Sejarah
Sejarah, Makna dan Relevansi Imlek Masa Kini
Imlek adalah sebuah sistem penanggalan. Awal tahun atau hari pertamanya dikenal sebagai Tahun Baru Imlek. Berikut ulasan tentang sejarah Imlek.
Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Rizali Posumah
Selain makna agamis, Imlek memiliki arti keberpihakan pada rakyat atau orang banyak. Salah satu pertimbangan utama Kong Zi menyarankan digunakannya kembali penanggalan Imlek adalah agar bisa digunakan oleh rakyat banyak untuk memulai kegiatan pertaniannya.
Perubahan demi perubahan yang dilakukan sebelumnya, yang semata-mata didasarkan pertimbangan legitimasi kekuasaan, amat ditentang Kong Zi.
Makna ketiga adalah makna spiritual. Malam hari menjelang Tahun Baru Imlek, setiap pribadi yang menghayatinya secara agamis, bersembahyang ke Hadirat Tuhan, seraya secara jujur melakukan pengakuan dan introspeksi diri atas segala kesalahan dan kekhilafan yang dibuat selama setahun.
Seminggu sesudah tahun baru, malam harinya digunakan untuk melakukan Sembahyang Besar ke Hadirat Tuhan, sambil berprasetia untuk berbuat kebajikan sepanjang tahun.
Seminggu sebelum jatuhnya Tahun Baru Imlek, atau tepatnya pada tanggal 24 bulan 12 Imlek, digunakan untuk menyantuni mereka-mereka yang kurang beruntung.
Ini disebut Hari Persaudaraan, yang masih satu rangkaian dengan Tahun Baru Imlek. Dengan demikian bisa dikatakan Imlek juga mempunyai makna sosial atau kepedulian.
Perayaan Tahun Baru Imlek, biasanya dilakukan 15 hari penuh, dari tanggal 1 sampai tanggal 15. Selama masa itu, selain digunakan untuk sungkem kepada orang tua dan yang dituakan, juga digunakan untuk mengembangkan silaturahmi dengan sahabat dan kerabat.
Pada akhir perayaan tahun baru, tepatnya tanggal 14 dan 15 bulan pertama Imlek, biasanya dilakukan pesta budaya, yang diramaikan dengan barongsai, tarian naga/liong, gotong toapekong dan pesta budaya lainnya.
D. Relevansi
Tanggal 18 Juni 1946, ketika itu Indonesia belum genap setahun merdeka. Presiden Soekarno menetapkan 4 (empat) Hari Libur Fakultatif bagi orang Tionghoa yang waktu itu mayoritas beragama Khonghucu: Tahun Baru Imlek, Qing Ming/Ceng Beng, Hari Lahir dan Hari Wafat Nabi Kong Zi.
Dua puluh satu tahun kemudian, lewat Inpres 14/1967, Presiden Soeharto membatasi agama dan budaya Cina, yang kemudian dipulihkan Presiden KH. Abdurrahman Wahid dengan Keppres 6/2000.
Langkah pemulihan ini kemudian diteruskan Presiden Megawati Soekarnoputri yang menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai Hari Nasional dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengembalikan Hak-Hak Sipil Umat Khonghucu.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa relevansi Imlek yang utama adalah terhapusnya diskriminasi oleh negara dan pengakuan kembali atas pluralitas, kemajemukan atau kebhinnekaan bangsa Indonesia. Ini sesuai dengan amanat dan tujuan berdirinya Indonesia.
Yang kemudian menjadi pertanyaan berikutnya adalah apa yang harus dilakukan setelah itu?
Inilah yang harus dijaga, agar Imlek tetap terpelihara maknanya, sesuai apa yang seharusnya. Jangan sampai Imlek terjebak menjadi ajang pesta pora awal tahun, meski di zaman yang serba material dan bisnis sekarang ini segala sesuatu bisa dibisniskan.
Kisah AH Nasution, Pahlawan Nasional Indonesia, Konseptor Perang Gerilya yang Mendunia |
![]() |
---|
Kisah Amir Syarifuddin, Pejuang Tiga Zaman: Kolonial, Jepang, dan Revolusi RI |
![]() |
---|
Kisah di Balik Nama Es Teler: Dari Celetukan Mahasiswa UI hingga Legenda Metropole |
![]() |
---|
3 Agustus dalam Sejarah: Mantan Presiden Soeharto Jadi Tersangka Korupsi Rp 600 Triliun |
![]() |
---|
Kisah Tsar Terakhir Rusia: Kejatuhan Nicholas II dan Runtuhnya 300 Tahun Kekuasaan Romanov |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.