Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sejarah

Sejarah dan Profil AH Nasution Pahlawan Nasional Indonesia, Konseptor Perang Gerilya yang Mendunia

Sosok yang akrab disapa AH Nasution ini juga tokoh yang turut membentuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari nol.

Editor: Rizali Posumah
HO
AH Nasution, pahlawan nasional Indonesia, konseptor perang gerilya yang mendunia 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Jika ada yang bertanya siapa tokoh Indonesia yang dikenal dunia karena karyanya di bidang militer? maka jawabannya adalah Jenderal Besar Abdul Haris Nasution.

Dia adalah salah satu tokoh penting Indonesia di masa revolusi fisik mempertahankan kemerdekaan. 

Sosok yang akrab disapa AH Nasution ini juga tokoh yang turut membentuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari nol. 

Pernah menjabat sebagai Wakil Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) pada 1948.

Pada 1950, ia juga dipercaya menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan langsung melakukan reorganisasi dalam struktur internal AD.

Berbekal pengalamannya dalam perang revolusi di Indonesia dari 1945 hingga 1949, jenderal bintang lima ini menjadi konseptor perang gerilya untuk kalangan akademisi militer. 

Pokok-pokok Gerilya (1953) atau Fundamentals of Guerrilla Warfare adalah salah satu buku AH Nasution yang kini sudah terkenal di kalangan militer sedunia.

Lantas seperti apa profil dan sejarah seorang pria asal Sumatera Utara ini? Simak ulasannya:

Profil

AH Nasution adalah anak kedua dari pasangan H. Abdul Halim Nasution dan Hj. Zaharah Lubis.

Ia dilahirkan di Desa Hutapungkut, Kotanopan, Sumatera Utara, pada 3 Desember 1918.

Ayahnya adalah seorang pedagang tekstil, karet, kopi.

Selain sebagai pedagang, ayahnya juga aktif di dunia pergerakan dan organisasi yakni sebagai anggota Sarekat Islam.

Pak Nas, begitu biasa beliau dipanggil, tumbuh dalam keluarga yang sangat taat beragama Islam.

Ia memilai pendidikannya di kampung halamannya di Hutapungkut.

Sang ayah sebenarnya ingin Nasution belajar di sekolah agama, sementara sang ibu ingin ia belajar kedokteran di Batavia (sekarang Jakarta).

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved