Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Ferry Liando: Caleg yang Lakukan Money Politics adalah Koruptor Sebenarnya

Kata Ferry, amat jarang suara-suara kenabian dari tokoh-tokoh agama yang berkhotbah di tempat ibadah tentang upah dosa jika menerima uang haram.

Penulis: Ryo_Noor | Editor: maximus conterius
Ist
Ferry Liando, Pengamat Politik Sulut 

Laporan Wartawan Tribun Manado Riyo Noor

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Masalah calon anggota legislatif (caleg) eks koruptor tidak ada apa-apanya di banding caleg yang melakukan money politics.

Demikian menurut pengamat politik Sulawesi Utara Ferry Liando, Kamis (31/1/2019).

Kata dia, caleg mantan narapidana korusi, artinya eks koruptor yang sudah dihukum, tapi caleg money politics adalah koruptor sebenarnya.

Lanjut dosen Universitas Sam Ratulangi Manadi ini, lebih adil lagi jika penyelenggara pemilu menemukan caleg koruptor sebenarnya dan umumkan ke publik.

Meski begitu, ia tetap memberi apresiaai atas pengumuman caleg eks koruptor.

"Masalah caleg bukan hanya dihiasi oleh mantan narapidana, tapi banyak juga caleg yang berpotensi hanya menggunakan uang untuk menyogok pemilih. Ini perlu menjadi perhatian terutama Bawaslu untuk membuktikan itu, lalu diumumkan," kata dia kepada Tribunmanado.co.id.

Baca: Pengamat Nilai Publik Perlu Mengetahui Rekam Jejak Korupsi dan Integritas Caleg.

Menurut dia, akar korupsi satu di antaranya politik uang, dan ini sepertinya masih akan mendominasi akal busuk para politikus mendapatkan kedudukan.

Sebagian ada yang menerapkan prinsip perjudian, membuang uang sebagai modal awal untuk keuntungan yang lebih besar.

Politik uang menjadi kekuatan utama mendapatkan suara oleh sebagian celeg karena motivasi yang keliru menjadi anggota DPRD.

Ada motif karena ingin mendapatkan status sosial agar dihormati banyak orang.

Ada yang bermotif mendapatkan pengaruh atau kekuasan agar dipermudah mendapatkan fasilitas pemerintah seperti izin usaha.

Kemudahan pelayanan publik atau kemudahan lainnya yang melekat karena posisi strategis yang dimiliki.

Baca: Denny Tewu Desak Bawaslu Kerja Keras Buktikan Politik Uang

Namun ada juga uang bermotif hukum ekonomi, memasang sejumlah uang dan kalau menang dan terpilih maka uang yang dikeluarkan itu dapat kembali dengan berlipat ganda.

Kata Ferry, tunjangan DPRD sangat menjanjikan. Itulah yang kemudian kedudukan ini banyak diincar orang meski dilakukan dengan berbagai cara, termasuk cara-cara licik menyogok pemilih.

Sebagian besar sepetinya akan melakukan cara ini meski dengan modus berbeda-beda.

Ada yang membentuk sistem seperti multilevel marketing, strukturnya dari kelompok kecil, menengah hingga kelompok besar.

“Sistem itu misalnya 5 orang mencari 10, 10 mencari 20 dsn 20 mencari 40 dan seterusnya. Ada yang membagikan uang sebelum pencoblosan dan ada pascapencoblosan,” ungkapnya.

Baca: Perludem: Kalau Caleg Tak Buka Riwayat Hidupnya, Jangan Dipilih!

Jika ada relawan yang mampu mencapai terget yang disepakati, maka relawan itu akan mendapat upah dari calon.

Masyarakat juga seakan tanpa dosa menerima sogokan dari calon karena masyarakat kurang diberikan pemahaman tentang efek buruk yang ditimbulkan ketika menerima sogokan dari calon.

“Amat jarang suara-suara kenabian dari tokoh-tokoh agama yang memberitakan kabar lewat khotbah di tempat ibadah tentang upah dosa jika menerima uang haram,” kata dia.

Parpol juga sangat alpa mencegah permainan politik uang, karena parpol juga memiliki kepentingan jika caleg-caleg yang dicalonkan meraih suara sebanyak-banyaknya.

"Saya menghargai sebagian caleg yang masih mempertahankan harga diri dengan tidak menyogok masyarakat. Calon-calon yang tidak menyogok itu kebanyakan karena memiliki reputasi, dedikasi dan nama baik di masyarakat," kata dia.

Caleg yang bermain uang, lanjut dia, kebanyakan karena reputasi yang minim karena belum memiliki pretasi masa lalu.

Karena kesadaran dari masing-masing caleg yang minim pretasi itulah maka cara gampang yang dilakukan adalah menyogok pemilih.

BERITA POPULER:

Baca: KPU RI Umumkan 49 Caleg Eks Koruptor, 4 Orang dari Sulut, Berikut Data Diri dan Kasus Mereka

Baca: Pemda Bolmong Pindahkan Kas Daerah dari Bank SulutGo: Begini Kata Gubernur Olly

Baca: Ini yang Dibicarakan Dirut BSG saat Telepon Vicky Lumentut

Kata Ferry, Bawaslu harus tegas dengan modus politik yang sepert ini.

Anggaran pemilu Rp 24 triliun hanya akan menjadi sia-sia jika yang terpilih adalah caleg yang bermodal sogok-menyogok pemilih.

“Perlu sanksi jika unsur-unsur tepenuhi. UU pemilu secara tegas menyatakan bahwa objek pelaku bukan hanya calon, tetapi relawan calon dan penerima sogokan dijerat pasal pidana,” kata dia.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 515 mengatur politik uang yang dapat kena sanksi adalah pemberi uang.

Bunyinya: “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000". (*)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved