Kasus Dana Hibah GMIM
Kuasa Hukum Terdakwa Steve Kepel Tegaskan Kliennya Tidak Ada Peran dalam Pencairan Dana Hibah GMIM
Febri Tri Hariyada, kuasa hukum Steve Kepel mengatakan, dalam sidang terbukti bahwa kliennya tidak memiliki peran dalam pencairan dana hibah.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Frandi Piring
TRIBUNMANADO.CO.ID - Enam orang saksi dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang kedua kasus dugaan korupsi dana hibah dari Pemprov Sulut ke GMIM yang berlangsung di ruang sidang Prof Dr Muhammad Hatta Ali SH MH, Gedung Pengadilan Negeri Manado, Jalan Prof. Dr. Mr. Raden Soelaiman Efendi Koesoemah Atmadja, Kelurahan Kima Atas, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Rabu (10/9/2025).
Keenam saksi terdiri dari oknum ASN Pemprov Sulut dan pensiunan.
Febri Tri Hariyada, kuasa hukum Steve Kepel mengatakan, dalam sidang terbukti bahwa kliennya tidak memiliki peran dalam pencairan dana hibah.
"Baik lisan maupun tulisan tidak ada perintah," ucapnya.
Sementara, Michael Jacobus, kuasa hukum terdakwa Jefry Korengkeng menyebut, saksi Melky Matindas tidak konsisten dalam kesaksiannya.
Kata dia, saksi Melky Matindas menyebut kliennya memerintahkan memasukkan nama dan nominal pada Juli 2019.
"Sementara pak Jeffry baru dilantik pada Agustus 2019," ujar Jacobus.
Kemudian dalam BAP sebelumnya, saksi menyebut proposal GMIM sudah rinci dan memenuhi syarat. Namun keterangan saksi selanjutnya berbeda.
"Setelah itu bilang GMIM tak ada proposal," kata Jacobus.
Jacobus menerangkan, saksi menyebut bahwa GMIM tidak memasukan proposal pada 2019.
Ia lantas mendesak saksi menunjukkan daftar list yang memuat nama nama organisasi yang menerima dan tidak.
"Saya minta tunjukkan, berarti cuma satu alat bukti, apalagi saksi yang tidak konsisten dengan keterangannya," kata dia.
Lanjut Jacobus, saksi mengatakan belum ada perranggung jawaban tahap 1, tapi sudah cair tahap 2.
Begitupun dari tahap 2 ke 3. "Dan terbukti di persidangan bahwa di list mereka mencentang bahwa LPJ sudah benar," ucapnya.

Ia pun meminta agar majelis hakim mempertimbangkan hal tersebut.
Dalam kasus ini, ada lima orang tersangka, yakni Hein Arina, ada empat terdakwa lainnya dalam kasus ini, yakni eks Kepala BKAD Pemprov Sulut Jefry Korengkeng, mantan Karo Kesra Fereydi Kaligis, mantan Sekprov Steve Kepel, mantan Asisten III Assiano Gemmy Kawatu.
Di mana pada tahun 2020, 2021, 2022 dan 2023, Pemprov Sulut telah melaksanakan pengalokasian, pendistribusian dan realisasi dana untuk belanja hibah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sejumlah Rp. 21.5 miliar.
Namun, dalam pengelolahan dananya diduga dilakukan secara melawan hukum dan atau menyalahgunakan kewenangan.
Atas hal tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp 8,9 miliar.
Pada kasus ini modus yang dilakukan, yaitu melakukan mark-up dalam penggunaan dana.
Penggunaan dana tidak sesuai peruntukkan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan atau pertanggungjawabannya fiktif.
Pasal Pidana dan Ancaman Hukuman terhadap Terdakwa
Dalam berkas dakwaan yang diperoleh TribunManado.co.id, kelima tersangka diduga telah memperkaya diri, orang lain hingga korporasi sehingga menyebabkan kerugian negara sebagaimana perhitungan auditor BPKP.
Untuk perbuatan tersebut mereka diancam pidana dalam pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah Undang-Undang republik Indonesia no 20 tahun 2021 tentang perubahan atas undang undang republik Indonesia no 31 tahun 1999.
Ancaman kurungan penjara paling lama 20 tahun, denda paling banyak Rp 1 miliar.
Selain itu, dapat dikenakan pidana tambahan berupa perampasan aset hasil korupsi, pembayaran uang pengganti kerugian negara atau penutupan perusahaan serta pidana penjara pengganti jika uang pengganti tidak dibayar.
Pidana tambahan ini berlaku sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 18 UU Tipikor.
Terdakwa Hein Arina Dianggap Lalai dalam Pengelolahan Dana
Fakta-fakta terkait kasus korupsi dana hibah Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) satu per satu mulai terungkap.
Kelalaian dalam proses pengelolahan dana yang membuat negara mengalami kerugian mencapai Rp 8,9 miliar ini akhirnya terkuak.
Hal itu terungkap dalam dakwaan terhadap terdakwa Hein Arina dalam sidang perdana kasus ini yang digelar pada Jumat, 29 Agustus 2025 lalu.

Pada 21 Desember 2020, Gubernur Sulawesi Utara saat itu, Olly Dondokambey, bersama terdakwa Pdt. Hein Arina, Th.D., selaku Ketua Sinode GMIM saat itu, menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Nomor 606/SPM-LS/Hibah/XII/2020 senilai Rp1,5 miliar.
Hein Arina juga turut menandatangani Surat Pernyataan Tanggung Jawab Penggunaan Hibah Uang Tahun 2020 dan Pakta Integritas pada momen yang sama.
Dana hibah tersebut rencananya digunakan untuk pembangunan RS GMIM Siloam Sonder, fasilitas di Kaupusan Langowan, Tonsea Airmadidi, Jemaat Bukti Sion Kanonang, serta sarana-prasarana lain.
Sehari setelahnya, 22 Desember 2020, administrasi pencairan dilengkapi oleh sejumlah pejabat terkait hingga akhirnya BKAD Sulut menerbitkan SP2D senilai Rp1,5 miliar dan langsung ditransfer ke rekening Sinode GMIM di Bank SulutGo.
Tapi, jaksa menyebut bahwa Hein Arina tidak dapat mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut.
Hingga batas waktu yang ditentukan, Sinode GMIM tidak menyerahkan laporan pertanggungjawaban resmi ke BKAD Provinsi Sulut.
Situasi ini membuat saksi-saksi dari BKAD, di antaranya Jeffry Robby Korengkeng, Melky W. Matindas, dan Ferny Karamoy, mendatangi Sinode GMIM untuk meminta klarifikasi.
Saat itu, Hein Arina menyampaikan bahwa laporan pertanggungjawaban tidak bisa dibuat sesuai mekanisme resmi, melainkan hanya disesuaikan dengan penggunaan dana oleh Sinode GMIM.
Laporan pertanggungjawaban yang kemudian dibuat Sinode GMIM antara lain berupa surat permohonan pencairan hibah tahap I dan II serta lembar laporan penggunaan dana hibah Rp1,5 miliar.
Namun, jaksa menilai laporan tersebut tidak sesuai dengan NPHD maupun pakta integritas yang telah ditandatangani.
Lebih jauh, persidangan juga mengungkap bahwa BKAD tidak pernah melakukan evaluasi mendalam terhadap pertanggungjawaban dana hibah dari Sinode GMIM.
Sementara, Hein Arina sebagai penerima hibah dinilai secara melawan hukum tidak merealisasikan dana hibah sesuai peruntukan yang diajukan.
Pengacara Hein Arina Bantah Sang Klien Lakukan Korupsi
Sebelum sidang perdana kasus ini, Franklin Montolalu selaku kuasa hukum Hein Arina menerangkan tentang penitipan barang bukti uang tunai senilai Rp 5,2 miliar terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara kepada Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Tahun Anggaran 2020 hingga 2023.
Franklin menjelaskan, penyerahan uang tersebut adalah niat baik GMIM dan pihak keluarga kliennya untuk mendukung proses penegakkan hukum oleh Polda Sulut.
"Ini untuk mendukung proses hukum," kata advokat asal Sulut ini kepada TribunManado.co.id via WA pada Rabu (27/8/2025), dua hari sebelum sidang perdana, Jumat (29/8/2025).
Franklin menegaskan tak ada uang yang masuk ke rekening kliennya atau dikorupsi.
Korupsi adalah sikap penyelewengan, penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok, yang dilakukan di lembaga pemerintah atau swasta dan melanggar hukum atau norma moral.
Penggelapan uang negara atau perusahaan, penerimaan suap dan melanggar tugas resmi untuk mencari keuntungan status atau materi, dipahami sebagai tindak korupsi.
Hal tersebut sesuai dengan isi dakwaan dari Polda Sulut.
"Jadi tak ada istilahnya klien kami turut menikmati secara pribadi," kata Franklin. (Art/Ren)
-
Baca juga: Kompak Pakai Putih, Keluarga Terdakwa Kasus Dana Hibah GMIM Saling Menguatkan di Ruang Sidang
Michael Jacobus
kuasa hukum
pengacara
Jefry Korengkeng
Steve Kepel
Febri Tri Hariyada
terdakwa
dana hibah
GMIM
korupsi
sidang
Pengadilan Negeri Manado
multiangle
Meaningful
Sudah 26 Saksi Hadir dalam Sidang Kasus Dana Hibah GMIM, Olly Dondokambey dan Rio Berhalangan |
![]() |
---|
Bak Nonton Bareng, Sidang Kasus Korupsi Dana Hibah GMIM Ramai Pengunjung, PN Manado Siapkan Layar |
![]() |
---|
Pengakuan Bendahara Panitia Perkemahan Pemuda GMIM di Sidang Kasus Dugaan Korupsi Dana Hibah |
![]() |
---|
Ada Dugaan Tanda Tangan Palsu dalam Kasus Dana Hibah, Ini Pengakuan Bendahara Panitia PKPG GMIM |
![]() |
---|
Terungkap dalam Sidang, Ada Tanda Tangan Palsu di Surat Pernyataan Tanggung Jawab Dana Hibah GMIM |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.