Opini
Kontroversi Dana Pemda Kabupaten Talaud Rp2,6 Triliun yang Mengendap di Bank
Bupati Talaud Welly Titah membantah keras angka tersebut. Menurutnya, saldo kas daerah per Agustus 2025 hanya sekitar Rp 62 miliar
Oleh: Vebry Tri Haryadi (Praktisi Hukum dan Mantan Jurnalis)
KABAR mengejutkan datang dari perbatasan Utara Nusantara. Kabupaten Kepulauan Talaud, salah satu wilayah terluar dan tertinggal di Indonesia, disebut memiliki dana sebesar Rp 2,6 triliun yang mengendap di bank.
Pernyataan ini diungkap oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang menyoroti masih banyaknya dana pemerintah daerah yang “tidur” di rekening perbankan dan tidak terserap untuk pembangunan.
Namun, Bupati Talaud Welly Titah membantah keras angka tersebut. Menurutnya, saldo kas daerah per Agustus 2025 hanya sekitar Rp 62 miliar, bukan Rp 2,6 triliun. Bahkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menilai angka itu “tidak logis”, karena total APBD Kabupaten Talaud hanya sekitar Rp 820 miliar.
Meski begitu, kabar ini tetap menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa muncul data sebesar itu, dan bagaimana mungkin di tengah kondisi masyarakat yang masih tertinggal, ada potensi dana publik yang tidak bekerja untuk kepentingan rakyat?
Dalam konteks hukum ekonomi publik, keuangan daerah merupakan bagian dari keuangan negara yang harus dikelola berdasarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, dan keadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara serta Pasal 283 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dana publik yang mengendap tanpa alasan jelas mencerminkan inefisiensi fiskal dan bertentangan dengan asas kemanfaatan publik (public benefit principle). Apabila pengendapan tersebut menghambat pelayanan publik, pembangunan daerah, atau menimbulkan potensi kerugian negara, maka dapat dikategorikan sebagai maladministrasi keuangan daerah, bahkan bisa memenuhi unsur Pasal 3 UU Tipikor jika terbukti ada penyalahgunaan kewenangan.
Hukum ekonomi menegaskan bahwa uang publik harus “bekerja” — artinya, dana tersebut harus menghasilkan manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Jika tidak, maka pemerintah telah gagal memenuhi asas efisiensi fiskal yang menjadi pilar pengelolaan keuangan negara modern.
Dana publik yang tidak terserap menimbulkan kerugian ganda. Pertama, hilangnya efek ganda (multiplier effect) dari belanja pemerintah yang seharusnya mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, membuka lapangan kerja, dan memperbaiki daya beli masyarakat. Kedua, tumbuhnya ketimpangan sosial antara pemerintah yang “kaya saldo” dengan rakyat yang tetap miskin.
Di Talaud, hal ini terasa ironis: masyarakat masih berjuang dengan keterisolasian antar-pulau, infrastruktur dasar yang terbatas, harga kebutuhan pokok tinggi, serta pelayanan kesehatan dan pendidikan yang minim.
Ketika rakyat hidup dalam keterbatasan, mendengar kabar adanya dana triliunan rupiah yang “mengendap” terasa seperti paradoks pembangunan — antara laporan keuangan yang membanggakan dan realitas sosial yang memprihatinkan.
Peran Dan Tanggung Jawab Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara
Dalam struktur pemerintahan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, di bawah kepemimpinan Gubernur Yulius Selvanus dan Wakil Gubernur Victor Mailangkay, memiliki tanggung jawab konstitusional untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap tata kelola keuangan kabupaten/kota.
Kasus Talaud ini seharusnya menjadi alarm bagi Pemerintah Provinsi. Gubernur perlu segera:
1. Memerintahkan audit khusus terhadap keuangan daerah Talaud melalui Inspektorat Provinsi bekerja sama dengan BPKP.
2. Mengklarifikasi data resmi antara Kementerian Keuangan, BPK, dan Pemerintah Kabupaten Talaud agar tidak ada simpang siur publik.
3. Mendorong percepatan realisasi APBD pada sektor produktif dan pelayanan dasar masyarakat kepulauan.
Langkah ini penting bukan hanya untuk menjaga disiplin fiskal, tetapi juga sebagai bentuk tanggung jawab moral agar dana publik benar-benar memberi manfaat bagi rakyat.
Gubernur tidak boleh diam — karena di balik angka-angka keuangan, ada nasib masyarakat perbatasan yang bergantung pada kebijakan.
Secara konstitusional, Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa perekonomian disusun untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Artinya, setiap kebijakan fiskal — termasuk pengelolaan dana daerah — harus berpihak pada keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat.
Di wilayah kepulauan seperti Talaud, keadilan ekonomi menjadi ukuran nyata kehadiran negara. Dana publik yang tidak digunakan secara produktif adalah bentuk pengabaian terhadap tanggung jawab negara untuk menyejahterakan rakyatnya, khususnya di daerah tertinggal.
Keadilan fiskal bukan soal seberapa besar dana tersedia, tetapi seberapa besar dana itu mampu mengubah kehidupan masyarakat.
Sehingga kontroversi dana Rp 2,6 triliun yang disebut mengendap di Talaud mengajarkan bahwa masalah tata kelola keuangan daerah bukan hanya soal data, tetapi soal arah kebijakan.
Selama anggaran belum mampu menjawab kebutuhan dasar rakyat, maka sebesar apa pun angka kas daerah, semuanya tidak berarti.
Talaud adalah cermin dari daerah lain di Sulawesi Utara: kaya di atas kertas, miskin di lapangan.
Untuk itu, pemerintah daerah dan provinsi harus memastikan uang publik bekerja, bukan tidur.
Audit, transparansi, dan keberpihakan pada pembangunan rakyat kecil harus menjadi prioritas.
Kini bola ada di tangan Gubernur Yulius Selvanus dan jajaran Pemprov Sulawesi Utara — untuk membuktikan bahwa di tengah isu dana fantastis itu, ada keseriusan menghadirkan keadilan ekonomi bagi masyarakat kepulauan.
Karena pada akhirnya, uang negara bukan untuk disimpan, melainkan untuk menghidupkan harapan rakyat. (*)
| William Shakespeare dan Chen Shou: Perspektif Sejarah Leluhur Minahasa Versi Weliam H Boseke |
|
|---|
| Membaca Ulang Kasus Prof Ellen Joan Kumaat, Rektor Bukan Kambing Hitam Proyek |
|
|---|
| Menguatkan Daerah Reseptif dan Risiko: Kunci Eliminasi Malaria Sulut Menuju SDGs 2030 |
|
|---|
| Menyelami Subkultur Islam dalam Tradisi Pesantren |
|
|---|
| TNI di Persimpangan: Antara Rakyat dan Siber |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.