Opini
Kecerdasan Emosional Solusi untuk Perilaku Narsistik
Kemampuan ini membantu kita mengenali perasaan, merespon dengan cepat, dan mengatasi masalah dalam hubungan.
Penulis: Rhendi Umar | Editor: Isvara Savitri
Oleh: Sweety Valensya Lolong
Mahasiswi Program Studi Magister Sains Psikologi Unika Soegijapranata
Kemampuan memahami dan mengelola emosi diri sendiri serta emosi orang lain yang dikenal sebagai kecerdasan emosional telah diakui sebagai hal yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam berinteraksi dengan sesama.
Kemampuan ini membantu kita mengenali perasaan, merespon dengan cepat, dan mengatasi masalah dalam hubungan.
Namun, dalam interaksi kita sering bertemu dengan orang yang memiliki gangguan kepribadian narsistik.
Gangguan kepribadian narsistik atau disebut juga dengan istilah narcissistic personality disorder (NPD) terjadi akibat sikap atau perilaku seseorang yang secara berlebihan dalam memandang keunikan atau kelebihan yang dimiliki, sehingga menimbulkan fantasi yang berlebihan terhadap dirinya sendiri.
Menghadapi orang narsistik sangat menguras energi.
Mereka cenderung merasa lebih hebat dari orang lain, sangat membutuhkan pujian, dan kurang bisa memahami perasaan orang lain.
Sifat-sifat ini sering menimbulkan masalah dan membuat hubungan menjadi sulit.
Individu narsistik bisa meremehkan, memanfaatkan, dan tidak peduli pada perasaan orang lain, yang akhirnya merusak kepercayaan dan membuat orang menjauh.
Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai interaksi antara individu dengan kecerdasan emosional yang matang dan individu dengan kecenderungan narsistik menjadi krusial.
Ketika seseorang dengan kemampuan mengenali dan mengelola emosi berinteraksi dengan individu yang didorong oleh superioritas dan kurangnya empati.
Individu dengan kecerdasan emosional tinggi mungkin akan merasakan frustrasi, kebingungan, atau bahkan terluka oleh perilaku narsistik yang seringkali tidak mempertimbangkan perasaan orang lain.
Di sisi lain, kecerdasan emosional juga berpotensi menjadi alat yang ampuh untuk melintasi interaksi ini dengan cara yang lebih efektif dan adaptif.
Kemampuan untuk membaca emosi di balik topeng keangkuhan, mengatur respons diri agar tidak terpancing oleh provokasi, dan bahkan menggunakan empati secara strategis dapat membantu mengurangi konflik dan melindungi kesejahteraan emosional individu yang berinteraksi dengan narsistik.
Lebih lanjut, pemahaman ini dapat membuka jalan bagi pengembangan strategi komunikasi dan batasan yang sehat.
Menurut APA DSM V (2013), NPD dapat diartikan sebagai gangguan kepribadian di mana seseorang terlalu berfantasi tentang dirinya yang hebat dalam hal sukses, pintar, kekuatan, cantik, dan cinta yang sempurna.
Mereka sangat butuh dikagumi orang lain tapi kurang memiliki empati.
Baca juga: Gempa Bumi Guncang Maluku Sabtu 7 Juni 2025, Gempanya Baru Saja Terjadi Siang Ini, Berikut Info BMKG
Baca juga: Info Cuaca Manado Besok Minggu 8 Juni 2025, BMKG: Seluruh Wilayah Berpotensi Diguyur Hujan
Orang dengan kecenderungan narsistik merasa dirinya paling istimewa dan superior.
Mereka sombong, terobsesi dengan pencapaian, penampilan, dan kepintaran, serta ingin selalu dipuja- puja.
Mereka juga merasa berhak atas segalanya, mudah iri, dan sering memanfaatkan orang lain demi keuntungan diri sendiri.
Perilaku narsistik disebabkan juga oleh penerimaan diri yang buruk.
Seseorang dengan karakteristik narsistik menampilkan ciri-ciri yang tampak kuat dan superior, tetapi sebenarnya hanya samaran yang digunakan untuk menyembunyikan harga diri mereka yang sesungguhnya lemah dan mudah terluka.
Individu dengan kepribadian narsistik sering membanggakan pujian dan pengakuan mereka terima dari orang lain atas keistimewaan, prestasi, atau keyakinan idealis mereka.
Tindakan ini biasanya muncul sebagai reaksi defensif ketika mereka merasa harga diri mereka terancam oleh saran atau kritik yang bertujuan memperbaiki perilaku atau pemikiran mereka.
Dorongan kuat untuk terus mencari perhatian sebenarnya bukan semata-mata karena egois, melainkan berakar pada kebutuhan mendalam untuk mengatasi perasaan tidak mampu dan harga diri yang rendah.
Hal tersebut secara akurat menggambarkan dinamika psikologis yang mendasari perilaku pamer dan tuntutan perhatian pada individu dengan kepribadian narsistik.
Perilaku yang tampak arogan dan egois pada individu narsistik seringkali merupakan manifestasi luar dari perjuangan internal dengan perasaan rendah diri dan kebutuhan yang mendalam untuk merasa berharga.
Individu yang narsistik menunjukkan pola perilaku dan pemikiran yang ditandai dengan rasa kepentingan diri yang berlebihan, kebutuhan yang mendalam akan kekaguman, dan kurangnya empati terhadap orang lain.
Selain itu terdapat juga beberapa dampak yang signifikan seperti:
Baca juga: Mahasiswa KKN Unima Angkat Potensi Ekonomi Desa di Minahasa dengan Pembuatan Selai dari Tomat
Baca juga: Prakiraan Cuaca Manado Sulut Besok Minggu 8 Juni 2025, Info BMKG Potensi Hujan Ringan
Dampak pada diri sendiri
Individu dengan gangguan narsistik mengalami kesulitan dalam menjalin dan mempertahankan hubungan yang sehat karena kebutuhan mereka sendiri.
Meskipun mereka tampak percaya diri, tetapi mereka memiliki perasaan tidak aman dan takut untuk dikritik.
Mereka sangat sensitif terhadap kritik dan mudah marah menyebabkan terhambatnya pertumbuhan pribadi dalam proses belajar dari kesalahan.
Individu ini rentan terhadap masalah kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan gangguan bipolar.
Meskipun mereka merasa berkuasa dan penting tetapi seringkali rapuh dan sangat bergantung pada validasi orang di sekitar.
Tidak jarang jika individu dengan gangguan narsistik selalu membutuhkan pengakuan, pujian, penerimaan, dan perhatian dari orang lain.
Dampak pada Orang Lain
Berinteraksi dengan individu dengan gangguan narsistik seringkali membawa dampak negatif yang signifikan bagi orang di sekitarnya, termasuk pasangan, keluarga, teman, dan rekan kerja.
Mereka cenderung merasa tidak dihargai dan diabaikan kebutuhannya, dieksploitasi serta dimanipulasi demi kepentingan individu narsistik tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain.
Komunikasi menjadi sulit dan penuh konflik akibat perdebatan, sikap meremehkan, dan penolakan pandangan.
Baca juga: Info Cuaca Sulawesi Utara Besok Minggu 8 Juni 2025, BMKG: Seluruh Wilayah Berpotensi Diguyur Hujan
Baca juga: Gempa Bumi Magnitudo 4.2 SR Guncang NTT Siang Ini Sabtu 7 Juni 2025, Gempanya Baru Saja Terjadi
Lebih lanjut, orang terdekat mungkin mengembangkan perasaan bersalah atau bertanggung jawab atas emosi dan perilaku narsistik, yang menyebabkan kelelahan emosional, stres, dan bahkan kehilangan kepercayaan diri akibat kritik dan perlakuan merendahkan yang terus-menerus, yang pada akhirnya dapat mendorong isolasi sosial dari hubungan yang menyakitkan tersebut.
Gangguan kepribadian narsistik membawa dampak negatif yang signifikan bagi individu yang mengalaminya, terutama dalam kemampuan mereka untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang sehat, serta meningkatkan risiko masalah kesehatan mental lainnya.
Bagi orang-orang di sekitar mereka, berinteraksi dengan individu narsistik seringkali menyakitkan, membuat frustasi, dan dapat merusak kesejahteraan emosional.
Kecerdasan emosional (Emotional Intelligence atau EI) telah menjadi konsep yang semakin diakui dalam psikologi dan berbagai bidang lainnya.
Kecerdasan emosional sebagai faktor penting yang memengaruhi keberhasilan individu dalam kehidupan pribadi dan profesional.
Kecerdasan emosional tidak hanya berfokus pada kemampuan kognitif, melainkan juga menyoroti pentingnya pemahaman dan pengelolaan emosi, baik pada diri sendiri maupun orang lain.
Salah satu definisi yang paling berpengaruh dan banyak dirujuk adalah yang dikembangkan oleh Mayer dan Salovey (1997), kecerdasan emosional adalah “kemampuan untuk memahami emosi secara akurat; menggunakan emosi untuk memfasilitasi pemikiran, pemecahan masalah, dan kreativitas; memahami emosi, dan mengelola emosi untuk pertumbuhan pribadi.”
Baca juga: Lirik Lagu Aku Perlu Engkau Tuhan - Foke Fritz, Mighty Music
Baca juga: Daftar Lengkap 33 Ruas Tol yang Mendapat Diskon 20 Persen, Berlaku Mulai 6 Juni 2025
Definisi ini merangkum empat cabang utama kecerdasan emosional yang saling terkait, yaitu persepsi emosi, penggunaan emosi untuk memfasilitasi pemikiran, pemahaman emosi, dan pengelolaan emosi.
Hal ini memberikan landasan yang kuat untuk memahami bagaimana individu dapat secara efektif berinteraksi dengan dunia emosi mereka dan menggunakannya untuk meningkatkan kualitas hidup dan
hubungan interpersonal.
Kecerdasan emosional melibatkan kemampuan untuk mengenali, memahami, mengelola, dan menggunakan emosi diri sendiri dan emosi orang lain secara efektif.
Kecerdasan emosional terdiri dari lima aspek utama yang saling berkaitan satu sama lain.
Kesadaran diri menjadi landasan pertama, memungkinkan individu untuk mengenali emosi yang sedang dialami serta memahami bagaimana emosi tersebut memengaruhi pikiran dan tindakan mereka.
Melanjutkan hal ini, regulasi diri adalah kemampuan untuk mengelola emosi, mengendalika impuls yang merugikan, dan merespons stres dengan cara yang adaptif.
Aspek motivasi diri juga mendorong individu untuk menggunakan dorongan internal mereka dalam mencapai tujuan, mengatasi rintangan, dan tetap gigih dalam menghadapi tantangan.
Selanjutnya, empati memungkinkan individu untuk memahami dan merasakan emosi orang lain, membangun koneksi yang lebih dalam, dan merespons kebutuhan emosional mereka dengan tepat.
Terakhir, keterampilan sosial mencakup kemampuan untuk membangun dan memelihara hubungan yang sehat, berkomunikasi secara efektif, bekerja sama dengan orang lain, dan mengelola konflik dengan cara yang konstruktif.
Kelima aspek ini secara kolektif membentuk pondasi kecerdasan emosional yang memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan diri sendiri dan dunia di sekitar mereka dengan pemahaman, kebijaksanaan, dan kemampuan lebih baik.
Kecerdasan emosional merupakan alat penting yang memberdayakan individu untuk menghadapi perilaku narsistik.
Daripada terperangkap dalam interaksi yang merugikan, pemahaman dan penerapan komponen-komponen kecerdasan emosional memberikan strategi efektif untuk melindungi diri, mengelola respon, memahami akar perilaku narsistik, dan membangun batasan yang sehat.
Pengembangan kecerdasan emosional menjadi landasan kuat untuk menciptakan hubungan yang lebih baik, meningkatkan ketahanan mental, dan mengurangi dampak negatif dari interaksi dengan individu narsistik.(*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.