Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini

Jalan Buntu Demokrasi Pasca Pemilu 2024

Pejabat-pejabat ini akan dilengkapi dengan sespri, ajudan, tenaga ahli. Mobil dinas, perjalanan dinas, asuransi, hingga rumah dinas.

Kolase/tribunmanado.co.id/HO
Ferry Daud Liando, Dosen Kepemiluan Unsrat. 

Oleh :

Ferry Daud Liando
Dosen Kepemiluan Unsrat

MAYORITAS fraksi di DPR akhirnya setuju bahwa jumlah kementerian tidak dibatasi pada angka tertentu.

Dengan demikian jumlah kementerian yang saat ini berjumlah 34 kemungkinan akan bertambah entah berapa banyaknya.

Perubahan ini akan sulit dibantah sebagai bentuk mengkomodasi bagi-bagi jatah partai politik (parpol), kelompok pengusaha, pensiunan dan Organisasi Kemasyarakatan (ormas) pendukung Presiden dan Wakil Presiden baik saat pilpres maupun yang bergabung pasca pilpres.

Kebijakan ini akan melahirkan banyak konsekwensi logis terutama bagi kebuntuan demokrasi.

Pertama. Jika semua kekuatan politik berburu kekuasaan, maka potensi otoritarianisme akan sulit dibendung. Partisipasi publik dalam setiap perumusan kebijakan publik akan tidak akan memiliki makna. Mekanisme checks and balances akan mati. Dalam hal ini esensi demokrasi makin kabur.

Kedua. Fungsi negara adalah menjamin rakyatnya sejahtera, terdidik, aman dan nyaman. Penambahan jumlah menteri akan berkonskewensi pada penambahan anggaran negara untuk mensejahterhkan para elit-elit politik.

APBN kita akan dibebani dengan tambahan membayar uang gaji, tunjangan, biaya operasinal menteri, dirjen-dirjen, sekjen, deputi, direktur.

Pejabat-pejabat ini akan dilengkapi dengan sespri, ajudan, tenaga ahli. Mobil dinas, perjalanan dinas, asuransi, hingga rumah dinas.

Jika mengikuti persidangan kasus korupsi menteri pertanian SYL, ternyata biaya operasional menteri bisa digunakan anak-anak menteri pergi ke salon untuk merawat kulit.

Jika jumlah kementerian bertambah, bagaiamana dengan empati para penguasa terhadap rakyatnya yang mati karena kelaparan, mati tersiksa karena buruknya pelayanan publik di sektor kesehatan, saling membunuh ditengah jalan karena berebutan jalan yang sempit dan berlubang.

Kriminalitas dimana-mana karena keterbatasan jumlah personil aparat hukum. Sebagian besar anak-anak tidak bersekolah karena tidak ada biaya sekolah dan fasilitas sekolah yang terbatas.

Derita rakyat makin merana, sementara para elit tanpa hati memanipulasi kebijakan untuk kepuasan dan pesta pora.

Jumlah lembaga negara kita telah oversize. Selain kementerian, terdapat juga banyak lembaga-lembaga negara lain.

Kadang tugas-tugasnya tumpang tindi bahkan ada kementerian yang saling berebut kewenangan seperti kemendagri dan kemendes, kemendikbud dengan kemenag, kemesos dengan kementerian pemberdayaan perempuan.
Ketiga pelimpahan kewenangan pemerintah pusat ke daerah baik melalui perencanaan, kebijakan dan implementasi kemungkinan akan berbalik dan ditarik ke pusat.

Penambahan sejumlah menteri kemungkinan akan ada kementerian yang tidak akan kebagian job atau kewenangan.

Sebab keadaan kementerian yang berjumlah 34 saja, sebagian kementerian frustasi karena keterbatasan job dan kewenangan.

Sehingga tugas lembaga-lembaga sektoral maupun lembaga horisontal kerap tarik menarik satu sama lain.

Padahal prinsip otonomi daerah sesungguhnya merupakan anak kandung dari demokrasi. (*)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Polisi Sipil, Bukan Alat Kekuasaan

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved