Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Terorisme

Anak Muda Jadi Teroris, Soal Ideologi dan Menjadi Keren, Pengamat Terorisme Kritik BPIP

Narasi dalam terorisme bukan hanya soal ideologi tetapi lebih jauh dari itu. Ada beragam cara bagaimana anak muda bergabung dalam gerakan semacam itu.

Tribun Timur/Sanovra Jr
Aparat Brimob melakukan penggeledahan rumah Lukman, tersangka bom bunuh diri Gereja Katedral Makassar yang berlangsung di Jalan Tinumbu 1 Lrg 132, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (29/3/2021). Aparat menggunakan robot penjinak bom dengan tujuan untuk menggeledah barang bukti di dalam rumah tersangka. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Pada Juni 2014, di sebuah warung kebab di Kayseri, Turki, Noor Huda Ismail secara tidak sengaja bertemu dengan Teuku Akbar Maulana.

Pengamat terorisme itu sedang mengikuti sebuah konferensi, sementara Akbar adalah pelajar yang menerima beasiswa untuk sekolah di sana.

Keduanya terlibat perbincangan, hingga terungkap bahwa Akbar ternyata sedang menunggu jemputan untuk berjihad di Suriah.

Akbar memperlihatkan foto-foto kawannya, sesama anak muda, yang menenteng senjata di tengah konflik.

Noor Huda menyebut, ketertarikan Akbar berjihad adalah faktor heroisme yang dia cari sebagai anak muda berumur 14-an tahun.

“Gelora akbar bergabung itu lebih karena heroisme. Membawa AK 47, kelihatan keren,” ujar Noor Huda dalam diskusi terkait anak muda dan terorisme yang diselenggarakan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Minggu (5/4/2021), dalam warta VOA Indonesia.

“Narasi-narasi ISIS untuk kelompok lelaki waktu itu, memang selalu membuat galau perasaan orang yang ingin mencari jati diri. Misalnya kata-kata, bahwa ini adalah dunia bagi lelaki. Orang merasa, kalau tidak ke situ tidak lelaki,” lanjut dia.

Kisah pertemuan dengan Akbar itu menjadi bagian dari film dokumenter "Jihad Selfie," yang dirilis Noor Huda pada 2016.

Visiting Fellow RSIS, NTU Singapura, yang pernah menjadi santri dan berkawan dengan sejumlah mantan teroris ini, ingin mengungkapkan bagaimana terorisme adalah dunia yang kompleks.

Narasi dalam terorisme, ujarnya, bukan hanya soal ideologi tetapi lebih jauh dari itu.

Ada beragam cara bagaimana anak muda bisa bergabung dalam gerakan semacam ini.

Di masa lalu, Jamaah Islamiyah mudah terdeteksi karena merupakan aksi kolektif.

Mereka berkumpul bersama dalam sebuah organisasi yang solid.

Sementara saat ini, eranya menurut Noor Huda adalah aksi terkoneksi yang diterapkan ISIS.

Para pelaku teror tidak tergabung dalam satu organisasi, tetapi bersatu dalam ideologi yang sama yang terhubung melalui media sosial.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved