Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini

Organisasi Advokat Bukan Alat Negara: Membantah soal 'Tujuh Organisasi Advokat Sah'

Sebagai advokat yang justru berada di dalam salah satu dari tujuh organisasi yang disebut, saya menolak keras pandangan tersebut

Editor: David_Kusuma
Dok Pribadi
Vebry Tri Haryadi (Advokat, Anggota Kongres Advokat Indonesia, Praktisi Hukum Kritis terhadap Kebijakan Publik) 

Oleh: Vebry Tri Haryadi (Advokat, Anggota Kongres Advokat Indonesia, Praktisi Hukum Kritis terhadap Kebijakan Publik)

PERNYATAAN Kepala Satuan Tugas Penerangan Administrasi Badan Hukum RI (PBHRI), Hilman Soecipto, yang menyebut hanya ada tujuh organisasi advokat sah dan diakui negara, adalah pernyataan yang menyesatkan secara hukum dan berbahaya secara konstitusional.

Sebagai advokat yang justru berada di dalam salah satu dari tujuh organisasi yang disebut, saya menolak keras pandangan tersebut. Sebab klaim itu menunjukkan bentuk nyata campur tangan negara terhadap profesi advokat, yang seharusnya bebas dan mandiri.

Advokat Adalah Profesi Merdeka
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dengan jelas menyatakan bahwa organisasi advokat adalah wadah profesi yang bersifat bebas dan mandiri.

Kata mandiri berarti berdiri di luar kekuasaan eksekutif. Negara hanya berkewajiban menjamin keberadaan dan kebebasan profesi advokat — bukan mengatur atau menentukan siapa yang “diakui”.

Ketika PBHRI membuat daftar tujuh organisasi “sah”, sesungguhnya lembaga administratif tersebut telah melampaui kewenangan (ultra vires).

PBHRI bukan lembaga penentu otoritas profesi, melainkan hanya mengesahkan badan hukum secara administratif, bukan secara fungsional-profesional.

Tujuh Organisasi yang diklaim Hilman Soecipto menyebut tujuh organisasi advokat yang diakui pemerintah, yaitu:

  1. Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) — Otto Hasibuan, Harry Ponto, Luhut Pangaribuan

2. Kongres Advokat Indonesia (KAI) — Siti Jamaliah Lubis dan Heru S Notonegoro

3. Komite Nasional Advokat Indonesia (KNAI) — Pablo Putra Benua

4. Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) — Tjandra Sridjaja Pradjonggo

5. Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) — Firman Wijaya

6. Dewan Pengacara Nasional Indonesia (DPN Indonesia) — Faizal Hafied

7. Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI) — Enita Adyalaksmita

Namun faktanya, tidak ada satu pasal pun dalam UU Advokat yang memberikan kewenangan kepada PBHRI untuk menetapkan daftar organisasi advokat yang sah.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved