Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kasus Dana Hibah GMIM

Hein Arina: Kiranya Palu Keadilan Tak Memukul Jatuh yang Jujur, Tetapi Pecahkan Rantai Salah Paham

Pdt Hein Arina membacakan pledoi dalam sidang kasus dugaan korupsi dana hibah dari Pemprov Sulut ke GMIM di Pengadilan Negeri Manado.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Gryfid Talumedun
Tribun Manado/Arthur Rompis
PEMBACAAN PLEDOI - Pdt Hein Arina tampil sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi dana hibah dari Pemprov Sulut ke GMIM di Pengadilan Negeri Manado. Hein Arina: Kiranya Palu Keadilan Tak Memukul Jatuh yang Jujur, Tetapi Pecahkan Rantai Salah Paham 
Ringkasan Berita:
  • Pdt Hein Arina membacakan pledoi dengan penegasan dan pembelaan atas tuduhan, menekankan bahwa dana hibah digunakan untuk pelayanan GMIM secara kolektif, bukan untuk kepentingan pribadi. 
  • Arina mengungkap pergumulan pribadi dan tekanan terhadap keluarganya, termasuk fitnah, hinaan, serta rasa sakit saat ditahan menjelang Jumat Agung. 
  • Ia menegaskan tidak bersalah, menolak adanya unsur memperkaya diri atau niat jahat, serta berharap hakim memberikan keadilan seturut kebenaran.

 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Di ruang sidang Pengadilan Negeri Manado yang terasa tegang sejak pagi, suasana mendadak berubah hening.

Dimana ketika Pdt Hein Arina berdiri untuk membacakan pledoi dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Pemprov Sulut ke GMIM.

Sidang yang digelar di Kima Atas, Mapanget, Manado, Senin (24/11/2025), itu menjadi salah satu momen paling krusial dalam proses hukum yang menyita perhatian publik Sulawesi Utara.

Baca juga: Sidang Pledoi Kasus Dana Hibah GMIM, Steve Kepel Bacakan Puisi, Kutip Ayat Alkitab

Pledoi sebagai jawaban terdakwa atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum dibacakan Arina dengan suara tenang namun penuh penekanan.

Dalam pernyataannya, ia menanggapi satu per satu tuduhan yang dialamatkan kepadanya, sembari menegaskan posisi, tanggung jawab, dan fakta-fakta yang menurutnya perlu diluruskan.

Namun bagian yang paling menyentuh dari seluruh rangkaian pledoi terjadi di akhir.

Alih-alih menutup dengan kalimat hukum formal, Pdt Hein Arina menutup pembelaannya dengan doa, sebuah doa yang membuat suasana sidang sejenak larut dalam keheningan. 

"Kiranya palu keadilan yang diketuk nanti, tidak memukul jatuh manusia yang jujur, tetapi memecahkan rantai salah paham, agar kebenaran kembali berdiri tegak di hadapan cahaya Tuhan," katanya. 

Doa itu membuat suasana sidang penuh haru.

Sejumlah pengunjung yang hadir terlihat meneteskan air mata. 

Hein menegaskan, pihaknya menggunakan dana hibah dengan hati yang bersih untuk kepentingan pelayanan. 

"Dari dana hibah berdiri rektorat tempat berteduh pada mahasiswa menggantikan gedung tua, dari dana hibah tumbuh kampus teologi bagi para calon pendeta, juga beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu atau bantuan bagi para pendeta emeritus, dari dana hibah berdiri rumah sakit GMIM yang melayani masyarakat semua agama, dari dana hibah para pemuda GMIM bisa bekerja untuk bangsa," kata dia. 

Arina menegaskan, tak ada bukti bahwa dana hibah mengalir ke rekening pribadi. 

Pengelolaan dilakukan secara kolektif melalui gereja. 

"Saya hanyalah seorang pendeta yang tidak paham birokrasi, tapi yang saya lakukan berasal dari hati nurani yang murni," katanya. 

Pada kesempatan itu, Arina pun curhat. 

Ia mengaku setiap orang Kristen pasti mendapat ujian. 

"Tapi saya tak menyangka, ujian datang seberat ini," kata dia. 

Arina mengaku dibalik senyumnya yang senantiasa ia munculkan di persidangan, ada rasa sakit. 

Terutama saat orang yang ia cintai difitnah dengan hal yang tak benar. 

"Keluarga saya dihina, dituduh macam-macam, selama dalam penjara anak bertanya papa masih kuat dengan tuduhan ini, cucu saya bertanya kapan opa akan pulang rumah," katanya. 

Arina mengaku merasa sedih dan sakit saat ditahan sehari sebelum Jumat Agung. 

Padahal dirinya terjadwal pimpin ibadah. 

"Banyak yang tanya saya, apakah bapak kuat, saya tidak kuat, tapi saya kuat karena Tuhan, Filipi 4 : 13 "Segala perkara dapat ku tanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku," katanya. 

Meski sakit, tapi Arina memilih memaafkan. 

Ia mengaku sudah melepaskan pengampunan.

"Saya memaafkan setiap orang yang membully keluarga saya, kebencian tak akan membawa saya kemana mana, memaafkan adalah jalan Tuhan," katanya. 

Arina bercerita tentang kisah ayah dan ibunya. 

Sang ayah yang adalah hukum tua meninggal dunia saat ia masih belasan tahun. Ia merasa putus asa. 

"Namun ibu menguatkan saya, pesannya pendidikan adalah modal hidup, ibu juga mengajarkan saya untuk berbuat baik meski tak dilihat orang, untuk lebih baik lapar dalam kejujuran," katanya. 

Pesan ibu itu ia bawa terus hingga dirinya beroleh beasiswa UKIT dan melayani sebagai pendeta GMIM selama 36 tahun. 

"Saya melihat ada sejumlah kebutuhan di GMIM untuk pelayanan yang dapat ditopang dengan dana hibah," kata dia. 

Arina menegaskan dirinya tidak bersalah. Tidak ada penggunaan dana hibah untuk kepentingan pribadinya. Pun tak ada unsur perkaya diri dan niat jahat. 

"Tuhan tahu isi hati saya," katanya. 

Arina berharap dan yakin Hakim akan mengadili perkara tersebut dengan seadil adilnya dan memberikan keadilan kepadanya. 

"Tuhan tengah menguji saya, Tuhan jugalah yang akan bekerja lewat hakim, keadilan sejati bukan hanya menghukum yang bersalah tapi membebaskan yang benar," kata dia. (Art)

-

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Baca berita lainnya di: Google News

WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved