Opini
Koperasi Merah Putih dan Bayang-Bayang KUD: Belajar dari Sejarah
Namun, seperti sejarah yang sering berulang dalam wajah berbeda, muncul pertanyaan mendasar: apakah ini tidak terlalu buru-buru?
Penulis: Nielton Durado | Editor: Isvara Savitri
Lebih jauh lagi, muncul satu persoalan mendesak yang kerap luput dari perhatian dalam peluncuran program besar semacam ini: siapa yang akan mengelola koperasi-koperasi ini?
Di banyak desa, kapasitas sumber daya manusia untuk mengelola koperasi belum terbangun secara memadai.
Banyak pengurus koperasi terdorong maju bukan karena kompetensi, tetapi karena kedekatan dengan pemerintah desa atau sekadar karena tidak ada orang lain.
Tak sedikit pula yang menganggap koperasi hanyalah perpanjangan tangan program bantuan, bukan badan usaha berbasis anggota.
Tanpa pelatihan intensif dan berkelanjutan, koperasi yang didirikan secara top-down berisiko besar menjadi wadah kosong.
Mungkin aktif secara administratif —rapat ada, proposal jalan, laporan dibuat— tetapi kosong secara substansi partisipasi dan semangat kolektif.
Lebih gawat lagi, tanpa manajemen yang profesional dan akuntabel, koperasi bisa mudah tergelincir menjadi alat segelintir elit desa.
Potensi penyalahgunaan dana, korupsi internal, dan konflik antaranggota akan semakin besar bila tidak ada sistem pengawasan partisipatif dan mekanisme kontrol sosial dari anggota sendiri.
Inilah mengapa, koperasi tidak bisa dilahirkan secara instan.
Ia harus dididik, dijemput dengan kesabaran.
Dibutuhkan waktu untuk membangun pemahaman dasar tentang koperasi —apa itu anggota, apa itu modal sosial, bagaimana membangun kepercayaan, bagaimana mengambil keputusan bersama, dan bagaimana bertanggung jawab terhadap dana kolektif.
Jika ini diabaikan, maka koperasi hanya akan menjadi proyek infrastruktur sosial yang kosong makna.
Gedung ada, papan nama dipasang, buku simpan pinjam disusun, tapi kehidupan koperasinya tidak berjalan.
Ia menjadi koperasi administratif, bukan koperasi gerakan.
Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk mengalihkan fokus dari sekadar banyaknya koperasi berdiri ke soal bagaimana kualitas kesiapannya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.