Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tajuk Tamu

Kebiasaan Posting Apa Saja di Medsos, dan Hasrat Jadi Idola

Ketika mengunggah foto, video atau tulisan di media sosial, apa sebenarnya tujuan atau niat kita? Niatnya mungkin berbeda-beda.

Editor: Fransiska_Noel
DAILY MAIL
Ilustrasi. 

Manusia suka dikagumi karena kekaguman orang lain padanya berarti kekuasaan atas hati orang tersebut. Menguasai hati lebih kuat mencengkeram daripada menguasai fisik.

Jika dibandingkan dengan harta, kekaguman hati juga lebih kuat.

Seorang yang hatinya sudah tertawan akan mudah dikendalikan, termasuk mengeluarkan harta untuk yang dikagumi.

Sebaliknya, orang yang berharta belum tentu bisa menaklukkan hati seseorang.

Berbeda dengan harta yang jika dibagi akan berkurang, kekaguman yang disebar oleh para pengagum akan menjalar dan bertambah.

Baik harta atau suka dikagumi, dua-duanya soal dunia, kata al-Ghazali.

Nilai keduanya tergantung pada niat dan cara kita dalam menghasilkannya.

Orang yang berusaha ingin dikagumi melalui cara-cara yang sah, sama bolehnya dengan orang yang menumpuk harta melalui cara-cara yang halal.

Tetapi jika cara-cara yang dilakukan untuk dikagumi adalah pemalsuan citra dan tipu daya, maka hal itu jelas tercela.

Selain itu, apakah kekaguman orang lain adalah tujuan atau sekadar sarana bagi tujuan lain? Jika ia menjadi tujuan itu sendiri, maka akan melahirkan sifat-sifat tercela seperti riyâ’ (pamer), takabbur (sombong) dan ‘ujub (kagum pada diri sendiri).

Sebaliknya, jika pujaan publik itu diharapkan menjadi sarana mempermudah bagi dirinya untuk menebar kebaikan, maka keinginannya itu mulia.

Namun, betapa sulit membedakan bisikan hati antara sarana dan tujuan di atas.

Karena itu, bagi al-Ghazali, yang lebih aman adalah tidak mengupayakan apapun untuk dikagumi publik.

Jika di masa kini, mungkin maksudnya adalah kita tidak mengunggah apapun di medsos. Jika tetap melakukannya, maka kita harus terus waspada jangan sampai ‘ujub dan takabbur, sifat yang membuat Iblis melawan Tuhan.

Alhasil, hasrat untuk dihargai itu wajar, tetapi hasrat untuk dipuja bagai dewa itu berlebihan. Dikagumi itu memang nikmat, tetapi jika ia menjadi tujuan itu sendiri, lambat laun bisa berubah menjadi laknat.

Sungguh berat membersihkan hati dari riyâ’, takabbur dan ‘ujub, teristimewa di era medsos ini!(banjarmasinpost.co.id)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved