Opini
Beragama Atas Dasar Kesadaran Bukan Pemaksaan
Manusia tidak dipaksa untuk memilih keyakinan tertentu sebab beragama itu harus didasarkan pada kesadaran bukan pada pemaksaan.
Oleh: M Tahir Alibe
(Dosen IAIN Manado - Pengurus MUI Sulawesi Utara)
IMAM Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis dari Ibn Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: saya diperintahkan oleh Allah SWT untuk membunuh manusia sampai dia mengakui tidak ada Tuhan kecuali Allah, Muhammad sebagai Nabi, mendirikan shalat dan menunaikan zakat kecuali dengan jalan yang dibenarkan Islam dan hisabnya diserahkan kepada Allah SWT.
Hadis ini dalam kitab hadis arbain berada pada hadis ke delapan. Hadis ini jika dibaca secara harfiah maka bisa membawa pada kesimpulan tentang bolehnya membunuh manusia sampai dia bersedia bersyahadat bahwa Tidak ada Tuhan kecuali Allah SWT mengakui Muhammad sebagai seorang Nabi, menjalankan shalat dan menunaikan zakat.
Jika melihat redaksi hadis tersebut maka nampaknya hadis itu terjadi pada saat Nabi SAW berada di Madinah, sebab izin untuk berperang bagi Nabi SAW terjadi ketika beliau berada di Madinah, selama di Makkah, Nabi SAW belum mendapatkan izin untuk berperang.
Dalam catatan sejarah di masa kepemimpinan Imam Ali kw sebagai khalifah ke empat Nabi SAW, terdapat satu kaum yang sangat harfiah memahami sebuah teks ayat ataupun hadis sehingga begitu mudah terjebak pada penafsiran, pemahaman yang keliru mereka disebut kelompok khawarij.
Disebut sebagai khawarij sebab awalnya adalah kelompok Imam Ali kw lalu memisahkan diri dari kelompok Imam Ali kw. Bagi mereka Imam Ali kw itu kafir dan halal darahnya sebab melanggar hukum Allah.
Abdur Rahman bin Muljam adalah bagian dari kelompok tersebut. Ia dikenal sebagai ahli ibadah, tetapi sejarah juga mencatatnya sebagai orang yang membunuh Imam Ali kw saat melaksanakan shalat subuh.
Hadis yang kita bicarakan sekarang ini, bisa jadi alat legitimasi untuk membunuh manusia yang tidak mengakui Allah sebagai Tuhannya, Muhammad sebagai Nabinya, meninggalkan shalat dan zakat.
Umat Islam di Indonesia pernah dikejutkan oleh sekelompok orang yang begitu ekstrim, mudah menyesatkan kelompok lain, anti Pancasila, dan melakukan bom di beberapa tempat di Indonesia, padahal mereka ahli ibadah, bacaan qur’annya fasih sehingga kita terkagum-kagum terhadap ibadah dan konsisten mereka.
Umirtu an uqatila an-nas, saya diperintahkan untuk membunuh manusia dapat berlaku dengan beberapa syarat dan ketentuan, antara lain:
1. Setelah ada bayan, penjelasan terhadap ajaran Islam kepada orang lain. Oleh karena itu, terlarang membunuh manusia bila belum ada penjelasan yang sampai kepada mereka.
Pendapat ini pun, masih perlu ditinjau ulang sebab, di masa Nabi saw setelah penjelasan diberikan, tidak ditemukan data sejarah Nabi saw membunuh orang tersebut.
2. Bila mereka meninggalkan shalat dan tidak mengeluarkan zakat. Di masa Abu Bakar ash-Shiddiq ra sebagai khalifah pertama Nabi saw pernah memerangi orang yang tidak mau mengeluarkan zakat.
Umar ra tidak sepakat dengan kebijakan Abu Bakar untuk memerangi orang yang tidak mengeluarkan zakat. Di masa Nabi saw ada sahabat tidak mengeluarkan zakat tetapi tidak sampai diperangi oleh Nabi saw
3. Izin membunuh manusia itu bagi orang-orang musyrikin saja bukan kepada ahlul kitab, seperti Agama Yahudi, Nasrani.
Makanya dalam riwayat yang lain disebutkan umirtu an uqatila al-musyrikin (khusus orang musyrik saja). Di Makkah banyak penyembah berhala tetapi Nabi SAW tidak memerangi atau membunuh mereka.
Sehingga pendapat ini pun perlu ditinjau ulang.
4. Menurut Nadirsyah Husain, hadis ini menggunakan kata Qaata yuqaatilu muqaatalatan, wazan dari fa’ala yufaa’ilu mufa’alatan yang meniscayakan keterlibatan dua orang yang ingin saling membunuh.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.