Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sulawesi Utara

Psikolog Sulut: Pendampingan Psikologi dan Hukum Sejalan dalam Kasus Kekerasan Seksual di Sekolah

“Kalau ada sakit atau pusing, yang diobati dulu, kemudian baru divisum,” ujarnya ketika dihubungi.

Penulis: Isvara Savitri | Editor: Isvara Savitri
Istimewa
Psikolog Sulawesi Utara, Dr. Preysi Sibi MPsi 

TRIBUNMANADO.COM, MANADO - Kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan kembali menjadi perhatian serius di Sulawesi Utara. 

Psikolog, Dr Preysi Sherly Sibi MPsi menegaskan pentingnya pendampingan menyeluruh, baik secara medis, psikologis, maupun hukum terhadap anak yang menjadi korban.

Menurut Preysi, langkah pertama yang harus dilakukan ketika terjadi kasus kekerasan seksual terhadap anak adalah memastikan kondisi fisik korban. 

“Kalau ada sakit atau pusing, yang diobati dulu, kemudian baru divisum,” ujarnya ketika dihubungi, Senin (3/11/2025).

Setelah itu, proses pendampingan psikologis menjadi tahap penting agar korban merasa aman. 

“Anak korban harus merasa bahwa dia ada di tangan yang tepat. Karena banyak kasus, anak merasa tidak nyaman, merasa bersalah, dan bertanya-tanya ‘kenapa saya?’,” tutur Preysi.

Peran psikolog tidak hanya membantu memulihkan kondisi mental korban, tetapi juga memastikan anak tidak kehilangan semangat hidupnya. 

“Pendampingan dilakukan agar anak tidak sampai di titik terendah dalam hidupnya. Orang tua juga perlu didampingi dalam proses hukum,” tambahnya.

Preysi menegaskan bahwa kasus semacam ini pasti akan berlanjut ke ranah hukum

“Karena ini menyangkut anak, pastikan korban tetap mendapat pendidikan yang layak sesuai amanah Undang-Undang Dasar 1945. Jangan sampai anak putus sekolah karena trauma,” jelasnya.

Baca juga: Booth Nona’s Cake di Eclat Manado Tetap Buka Usai Diterpa Ombak dan Angin Kencang

Baca juga: Kisah Oma Adel Losu Bertahan Hidup di Lorong Manado Pascarumah Digusur, Kini Dievakuasi Pemkot

Untuk itu, ia menilai perlu koordinasi antara sekolah, Dinas Pendidikan, Dinas

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), serta kepolisian. 

“Semua pihak harus berkolaborasi agar lingkungan sekolah tetap aman dan mendukung korban. Guru dan teman-teman sekolah pun perlu diberi edukasi agar tidak bersikap diskriminatif,” ujarnya.

Menurutnya, dalam beberapa kasus, korban tidak perlu dipindahkan dari sekolah jika lingkungan sudah teredukasi dan mendukung. 

Namun, bila tekanan mental terlalu berat, pemindahan bisa menjadi pilihan terbaik.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved