Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Catatan Seorang Jurnalis

Indahnya Mengampuni

Dia pria tua yang kehilangan anaknya, seorang gadis manis berumur 7 tahun. Pelakunya adalah tetangga sendiri.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
META AI
PRIA TUA: Ilustrasi seorang pria tua. Gambar dibaut Meta AI pada Rabu (19/3/2025). 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Pria tua itu ringkih. Karena usia serta beban hidup yang berat.

Di wajahnya tergurat senja dan kesedihan tiada tara.

Dia pria tua yang kehilangan anaknya, seorang gadis manis berumur 7 tahun.

Sang anak korban pembunuhan sadis. Ia diculik, dirudapaksa dan dibunuh.

Mayatnya ditemukan dalam karung. Pelakunya tetangga sendiri. Yang ia kenal dekat. Oknum aparat desa.

Setelah sepekan buron, mayat si pembunuh ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan di sebuah kebun yang tak berada jauh dari TKP. Kata polisi, ia bunuh diri.

Tak ada lagi ceria dalam hidup si pria tua. Ia lupa caranya berbahagia.

Hendak makan, tampak wajah si pembunuh dalam piring. 

Hingga piring tak berdosa itu jadi sasaran amukan; dibanting lalu pecah berkeping-keping.

Ingin mandi, air di bak menjadi layar bioskop yang menayangkan kejadian pembunuhan sang anak dalam imajinya.

Peristiwa pembunuhan ini viral awal tahun 2021. 

Sebagai wartawan saya beruntung dapat mewawancarai si bapak secara dekat.

Hampir tiap hari saya mewawancarainya. Dan ia mirip mayat hidup.

Di hari ketujuh, saya datang dan ia terlihat beda. Matanya yang dulu liar, kini bersinar lembut.

"Saya sudah mengampuninya," kata dia.

Saya tersentak. Pria itu mengucapkan kata - kata tersebut dengan lembut dan ekspresi yang mantap.

Ia mengaku pengampunan tumbuh oleh doa yang tiap hari dipompakan pendeta serta mejelis di gerejanya.

"Saya melihat Yesus yang terpaku di kayu salib dan berkata Bapa ampunilah karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.

Seketika saya sadar bahwa pengampunan adalah kewajiban kita seperti halnya Yesus sudah mengampuni saya.

Pembalasan adalah hakNya," katanya. 

Kata Bapa ampunilah karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat, saya kira, adalah puncak filsafat.

Allah dari kekal memasuki kesementaraan, ia yang tanpa dosa mati seperti orang terkutuk, semua karena cinta yang begitu besar pada manusia ; inilah puncak pengetahuan.

Si pria ini oleh anugerah belas kasihan Allah Bapa di surga telah menemukannya di dalam gelap yang paling gelap, dan ia pun menjadi terang.

Bukan hanya dalam kata, pria itu mempraktekkannya. 

Ia mengundang keluarga pembunuh anaknya, saling bermaafan, berdoa dan makan bersama.

Dendam sudah berlalu dari desa kecil itu. Hanya ada dunia baru yang fondasinya pengampunan. 

Saya pernah kehilangan ayah dan mendendam pada orang yang menyakiti hatinya sebelum ia tewas.

Ia tersandung kasus korupsi dan saya yang bersumpah agar dia menderita, menggempurnya mati - matian di pemberitaan.

Sampai dia akhirnya masuk penjara. 

Dia jatuh sejatuh - jatuhnya. Tapi apakah saya merasa puas?

Ternyata tidak. Yang tersisa hanya rasa bersalah dan tak tenang.

Damai setelah balas dendam hanya ada dalam cerita silat. 

Di dunia nyata, balas dendam ibarat menusuk kulit musuh namun melukai daging diri sendiri.

Saya telah kalah. Karena balas dendam.

Si pria tua itu menang. Karena ia mengampuni.

Kubur itu telah kosong. Di dalamnya tak ada lagi kebencian dan balas dendam. (Art)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Bergabung dengan WA Tribun Manado di sini >>>

Simak Berita di Google News Tribun Manado di sini >>>

Baca Berita Update TribunManado.co.id di sini >>>

 

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Relawan Palsu dan Politik Rente

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved