rumah sakit.
Jason begitu murka tapi demi isterinya, dia mengalah dan memenuhi keinginan si dokter yang keras kepala itu.
• KPK Buru Delapan Buronan Tanpa Target
"Sekarang selamatkan isteri saya. Ayo cepat." Tak sabar lagi Jason dengan tingkah dokter yang tak tunduk untuk bekerja sama.
"Kau baru tahu bahwa tanpa saya kau tidak bisa apa-apa. Pekerjaan saya tidak bisa kau gantian, bahkan oleh yang lain. Sedangkan pekerjaan mu sendiri apa selain main perintah dengan semena-mena?" Ketus si dokter.
"Kau tidak perlu tahu apa yang saya kerjakan, saya mengerjakan apa yang dikerjakan oleh Pilcher, sang pendiri tempat ini."
Ya, sebagaimana pola kebijakan pendahulunya, masing-masing warga diberi peran dan tugasnya masing-masing. Dan Pilcher itu anti kiritk dan melaksanakan tugasnya dengan tangan dingin, yang dimaknainya sebagai tanda cinta kepada manusia yang dia selamatkan dari kehancuran itu. Sama seperti Pilcher, Jason pun akan menjawab kepada dokter, "Buatlah rumah sakit ini berjalan. Kerjakan saja tugasmu dan sisanya biar kami yang selesaikan... Karena kami yang paling tahu dan paling kompeten serta paling punya tanggung jawab dan karena itu Otoritas kami legitim dan mesti ditaati oleh siapapun tanpa terkecuali... Tidak boleh ada pendapat lain yang menentang Otoritas. Itu malah berbahaya!"
• Obama Sebut Trump Kacau Balau soal Corona: Jumlah Penganggur Tembus 33 Juta
Setelah siuman dan sembuh, isteri menghibur sang Otoritas yang masih kesal dengan si dokter. "Tetaplah bekerja sama dengan dokter itu karena dia satu-satunya yang bisa memimpin rumah sakit ini sampai kita punya dokter yang siap seperti dia."
"Tetapi dia tak bisa dipercaya, terlalu pemarah dan sangat arogan sebagai seorang dokter, merasa sok kuasa dengan ilmu dan profesinya."
"Ya, sayang, bagaimanapun nyawa kita sepadan dengan arogansi dia. ... Janganlah kau hiraukan dia. Itu akan menguras fokus dan energimu. Dia tak sepadan dengan pekerjaan dan tanggung jawabmu."
"Ya dia tidak sepadan, memang akan lebih baik kalau dia tidak saya keluarkan dari tabung itu," tegas si Jason dengan nada menyesal.
• Kisah Egy Maulana Vikri yang Nyaris Ditangkap Polisi Polandia
"Dokter sangat kita perlukan di sini. Kalau tidak ada dia, berarti saya sudah meninggal karena fakta tidak ada yang bisa menolongku di rumah sakit... Bekerjasamalah dengannya. Dia bukan ancamanmu yang utama."
"Tetapi tidak boleh ada pendapat lain, tak boleh ada orang yang memecah belah, dan membuat provokasi. Hanya boleh ada satu pemimpin supaya kita selamat."
Dalam kebingungan dan ketakberdayaannya, dokter tetap menjalankan tugasnya dan tetap bertekad mempertahankan apa yang dianggapnya masih tersisa dari kemanusiaan yang masih ada, yakni kebebasan untuk mencari tahu dan mendapat info apa saja tanpa mesti dicurigai sebagai pembangkang.
Dokter prihatin dan akan berjuang untuk perlakuan sama bagi semua warga bisa mengakses dan mendaptkan kebutuhan pokok termasuk multivitamin. Tidak boleh ada istilah boleh dikatakan sebagai jawaban bagi anak yang kekurangan nutrisi, "dia dan keluarganya tidak tergolong yang memenuhi syarat untuk mendapat ransum bermutu dan mencukupi".
• Hari Terakhir Gerai McDonalds Pertama di Indonesia, Masyarakat Serbu untuk Foto Sebelum Resmi Tutup
Semangat untuk melawan kediktatoran ini bagi sang dokter berwujud perjuangan kemanusiaan, dan bagi para pemberontak adalah dengan jalan perlawanan bahkan dengan perjuangan bersenjata. Keyakinan akan hidup lebih baik bila tanpa aturan yang keras dan menekan, bahkan membuat si pemimpin kelompok, Kate Hewson, memutuskan untuk bunuh diri sendiri, setelah mendapat info bahwa Ben sudah ditangkap dan dibuang, hanya untuk memberi pesan kepada Otoritas bahwa cara kekerasan dan kesewenangan adalah cara yang melawan hakikat manusia yang punya kehendak baik, tidak rela untuk tunduk.
Sementara itu di dalam pantauan monitor di luar pagar, si Ben berusaha menjalin kontak dengan pusat komando. "Mama kalau kau mendengar, saya masih hidup di luar entah sampai kapan. Maafkan saya karena saya tahu ibu tak setuju dengan tindakanku. Saya hanya mau melakukan hal yang membuat ayah dan ibu bangga. Dan semuanya juga demi kebaikan Wayward Pines. Ayah memang sudah melaksanakan tugasnya dengan sempurna. Tapi ayah mengajariku juga untuk berani berjuang dan mengikuti apa yang kuyakini sebagai benar."
Pasangan cinta Jason, Kerry Campbell, sudah sembuh dan masih berusaha memengaruhi sang Otoritas dengan mengingatkannya pada aturan pertama bagi para generasi awal yang dididik khusus dalam akademi Wayward Pines. Tak boleh ada anggota yang menyakiti sesamanya. Akan tetapi Jason tetap bersikukuh dan menganggap menjalankan tugas utama sebagaimana yang dijalankan sang perencana dan pencipta Wayward Pines, dalam kondisi darurat semua tindakan bisa diambil demi keselamatan yang lebih besar.
"Aku bukan menyakiti, tapi mengasingkannya, para Abbies yang menyakitinya... Lagi pula dia bukan yang datang pertama, walau dia mengikuti pembinaan sebagai generasi pertama."
• Tiga Pejabat Tinggi AS Karantina Mandiri
"Aku juga bukan termasuk yang pertama datang di sini," sindir si Kerry.
"Iya sayangku, tapi kau setia dan loyal..."
Bagi Jason, loyalitas inilah yang utama. Semua warga mesti tunduk mutlak pada apa yang menjadi keputusan Otoritas. Tindakan Otoritas selalu hanya untuk menjamin keselamatan warga. Apapun tindakan yang melawan Otoritas dianggap sebagai ancaman bagi keselamatan seluruh warga dan eksistensi Wayward Pines.
Di lain pihak, Ben yang dianggap memberontak juga menegaskan punya tujuan yang sama bahwa tindakannya itu demi menyelamatkan warga dan keberlangsungan cluster satu-satunya yang masih dihuni oleh yang namanya manusia, sementara semua bagian lain sudah dikuasai oleh para makhluk yang tak punya rasa kemanusiaan.
• Ini Sosok Penemu Minuman Coca-cola, Tak Terima Keuntungan, Bukan Orang Sembarangan, Siapa?
Film belum selesai, tapi kita sudah cukup mendapat gambaran realitas yang sedang terjadi. Ketegangan nilai normatif dan praktik nyata di lapangan dalam rentang ke masa lalu dan masa depan.
Dua pihak yang bersitegang ini kiranya punya pertimbangan rasional obyektif tersendiri. Walau berbeda perspektif tentang cara yang seolah mempertentangkan otoritas dan kewajiban otoritas dengan apa yang disebut hak asasi warga, namun semua pihak punya tujuan yang satu dan sama.
Tidak diceritakan adanya pihak ketiga atau yang lain. Bukan pertama atau kedua, tapi bisa berada di mana saja, asal bisa menguntungkan dirinya dan kelompoknya sendiri, tak peduli keselamatan yang lebih besar bagi seluruh warga dan eksistensi Cluster ini yang justeru menjadi motivasi utama dua pihak yang bersitegang ini.
Semoga pihak ketiga ini tidak ada dalam kenyataan sekarang ini pemerintah dan masyarakat dunia sedang menghadapi masalah yang satu dan sama, yakni bagaimana selamatkan manusia dari virus yang berbentuk mahkota ini, yang sampai sekarang masih terus meneror dan mematikan korban dengan cepat dan tanpa pandang bulu.
• Awal Mula Covid-19 Disebut Bukan dari Wuhan Tapi Prancis, Sudah Ada Sejak November 2019
Tentu saja diharapkan kedua pihak, dalam menjalankan kehendak dan perbuatan baiknya demi bonum communae itu, mesti lebih saling berusaha memahami dan bekerjasama tanpa harus merasa dicurigai dan mencurigai apalagi disakiti dan menyakiti.
Mungkin judul artikel ini lebih tepat kengototoan atas nama kebebasan warga vs kekerasan atas nama otoritas pemerintah. Secara umum, bila ada masalah, bisa diasumsikan ada yang masih ngotot tak peduli aturan atau kurang terlibat dan dilibatkan dalam penanggulangan termasuk pengawasan publik terhadap penyelewengan pejabat yang korup dan lamban. Di pihak pemerintah dalam level tertentu terlalu kaku atau malah terlalu longgar dan membiarkan pelanggaran pejabat korup dan masyarakat sendiri yang bertindak di luar aturan keselamatan, termasuk kaum kufur nikmat yang tak tahu berterimakasih atas segala bantuan dan kemajuan, malah terus merasa dizalimi dan berusaha melemahkan kerja-kerja pemerintah yang sah?
Mari syukuri bahwa pemerintah kita tidak sampai menjadi diktator, dan masyarakat kita sebagian besar masih bekerja sama dan patuh pada otoritas. Bila ada masalah, pastikan itu disikapi dengan prinsip jujur adil, damai dan disiplin, dan terus terbuka pada segala kemungkinan lebih baik. (*)
• Begini Penanganan Covid-19 di Indonesia Menurut Ahli Psikologi Politik Hamdi Muluk