Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sejarah

Soe Hok Gie tentang Tahanan Politik Setelah G30S: Kita Tak Lebih Baik dari Pemerintah Hindia Belanda

Disebut G30S karena pergerakan utama terjadi pada malam tanggal 30 September hingga dini hari 1 Oktober 1965.

|
Penulis: Rizali Posumah | Editor: Rizali Posumah
META AI
ILUSTRASI - Ilustrasi tahanan politik di Indonesia. Gambar dibuat oleh Meta AI pada Senin 29 September 2025. 

Gie terkenal karena keaktifannya dalam pergerakan mahasiswa dalam perjuangan melawan ketidakadilan sosial pada tahun 1960-an.

Ia lantang mengeritik oenguasa di dua zaman, orde lama Soekarno dan Orde Baru Soeharto. Di masa Soekarno Gie mengeritik banyak kebijakan Soekarno termasuk keterlibatan PKI dan pemerintahannya. Di masa Soeharto, Gie mengeritik gaya kepemimpinan Soeharto yang sangat militeristik.

Artikel Soe Hok Gie yang menyinggung tahanan pokitik pasca G30S ini berjudul Persoalan Tawanan Politik, terbit Maret tahun 1969 di Mahasiswa Indonesia.

Tribun Manado menyadur artikel ini dari buku: Soe Hok Gie  Sekali Lagi, terbitan Kepustakaan Populer Gramedia.

Gie menyebut dalam artikelnya, angka 80 ribu tawanan politik yang ditangkap setelah terjadi peristiwa G30S

"Jumlahnya turun naik sesuai dengan irama pelepasan dan penangkapan baru," tulis Gie. 

Jumlah yang terbanyak terdapat di Jawa Tengah, ada 55 ribu dan tersebar di penjara-penjara maupun kamp-kamp tawanan darurat yang dibangun secara kilat di Jogja, Ambarawa, Nusakambangan, Pekalongan dan sejumlah daerah lainnya. 

Gie menjelaskan, sebagian besar dari mereka ditawan sejak akhir 1965 ketika terjadi gelombang penangkapan terhadap kaum komunis dan simpatisannya.

"Tidak pernah dijelaskan berapa lamakah batas waktu penahanan mereka tetapi seorang juru bicara Kodam V Jaya menyatakan bulan Januari (1969) yang lalu, bahwa kepada tawanan G30S tidak ada batas waktu penahanan," ungkap Gie. 

Gie membeber, untuk penahanan seorang yang dianggap komunis tidak memerlukan prosedur yang sulit. Dengan istilah: Ada Indikasi Terlibat G30S, saja seseorang dapat ditahan.

"Ini benar-benar merupakan penyimpangan daripada prosedur hukum yang biasa karena keadaan darurat (yang tidak diketahui di mana batas waktunya)," ujar Gie. 

Gie juga turut membeber sejumlah seniman dan sastrawan yang ikut ditangkap dan dituduh komunis seperti Pramoedya Ananta Toer, Rivai Apin, T.W. Kamil, dan Ina Slamet. 

"Dalam perlakuan kadang-kadang tidak dipikirkan tentang asal mereka, apakah ia seorang penyair (yang memerlukan buku dan alat-alat tulis) ataukah seorang buruh listrik. Pernah titipan majalah Budaya Jaya untuk tawanan intelektuil ditolak begitu saja oleh pengawas kamp," tulis Gie.

Keadaan fisik para tahanan ini jauh daripada memuaskan, walaupun terdapat perbedaan dari kamp ke kamp. Walaupun angka-angka kematian tidak pernah diumumkan secara resmi dari "cerita cerita burung" dapat diketahui bahwa jumlahnya cukup tinggi.

Di beberapa tempat mereka dipekerjakan di luar kamp untuk membangun jalan-jalan, gedung dan membantu pekerjaan di sawah. Bagi mereka keadaan lebih baik.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Polisi Sipil, Bukan Alat Kekuasaan

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved